4th June.Dua hari sudah berlalu dan selama hari-hari yang Hannah jalani ini, ia masih belum menemukan keberadaan Justin. Sangat misterius ketika tiba-tiba saja pria itu pergi entah kemana dan bahkan Hannah belum sempat bertemu lagi dengan Justin sejak terakhir kali mereka sarapan bersama.
Karena itu, sebelum roxanne menjemput Hannah bekerja, Hannah menemui Bernard, tentu saja untuk menanyakan keberadaan Justin yang tiba-tiba menghilang itu.
"Paman? Dua hari ini, aku tidak melihat Justin. Apa dia sedang di luar kota?" tanya Hannah.
"Oh? Hm, Justin sendiri juga tidak memberitahuku dia akan pergi kemana. Jadi, maafkan aku, aku juga tidak tahu dia pergi kemana. Kurasa, ada hal mendadak yang perlu diurus. Tidak perly khawatir." jawab Bernard dengan sedikit ragu, kemudian tersenyum kecil. "ah, iya. Bukankah hari ini mereka akan pulang?"
"Maksud paman, Ibu? Iya! Semalam, ibu mengatakan mereka akan pulang sore nanti." jawab Hannah memberi tahu dengan antusias.
Tak lama setelah itu, sebuah mobil tampak memasuki pekarangan mansion dan membunyikan klakson mobil. Tanpa perlu sang pemilik untuk turun dari mobilnya, Bernard dan Hannah jelas tahu siapa pemilik mobil itu.
"Kalau begitu, aku akan berangkat dulu, Paman. Sampai jumpa nanti." pamit Hannah untuk bekerja.
Ibunya kembali ke mansion sore hari ini. Harusnya, itu menjadi kabar bahagia Hannah. Namun, sesuatu mengganjal hatinya. Membuatnya merasa aneh sampai Hannah tidak menyadari jika sedari tadi Roxanne terus mengamatinya.
"Kau baik-baik saja, Hannah?"
"Huh? Tentu."
"Terakhir kali kau seperti ini, kau juga mengatakan tidak ada apa-apa. Apa sungguhan?" Roxanne kembali memastikan.
Hannah terkekeh. "Iya, Anne. Sungguh."
*****
Setelah berpikir cukup panjang, setelah melalui hari-hari yang membuatnya sedikit resah, setelah memantapkan keinginannya. Akhirnya, siang hari ini Hannah memutuskan untuk menemui Roxanne di ruangannya.
"Hm, begitu ya. Justin belum pernah seperti ini sebelumnya. Yah, walaupun dia berbeda dari teman-temannya. Apa dia benar-benar tidak memberitahu apapun padamu?" jawab Roxanne setelah Hannah menceritakan tentang Justin yang pergi dari rumahnya selama dua hari ini tanpa memberi kabar.
Hannah menggelengkan kepalanya. "aku tidak melihatnya sejak senin malam, lalu-ah, tapi selasa pagi aku sempat melihat satu botol wiski kosong yang terbuka di meja pantry, jadi aku berpikir itu mungkin saja Justin. Tapi, tetap saja Justin tidak ada di sana sejak saat itu."
"Hm, dia tidak akan bersikap sejauh itu. Jangan khawatir, Hannah. Aku akan menanyakannya pada Felix nanti."
"Terima kasih, Roxanne."
Semakin lama dipikirkan, Hannah justru merasa kesal karena Justin yang tiba-tiba menghilang setelah apa yang dilakukannya beberapa hari lalu. Karena itu, Hannah merasa dari situlah perasaan janggal itu muncul. Ah, menyebalkan.
Kali ini, justru rasa kesal hannah yang membuat hannah terus terdiam. Ia lebih memilih untuk memendamnya daripada melampiaskannya. Lagipula, hannah merasa tidak mungkin ia melampiaskan rasa kesalnya pada pria seperti Alex saat ini. Mereka sedang dalam perjalanan pulang ke mansion.
"Kau benar-benar kelelahan? Kau sama sekali tidak berbicara apapun padaku." ucap Alex, memecah keheningan.
Hannah menghela napas kasar. "Aku sedang tidak mood, Alex."
Saat sesampai mereka di mansion pun, raut wajah tertekuk Hannah masih terpampang jelas. Alex berpikir apa ini ada kaitannya dengannya, atau pekerjaan, atau pria itu. Namun, lagi, alex tidak menanyakannya pada Hannah--sesuai keinginan Hannah. Hannah hanya mengucapkan terima kasih sebelum ia turun dan melambaikan tangannya pada Alex.
Begitu hannah berbalik, hannah melihat dee dan rachelle yang sedang berjalan bersama menaiki tangga mansion. Hannah buru-buru berjalan cepat menghampiri kedua gadis remaja itu.
"Hei, Girls!" seru Hannah dari belakang, menghentikan langkah Dee dan Rachelle. Keduanya pun menoleh pada sumber suara.
"Welcome home." ucap Hannah lagi dengan tersenyum.
"Hei, Kak. Kau baru pulang bekerja? Bagaimana dengan kakimu?" Dee menjawab.
Hannah menganggukkan kepalanya. "kakiku sudah lebih baik."
"Kau bekerja terlalu keras, kak. Sesekali kau harus mencoba berlibur dan ikut bermain bersama kami." kini, Rachelle ikut menimpali.
"Wah, aku senang kalian memperhatikanku seperti ini. Sayangnya, ini sudah menjadi kebiasaanku." kekeh Hannah. "dan lagi, berkat kakakmu, Dee, aku tidak bekerja untuk beberapa hari kemarin."
Rachelle dan Dee tertawa mendengar ucapan Hannah yang bermaksud menyindir Justin. Kemudian, ketiganya berjalan berdampingan memasuki mansion.
"Selamat datang kembali, Ibu. Jadi, bagaimana liburannya?" Hannah menyapa sang ibu saat mendapati ibunya sedang berbincang bersama Bernard di ruang keluarga.
Sebelum Dee hendak bercerita, ia mengitarkan pandangannya. Tak menemukan hal yang dicari, ia lalu melirik jam dinding.
"Tapi, dimana Kakak? Aku tidak melihatnya sejak tadi." ucap Dee kemudian.
Mendengar pertanyaan Dee, membuat Hannah sedikit gugup tanpa alasan. Hannah kebingungan. "Oh? Hm--Jadi, dia tidak menghubungimu juga, ya?"
Dee dan Rachelle tampak melempar pandangan satu sama lain sebelum menunjukkan wajah bingungnya. Bersamaan dengan itu, Hannah mendapatkan sebuah pesan. Membuka ponselnya, Hannah sedikit terkejut. Seolah pria yang dicarinya mengetahui jika kini mereka semua mencarinya.
"Aku sedang berada di Amerika untuk beberapa hari kedepan."
Singkat. Tanpa penjelasan lebih panjang lagi.
🐚🐚🐚
***
END OF CHAPTER 32***
Don't forget to press the ⭐️ button and comment as many as you can📩
Follow my instagram:
iamvee
aviorfwMuch love,
VieVie 💘🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty for the BEAST (ON GOING)
Romance#The Heirs Series (3rd) Pria yang diinginkan setiap wanita, namun tak tersentuh. Penghianatan mendalam yang mengubahnya menjadi seorang pria tanpa perasaan. Dingin bagai es yang tak mampu dilelehkan lagi. Dunianya berbeda dengan orang lain, ia hidup...