21st May.Hari ini Alex sengaja meliburkan pekerjaannya agar ia bisa menghabiskan waktu bersama Hannah dan juga Irene. Dia sedang bersama mereka di toko bunga Irene, ikut membantu Irene berjualan. Alasan kenapa Hannah tidak bekerja di cafe hari ini, sudah pasti karena Alex yang memaksanya pulang agar mereka bisa menghabiskan waktu bersama dengan berkedok alasan membantu irene bekerja di tokonya.
"Oh, iya, Alex. Aku bertemu pria itu beberapa kali kemarin." ucap Hannah menunjukkan keantusiasannya.
Alex mengerutkan kening tidak mengerti. "Hm? Siapa?"
"Pengusaha kaya yang menyerempet mobilmu itu."
Seketika Alex mengingat mengenai kejadian mobilnya yang terserempet dan juga pria kaya yang disebutkan Hannah. "Ah, dia." kemudian menganggukkan kepalanya mengerti. Namun, tiba-tiba ia merasa terganggu dengan sesuatu.
"Wait, bertemu beberapa kali, katamu? Saat kau bekerja? Dan kau memberi pelayanan begitu saja?" Alex menyerbu Hannah dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat Hannah mengerutkan kening.
"Tentu saja. Dia pelanggan di cafe, Alex. Dan aku bekerja di sana. Kurasa kami sudah cukup akrab. Kau tahu, aku memberinya pelayanan bonus untuk pesanan mereka." jawab Hannah polos, mengabaikan ekspresi Alex yang berubah sepanjang Hannah menceritakan pertemuannya dengan Justin singkat dengan senyum mengembang.
"What? Aku tidak menemuimu beberapa kali saja dan kau sudah menemukan pria lain. Kau bermain di belakangku, Hannah."
Sementara Alex dan Hannah terus beradu mulut, Irene hanya terdiam mengamati keduanya yang terlihat sangat menggemaskan dan menghiburnya.
"Hah!? Siapa yang bermain di belakang siapa? Apa ini yang kau bicarakan?" Hannah merasa kesal ketika Alex melibatkan lelucon yang sama sekali tidak lucu.
Irene menggelengkan kepalanya terheran. "Ckckck. Kalian ini. Apa kalian benar-benar berteman?" kekehnya geli.
"Tidak."
"Tidak, aunty."
Hannah dan Alex menjawab bersamaan. Perbedaannya hanyalah pada hannah yang terdengar sangat ketus sementara Alex menjawabnya dengan lembut.
"Lalu?" Irene mengangkat kedua alisnya.
Hannah melipat kedua tangannya di depan dada. "Well, aku tidak akan mau berteman dengan pria aneh dan tidak jelas seperti Alex."
Mendengar ucapan Hannah, Alex menggelengkan kepala dan berdecak. "Gadis sepertimu memang tidak akan paham." ucap Alex, lagi-lagi dengan nada keambiguannya.
Sementara itu, Irene kembali terkekeh geli. "Ibu paham, Alex. Tapi, Ibu penasaran dengan hal tadi. Kali ini, siapa nama pria yang kalian bicarakan ini?" tanya Irene kemudian.
Hannah kembali menunjukkan keantusiasannya. "Ah, dia--"
Belum sempat Hannah menjawab siapa nama pria yang ia bicarakan dengan Alex, ibunya menatap lurus ke depan dan mengucapkan nama yang hendak Hannah jawab sendiri. Irene berdiri dari kursinya.
"Justin?" sebut Irene ketika ia melihat Justin memasuki tokonya bersama dengan dua temannya.
Hannah belum sempat membalikkan badannya. "Oh? Bagaimana ibu-" dan begitu ia membalikkan tubuhnya, ia terkejut ketika melihat justin sudah berdiri di depan ibunya. "-dia di sini."
Di samping Hannah, Alex ikut menoleh ke belakang dan mengerutkan keningnya ketika ia mengenali dua orang dari ketiganya. Sementara itu, Hannah berdiri dari kursinya dan menghampiri Ibunya.
"Wah, kau kemari bersama temanmu? Kalian memerlukan sesuatu?" tanya Irene menoleh pada Dennis dan Edric.
"Hai, aunty. Aku dennis, teman Justin. Sebenarnya, kami ingin menemui teman kami dan istrinya yang sedang mengandung, dan dia meminta dibawakan bunga, jadi Justin membawa kami ke sini."
"Kurasa aku pergi ke tempat yang tepat, bukan?" sambung Justin membenarkan ucapan Dennis.
Irene menganggukkan kepala paham, kemudian tertawa kecil. "Aku akan membantu kalian, tentu saja. Berapa yang kau butuhkan? Satu saja?"
Dennis menganggukkan kepala. Irene hendak kembali untuk memilihkan sebuket bunga sesuai permintaan mereka, namun terhentikan dengan Hannah yang sudah berdiri di sampingnya.
"Ibu? Kalian sudah saling mengenal?"
Justin, yang mendengar suara Hannah di belakangnya, menoleh dan membulatkan matanya. "Hannah?"
Begitupun dengan Dennis yang teringat dengan gadis pelayan di cafe saat itu. "Oh? Kau waitress di cafe itu, kan?"
Hannah tertawa kecil, kemudian mengulurkan satu tangannya memperkenalkan diri pada Dennis dan Edric. "Aku Hannah."
"Jadi, kau dan ibuku sudah saling mengenal?" tanya Hannah menoleh pada Justin.
"Hm. Irene ibumu?" tanya Justin pada Hannah.
Dengan senyum bangga, Hannah merangkul bahu sang ibu sayang dan menggemaskan, kemudian menjawab, "The only one."
Hannah sempat membisikkan mengenai masalah pria yang diceritakannya tadi adalah Justin dan Irene mengangguk paham. Kemudian, tak ingin berlama-lama, Irene kembali bekerja sementara Hannah menemani Edric, Dennis, dan Justin mengobrol bersama.
Sementara itu, ada satu orang yang masih berdiam di tempatnya, menatap interaksi Hannah bersama ketiga pria itu dari kejauhan. Dengan pikiran kalut, ia berpikir kenapa Hannah bisa akrab dengan ketiga pria itu seolah mereka ada teman sekolah lama yang sedang saling jumpa. Apalagi, mengingat bagaimana ia mengenal dua pria dari mereka.
💎💎💎
***
END OF CHAPTER 10***
Don't forget to press the ⭐️ button and comment as many as you can📩
Follow my instagram:
iamvee
aviorfwMuch love,
VieVie🌙
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty for the BEAST (ON GOING)
Romance#The Heirs Series (3rd) Pria yang diinginkan setiap wanita, namun tak tersentuh. Penghianatan mendalam yang mengubahnya menjadi seorang pria tanpa perasaan. Dingin bagai es yang tak mampu dilelehkan lagi. Dunianya berbeda dengan orang lain, ia hidup...