Keadaan Justin saat ini benar-benar berbanding terbalik jauh dari kata 'baik-baik saja'. Kemeja yang sudah kusut dengan beberapa kancing atas yang terbuka, lengan yang terlipat sampai batas sikunya, juga rambutnya yang terlihat acak-acakan. Bahkan, ia masih setia membawa botol alkohol di tangannya, menenggaknya beberapa kali. Justin tidak peduli apakah ia akan jatuh sakit sampai harus opname di rumah sakit, tapi rasa sakit di hatinya ini tidak bisa disembuhkan.Sementara itu, Hannah pulang kembali ke rumah. Kedatangannya membuat Irene dan Bernard yang berada di ruang tengah dengan raut cemasnya, berdiri dan menghampiri Hannah.
"Oh, Hannah. Apa semua baik-baik saja?" Irene bertanya dengan raut kekhawatirannya. Hannah menjawab dengan menganggukkan kepalanya.
"Justin. Dimana dia?" tanya Hannah kemudian.
"Dia tidak keluar dari kamarnya. Dia terlihat sangat marah dan kami mendengar beberapa barang yang tampaknya sudah dihancurkan Justin di dalam. Kami tidak berani mendekatinya sekalipun." jawab Irene, menghela napasnya kemudian.
Hannah terdiam sejenak. Kemudian, setelah mengambil napas dalam-dalam, Hannah berbalik badan hendak berjalan menuju kamar Justin. Hannah merasa tahu harus melakukan apa saat ini.
Setelah beberapa saat yang lalu Felix, Edric, Dennis, dan Arthur memberitahunya tentang siapa wanita itu dan perannya di kehidupan Justin, Hannah marah. Bagaimana bisa sosok Ibu yang harusnya menghabiskan waktu bersama anak-anaknya, melihat tumbuh kembang mereka, dan memberi kasih sayang justru menjadi musuh masa lalu Justin. Membuat pria yang sebenarnya lembut berubah menjadi yang tidak seharusnya. Di dalam hatinya, Hannah yakin jika Justin adalah sosok pria lembut, mengingat bagaimana ia terus mengurus dan menjaga Dee sampai saat ini, juga melihat hubungan pria itu dengan Irene.
Sampai di depan pintu kamar Justin, Hannah menarik napasnya kembali. Dikeluarkannya pelan-pelan, dan memantapkan diri untuk menemui Justin.
"Justin? It's me."
Tidak ada jawaban dari panggilan dan ketukan pintunya.
Pelan-pelan, Hannah membuka pintu kamar. Tidak ada pencahayaan, namun Hannah bisa melihat kondisi kamar Justin yang benar-benar terlihat kacau. Bahkan, hannah harus berjalan berjinjit, menghindari serpihan kaca, lalu menyalakan lampu yang kemudian menampakkan kondisi kamar Justin.
Menoleh ke arah samping, dilihatnya Justin yang sedang bersender pada susuran tangga di balkon dengan membawa botol whiskinya. Pria itu menundukkan kepalanya, namun Hannah tahu kondisinya sangat kacau saat ini. Dengan diam, Hannah menghampiri Justin.
Hannah tersenyum miris melihat kondisi kacau Justin dengan cairan whiski yang sudah membasahi kemejanya. Tanpa pikir panjang, Hannah mencoba mengambil botol itu dari genggaman tangan justin. Namun, begitu menyadari seseorang tengah mencoa mengambil botol itu, Justin mendongak, kemudian dengan kasar ia menepis tangan Hannah. Pria itu menatap Hannah dengan sinis, tampak tidak sepenuhnya sadar diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty for the BEAST (ON GOING)
Romance#The Heirs Series (3rd) Pria yang diinginkan setiap wanita, namun tak tersentuh. Penghianatan mendalam yang mengubahnya menjadi seorang pria tanpa perasaan. Dingin bagai es yang tak mampu dilelehkan lagi. Dunianya berbeda dengan orang lain, ia hidup...