Sejak kedatangan Justin di kantor Felix beberapa menit yang lalu, felix masih merasa terheran dengan alasan kedatangan Justin yang sebenarnya masih ia tebak sendiri. Karena menurut Felix, ini adalah hal spesial dari Justin sendiri. Sementara Justin, pria itu masih bersikap santai dan biasa saja."Sebelum ini, kau adalah temanku yang paling susah untuk ditemui, dan sekarang kau menemuiku? Sendirian?" Felix hampir tertawa, saking terherannya.
Justin menghela napasnya. "Apa yang kau harapkan? Arthur di London, Ed dan Dennis sudah kembali ke AS. Jadi, aku terjebak di sini, dan sialnya aku bersamamu."
Felix menganggukkan kepalanya beberapa kali. "hm, kau ada benarnya. Tapi, kurasa kau tidak sepenuhnya sial, bukan? Karena buktinya kau menemuiku. Jadi, spesial untukmu aku akan memberikan semua waktuku siang ini untukmu. Beruntung aku tidak ada jadwal penting setelah ini." ucap Felix dengan bangga seraya mengecek jam tangan mewah di lengan kirinya.
Kemudian, felix menuangkan minuman yang ia ambil dari etalase dan duduk di sofa seberang Justin. Biasanya, mengambil minuman dari etalase adalah hal yang Justin lakukan jika mereka sedang bersama teman-teman mereka juga. Itu saat Justin sedang berperan menjadi seorang 'pendengar' saat teman-temannya bercerita.
Setelah kesunyian melingkupi keduanya, Felix mendengar helaan napas Justin. Terdengar berat dan lelah. Dan ini pertama kalinya felix mendengarnya.
"Ada masalah? Pekerjaan? Projek barumu? Kontrak kerja?" Felix berusaha segala kemungkinan yang ada. Segala kemungkinan yang menyangkut tentang justin.
Justin mendengar pertanyaan Felix, namun tak kunjung menjawabnya. Terdiam, Justin memandangi felix hingga membuat felix sendiri merasa kebingungan.
"Apa saat ini kau bahagia, Jullian?" tiba-tiba, pertanyaan itulah yang keluar dari bibir Justin. Keluar dengan begitu saja.
Pertanyaan yang terdengar ganjal untuk Felix, hingga ia mengangkat kedua alisnya. "Maksudnya...."
"Setelah kau menikah, apa ada sesuatu yang berubah? Seperti perasaan kalian, mungkin? Atau kegiatan kalian? Anything?" Justin kembali mengelurkan penjelasan dari pertanyaannya, bermaksud menjelaskan detailnya.
Felix kembali mengerutkan keningnya. "Hm. Aku hanya bisa mengatakan aku tidak bisa lebih senang dari saat ini. Ada seseorang di rumah yang selalu menungguku, dan siap menjadi tempatku bersandar. Well, itu sama sekali tidak menggangguku sama sekali. Masalah pekerjaan, kurasa-" Felix terkekeh menjeda ucapannya, sebelum kembali melanjutkan. "Roxanne semakin hari semakin manja padaku, jadi aku tidak pernah mengingat kelelahanku selama ini. Entahlah, mungkin karena hormon kehamilannya. Tapi, aku suka."
Sebelum kembali melanjutkan ucapannya, Felix berhenti bicara karena merasa aneh pada Justin yang menanyakan perihal kehidupan pasca pernikahannya. Sangat terdengar bukan Justin.
"Tunggu. Kenapa kau bertanya?" tanya Felix kemudian.
"Apa?" Justin menanggapi dengan santai, mengedikkan kedua bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty for the BEAST (ON GOING)
Romansa#The Heirs Series (3rd) Pria yang diinginkan setiap wanita, namun tak tersentuh. Penghianatan mendalam yang mengubahnya menjadi seorang pria tanpa perasaan. Dingin bagai es yang tak mampu dilelehkan lagi. Dunianya berbeda dengan orang lain, ia hidup...