Night."Kau akan bekerja weekend nanti?" tanya Alex begitu mereka tiba di depan rumah setelah mengantar Hannah bekerja. Sebelum melepas sabuk pengamannya, Hannah menoleh.
Kemudian, Hannah mengedikkan bahunya. "Bisa jadi. Aku akan datang setiap kali mereka memanggilku untuk bekerja."
"Same answer." keluh Alex menjawab.
Hannah mendengus. "Well, same question. Jadi, jangan tanyakan pertanyaan yang sama kalau kau tahu aku akan menjawabnya dengan jawaban yang sama."
Setelah pamit, Hannah segera turun dan masuk ke rumah. Saat hannah memasuki rumahnya, keadaan tampak tidak seperti biasanya. Ruangan tampak gelap dan sepi, seolah ibunya tidak di sini seharian. Bahkan ruangan itu tampak bersih, sehingga hannah berpikir jika ibunya memang tidak membuka toko hari ini.
Hannah menaiki tangga, menuju kamarnya dan membersihkan diri setelah seharian bekerja. Jika ia tidak merasa kelaparan, mungkin ia ingin berendam sebentar. Tapi, cacing-cacing di perutnya sudah meminta nutrisi sejak Hannah menolak tawaran makan malam bersama Alex.
Begitu keluar dari kamar mandi, Hannah terkesiap ketika tiba-tiba saja ibunya sudah terduduk di tepi ranjangnya.
"Ibu, kau mengagetkanku." kekeh Hannah, seraya mengeringkan wajahnya dengan handuk basah.
"Kau tidak mendengar ibu masuk?" ibunya mengernyitkan keningnya.
"Tentu saja tidak. Aku sedang mandi, Bu. Bagaimana aku bisa mendengarnya." sahut Hannah.
Irene terkekeh. "Baiklah. Cepat turun, ya. Kau pasti sudah lapar sekarang. Ibu akan siapkan makan malam sekarang." ucap ibunya, kemudian berdiri.
Hannah berdiri di depan sang ibu, kemudian menangkup wajah lelah ibunya yang terlihat jelas. Tanpa menjawab atau mengatakan sepatah kalimat apapun, Hannah hanya menampakkan healing smilenya dengan harapan mampu menghilangkan raut wajah lelah ibunya. Irene tersenyum kemudian mengulurkan satu tangannya pada pipi kanan Hannah, mengusapnya lembut.
Irene keluar dari kamar, sementara Hannah masih berdiam di tempatnya ia berdiri, menatap punggung sang ibu. Menghela napas lelahnya, Hannah menoleh pada sebuah bingkai foto almarhum ayahnya. Mengambil foto lama itu, hannah mengusap foto wajah ayahnya yang sedang tersenyum menatap kamera. Hannah tersenyum sendu.
"Wish you were here, Papa."
*****
Dracella dan Justin sedang makan malam bersama berdua. Seperti biasa, suasana hening dan damai. Justin tidak akan berbicara jika Dracella tidak mengajaknya berbicara, seperti sekarang.
"Kenapa kakak tidak kembali ke kantor lagi siang tadi? Apa semuanya baik-baik saja?" tanya Dee basa-basi.
"Tidak ada yang perlu dikerjakan lagi." jawab Justin tanpa menoleh. "Bagaimana dengan kuliahmu?" tanyanya kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty for the BEAST (ON GOING)
Romance#The Heirs Series (3rd) Pria yang diinginkan setiap wanita, namun tak tersentuh. Penghianatan mendalam yang mengubahnya menjadi seorang pria tanpa perasaan. Dingin bagai es yang tak mampu dilelehkan lagi. Dunianya berbeda dengan orang lain, ia hidup...