Limapuluh enam

11.6K 1.1K 70
                                    

Tiga tahun kemudian...

Nggak terasa sudah tiga tahun berlalu. Sudah puluhan perempuan yang disodorkan Bu Wiwik Wilujeng yang semakin sepuh untuk jadi pendamping putranya yang kini masih betah melajang di usia yang mendekati kepala empat.

Bu Bidan yang usianya sudah mendekati kepala enam itu khawatir, pasalnya, kedua adik Bhaga sudah menikah semua. Tapi belum tampak tanda- tanda bahwa anak lanangnya itu akan membawakan calon mantu untuknya. Yang terjadi, semua perempuan yang disodorkan Bu Wiwik, mulai dari yang belum cukup umur untuk menikah, sampai perawan zaman kompeni, mulai dari guru honorer sampai dokter spesialis kandungan, semua perempuan itu ditolak.

"Aku itu khawatir lho, Nang, kalau Masmu itu sampai jadi nggak suka perempuan. Mosok toh wedok sak pirang- pirang ra enek sing ditoleh blas. Terus njaluke piye?" Bu Wiwik yang gelisah curhat pada keponakan suaminya. Alias Dana, yang kini sudah berusia 20 tahun dan kuliah di universitas swasta beken di kota Semarang.

"Yo ndak tahu, Bude. Dulu dia punya pacar malah ditinggal nggendak sama perempuan lain," Dana keceplosan. Bude Wiwik langsung membalik badan ke arah Dana yang berdiri di belakangnya sambil memijat bahunya. "Maksudmu opo, Nang?" Wajah Bude Wiwik tampak bingung sekaligus ada perasaan excited di dalam hatinya. Ada harapan yang berkembang. Rupanya anak lanangnya masih normal.

"Lha terus yang kamu maksud itu siapa to, Nang?"

"Bude masih ingat nggak? Sepupuku mbak Ratri yang anaknya bulik Nilam itu? Dokter anak di rumah sakit Srondol? Nah, dulu mas Bhaga naksir- naksiran sama mbak Ratri itu bude. Pas waktu aku minggat ke Jakarta itu ya ke tempat Mbak Ratri. Terus mas Bhaga kan nyusul bude, nah... tinggal sedikit lagi waktu itu bude bakalan dapat mantu cakep. Eh... dasare Mas Bhaga yo Bude, malah gendakan karo wedok liyo..."

Si Bude kaget bukan kepalang.

"Sekarang selingkuhan mas Bhaga itu juga sudah menikah bude, sama teman Mas Bhaga di kantor," Dana melanjutkan ceritanya.

"Lha terus anaknya dokter Nilam itu sekarang di mana? Lha kok dilepas to sama Bhaga? Wah pekok* bocah kuwi..."

Dana cengengesan.

"Ya sayang Bude, sekarang mbak Ratri pindah kantor ke Kalimantan Timur. Sekarang dia kayak Bang Toyib. Tiga kali puasa sama tiga kali lebaran nggak pulang- pulang. Padahal Mas Bhaga hampir edan ..."

Maksudnya itu edan cari duit.

Jadi setelah kepergian Ratri tiga tahun yang lalu, Bhaga seperti orang gemblung. Ratri memutus semua komunikasi mereka. WhatsApp di blok, media sosial juga begitu, dan seolah itu belum cukup, Kirani masih cari gara- gara dengan getol mengejar- ngejarnya, begitu tahu Ratri sudah nggak beredar di Semarang lagi.

Dua tahun yang lalu Bhaga memutuskan untuk kembali ke bangku kuliah, mengambil jurusan peternakan dan pensiun dini. Keputusan yang sangat disayangkan oleh ayahnya. "Semua orang itu berlomba- lomba ingin jadi PNS kok, kamu malah mau pensiun dini?!" Begitu komentar ayahnya.

Setelah itu Bhaga pindah ke rumahnya sendiri di Ngaliyan, dekat dengan kandangnya. Rumah itu selama ini disewakan, jadi baru bisa  ditempati. Sesekali dia masih menginap di Tembalang kalau ibunya kangen.

"Mbok ya buruan cari istri to, Mas. Jadi bisa punya mainan sendiri. Jangan anakku melulu yang dijadiin mainan." Asti nggrundel. Sore itu setelah ngampus, Bhaga datang membawa banyak mainan untuk Azmi, anaknya Asti. Balita berusia 2,5 tahun  berpipi gembil itu semakin hari semakin montok saja. Dan Bhaga semakin gemas. Dia membayangkan versi dirinya yang seumuran Azmi. Rambutnya ikal mirip rambutnya, bibirnya mirip bibir ibunya...

