Sudah hampir seharian penuh Roxanne dan Felix menghabiskan waktu di rumah Justin bersama dengan Hannah juga. Sehingga, tak terasa malam pun tiba dan hal itu mengharuskan Felix dan Roxanne untuk segera kembali ke rumah mereka sebelum malam semakin larut."Kalian yakin tidak makan malam bersama kami dahulu?" tanya Hannah di ujung pintu, memastikan Felix dan Roxanne kembali.
Roxanne tersenyum lembut. "Tidak perlu, Hannah. Terima kasih sudah menawarkan. Kapan-kapan kita harus bertemu dan jalan bersama. Oke?"
"Tentu. Hati-hati di jalan." sahut Hannah dengan ramah, kemudian berpamitan.
Selepas kepulangan Felix dan roxanne, kini tinggallah Hannah dan Justin berdua di dalam mansion. Justin kembali membantu Hannah berjalan menuju ruang makan untuk menunggu makan malam yang akan segera disiapkan.
"Sepertinya kalian berdua sudah terlihat akrab." celetuk Justin, mendudukkan Hannah di kursi makan.
"Well, dia ramah dan baik. Aku suka wanita anggun seperti roxanne. Tidak banyak wanita seperti dia di jaman sekarang, kau tahu." Hannah menjelaskan dengan gaya riangnya, seperti biasa.
Justin menganggukkan kepalanya. "Hm, yah. Terakhir kali aku mendnegar pujian seperti itu dari Jennifer beberapa bulan yang lalu." Justin sendiri merasa heran ketika Hannah memiliki pandangan yang sama persis seperti Jennifer, seperti saat itu. "Kurasa roxanne memang begitu pada kalian." gumam Justin.
Hannah menoleh pada Justin di sampingnya. "Hm?"
"Roxanne adalah tipe wanita yang sangat cepat akrab pada beberapa orang yang disukainya." jawab Justin sekenanya, tanpa memberi tahu lebih lanjut lagi.
Hannah menganggukkan kepalanya paham. "ah, begitu."
*****
Justin memasuki ruang kerjanya dan kembali menemui dokumen pekerjaannya setelah makan malamnya bersama Hannah selesai. Kegiatan yang harus ia lakukan, selain karena ia sedang menjaga Hannah di mansion, seharian ini ia menghabiskan waktu bersama felix dan roxanne yang sedikit menyita waktunya, kalau ia harus jujur. Sementara itu, Hannah sedang berada di ruang keluarga, menonton televisi, atau setidaknya menghabiskan waktunya sendiri agar ia tidak kebosanan di kamarnya.
Karena telalu larut dalam pekerjaannya sendiri di ruangannya, Justin bahkan tidak menyadari ia sudah bekerja selama berjam-jam. Saat ia keluar dari ruang kerjanya, Justin menemukan Hannah yang tertidur pulas di sofa dengan posisi kepalanya yang miring. Tentu saja posisi yang akan membuat Hannah merasakan pegal di lehernya saat ia bangun di pagi hari nanti. Memikirkan hal itu, Justin pun menggendong hannah menuju kamarnya.
Duduk di tepi ranjang Hannah, Justin kembali memikirkan perkataan Felix pagi tadi.
*****
"Dimana Dee?" tanya Felix berbasa-basi.
"Pergi berlibur bersama Rachelle dan Irene." jawab Justin. Felix menganggukkan kepalanya beberapa kali.
"Ah, tentang Rachelle. Aku ingat Dee pernah mengatakan jika ia menyukaimu. Benar, kan?"
Justin menganggukkan kepalanya, menyetujui. "Dee bahkan terus mengatakan padaku seolah Rachelle adalah jodohku." Justin tersenyum miris. "padahal, dia sendiri tahu tentu saja aku tidak tertarik dalam urusan ini."
Merasa tidak setuju dengan perkataan Justin, felix memicingkan kedua matanya. "Kau yang tidak tertarik dengan urusan ini, atau kau yang hanya merasa tidak memiliki ketertarikan dengan Rachelle?"
Justin mendongak, kemudian mengernyitkan keningnya saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh temannya itu.
"Maksudmu?" tanya Justin.
"Ah, bukan maksudku tidak sopan dengan Rachelle. Aku akui dia adalah gadis polos yang ramah dan baik. Dia juga menarik. Dia menyukaimu, tapi kau menolaknya." Felix menjeda ucapannya yang terlihat mengambang, lalu mencondongkan tubuhnya dengan mengaitkan jemarinya di depan. "Tapi, sekarang kau menghadapi masalah ini."
Justin masih mendengarkan dengan seksama perkataan felix padanya, sampai pada ucapan terakhirnya. Membuatnya berpikir keras.
"Ini bukan masalah yang sama seperti pada Rachelle. Padahal, mereka sama-sama gadis dengan latar belakang yang selalu Dee kira menjadi pokok permasalahannya-masalah sosial." jawab Justin cepat.
Felix sendiri menghela napas kasarnya. "Astaga, kau masih belum mengerti juga? Atau kau sedang berpura-pura tidak mengerti?"
"Semua ini hanya karena masa lalumu, bukan?" Felix kembali bertanya. Walaupun, sebenarnya hal itu tidak perlu, karena Felix sendiri sudah tahu jawabannya, sejak dulu.
Bukannya menjawab, Justin justru memalingkan pandangannya dari Felix. Jika felix sudah tahu jawabannya, kenapa ia harus bertanya lagi. Mempertanyakan masa lalunya justru semakin membuatnya mengingat masa-masa kehancuran keluarganya. Dan, Justin membenci itu.
"Kau bertanya mengenai kehidupan pernikahanku, itu karena masa lalumu, bukan? Bukankah aku sudah mengatakannya padamu, Justin."
Justin masih terdiam sementara Felix terus mengoceh di depannya.
"Kau harus berdamai dengan masa lalumu. Kau tidak bisa terus membawanya ke masa sekarang dan merusak masa depanmu begitu saja."
Selama ini, Felix dan teman-temannya memang selalu memberi nasihat masalah seperti ini padanya. Dan selama itu juga, Justin terus berpikir jika mudah bagi mereka mengatakan hal itu karena mereka tidak merasakannya. Tapi, hal ini akan terus terjadi dan terulang lagi. Apa ini yang diinginkan Justin? Kehancuran untuk masa depannya sendiri?
📽📽📽
***
END OF CHAPTER 26***
Don't forget to press the ⭐️ button and comment as many as you can📩
Follow my instagram:
iamvee
aviorfwMuch love,
VieVie 💘🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty for the BEAST (ON GOING)
Romance#The Heirs Series (3rd) Pria yang diinginkan setiap wanita, namun tak tersentuh. Penghianatan mendalam yang mengubahnya menjadi seorang pria tanpa perasaan. Dingin bagai es yang tak mampu dilelehkan lagi. Dunianya berbeda dengan orang lain, ia hidup...