Khayalan Bhaga tiba- tiba berhenti. Masih teringat jelas bibir perempuan itu. Dan ini sudah tiga tahun mereka nggak bertemu. Mungkin ini hukuman dari Tuhan. Dan karena itu selama tiga tahun ini Bhaga nggak menjalin hubungan dengan perempuan. Meskipun belakangan ada seorang wanita yang terus memancing perhatiannya.

Namanya Tania, dia pemilik butik langganan Bhaga. Perkenalan mereka diawali dengan Bhaga yang sering datang ke butik milik Tania yang berada di Bubakan untuk mencari hadiah bagi perempuan yang disodorkan ibunya padanya. Pada akhirnya, ketika dia harus mengakhiri hubungan yang bahkan belum dimulai dengan sang perempuan, dan Bhaga merasa bersalah karenanya, dia akan memberi kompensasi berupa barang- barang mewah untuk si perempuan. Memang kesannya menggampangkan. Tapi hatinya betul- betul belum bisa menerima kehadiran perempuan lain.

Masih teringat jelas wajah cantik yang berlinangan air mata itu ketika terakhir kali ia memeluknya di lobi hotel tiga tahun yang lalu. Kadangkala Bhaga masih mendatangi tempat itu untuk mengenang kejadian tiga tahun yang lalu.

Selain gadis itu berada di Kalimantan Timur, tepatnya di Kutai Kartanegara, Bhaga nggak tahu apa- apa lagi tentang perempuan yang hingga kini masih bertahta di singgasana hatinya.

"Nggak ada partner bikinnya," jawabnya asal.

"Makanya jadi cowok tuh jangan main selonong aja dong, Mas. Sudah bagus- bagus dapat Mbak Ratri, masih nyari selingan juga. Untung aku dulu nggak jadi nikah sama kamu. Kalau iya, wah nggak tahu lagi deh. Yang secakep mbak Ratri saja masih digituin apa lagi yang kayak aku begini,"

Bhaga nyengir menatap perempuan yang sudah dianggap sebagai adik sendiri. Asti kini bekerja di sebuah perusahaan logistik di dekat Tanjung Mas. Jadi setelah melahirkan gadis itu lanjut kuliah dan Azmi dititip ke Buliknya atau kadang di rumah ibunya Bhaga di Tembalang.

"Kan ada kemungkinan dia sudah dapat penggantinya Mas Bhaga di sana," ucapan Asti sempat jadi pertimbangan Bhaga. " Kalau aku nggak lihat dengan mata kepala sendiri, aku belum menyerah, Ti." Itu yang dia tekadkan selama tiga tahun belakangan ini. Penantian. Sebuah penantian tanpa kepastian.

***

"Lha kamu ini opo nggak kasihan sama mama? Sudah dua tahun kamu nggak pulang. Mama semakin sepuh lo, Tri. Masak kamu tega tinggal jauh- jauhan begini. Orangtua tinggal satu- satunya juga. Beliau itu setiap hari khawatir sama kamu. Mikirinnya kamu terus. Kalau sampai jatuh sakit apa ya kamu nggak getun mburi* ?"

Kata- kata Mas Rivan masih berseliweran di kepalanya. Ini memang sudah tahun kedua dia berada di Kukar. Jadi setelah kasus Kencanawungu itu selesai dengan ditangkapnya Prapto selaku orang yang menyelundupkan barang palsu ke gudang mereka di Semarang itu, Ratri kembali ke Jakarta. Kantor menawarkan promosi untuk naik jadi PR spesialist, jadi Ratri mengambil kuliah lagi di Jakarta, sebelum dipaketkan ke Kalimantan.

Prapto mengakui perbuatannya didasari oleh iming- iming dari pihak Angel's Heart, produk kosmetik keluaran lokal. Menurut pengakuan Prapto, semenjak beredarnya produk- produk skincare keluaran KC membuat penjualan produk AH menurun drastis. Terlebih setelah kena hantaman badai Covid- 19, perusahaan itu terancam gulung tikar.

Ponselnya yang diletakkan di atas meja itu bergetar. Sebuah nama tertera di layar ponselnya. Senyum samar tersungging di wajahnya.

"Halo, Mas?"

"Jadi makan siang bareng?" Suara bariton dari seberang sana membuat suasana hati gadis itu menghangat.

" Iyap. Aku lagi siap- siap." Ratri mengumpulkan barang- barangnya dari atas meja.

"Aku sudah di depan kantormu,"

" Oke aku keluar sekarang."

***
* Bego

Soon To Be HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang