Seminggu berlalu. 4th July.Tidak terasa, waktu seminggu sudah lewat dengan penuh memori yang mengisi hari-hari mereka. Walaupun begitu, tetap saja masih ada satu orang yang merasa terhantui dengan impiannya yang terus menerus mengalami kegagalan. Justin, pria itu masih belum berhasil mengajak Hannah makan malam bersama.
Semua orang di mansion dan teman-teman Justin bahkan sudah turut membantu, namun nampaknya memang kepolosan dan ketidakpekaan Hannah itu sudah mendominasi diri Hannah. Justin menyukai dua hal itu, karena dia adalah Hannah yang berbeda dengan gadis lainnya. Namun semakin lama, justru membuat niat usahanya melemah.
Kini, Justin sedang berada di kantornya, berdiri di depan jendela kaca yang menampakkan bangunan-bangunan tinggi di Paris. Tiba-tiba saja, pintu ruangan terbuka, memperlihatkan Arthur serta Jennifer yang berjalan memasuki ruangannya dengan langkah cepat.
Justin bisa menangkap raut wajah jennifer dan arthur yang tampak seperti sedang terburu-buru dan lelah? Justin tidak mengerti situasi ini.
"Malam ini, Justin." lugas Arthur tiba-tiba.
"Harus malam ini." kemudian, jennifer menyambungnya.
Justin masih berdiri terdiam, kebingungan kenapa kedua temannya ini dengan tiba-tiba mengatakan hal yang tidak bisa ia pahami sama sekali. Apanya yang malam ini?
"Tunggu, tunggu. Bisakah kalian duduk dan mengatakannya dengan jelas? Apa maksudnya malam ini?"
"Kalian harus makan malam malam ini juga." Arthur menjawab dengan suara datarnya, penuh penekanan.
Justin membulatkan kedua matanya dengan kepala yang dimiringkan. Apa dia tidak salah mendengarnya? Makam malam? Malam ini juga? Kenapa harus setiba-tiba ini?
"Damn. Kalian tidak membicarakannya denganku, masuk ke ruanganku tanpa mengetuk, dan kalian kini memaksaku?"
Marah? Tidak, justin tidak marah. Ia hanya terkejut dengan semua hal yang terlalu mendadak ini. Justin belum siap, bahkan ia hampir kehilangan niatnya untuk berusaha. Ia hampir saja merelakan segalanya dan siap menanggung akibatnya kelak. Dan dengan tiba-tiba, kedua temannya ini mendatangi kantornya, membuatnya kebingungan dengan perintah mereka ini.
"Ini bukan paksaan, justin. Asal kau tahu aku sudah lelah dengan kepolosan Hannah dan dirimu yang malah terdiam terus menerus selama seminggu ini. Karena itu, kini giliran kami yang bertindak cepat." Justin menjelaskan kembali dengan nada meninggi dan cepat.
Mendengar itu, justin menghela napasnya. Mendudukkan kepalanya dengan pikiran yang membawanya kembali mengingat apa saja yang ia lakukan selama seminggu ini. Arthur benar, dia hanya berdiam diri dan bekerja, seperti biasanya. Selalu menyibukkan diri seolah tidak ada hal lain yang harus ia pikirkan.
"Tidak ada waktu banyak tersisa. Kau harus bersiap. Dan jangan lupa 'barang' itu. Dee dan Rachelle sudah membawa Hannah ke rumah Roxanne dan dia akan berangkat dari sana." Jennifer kini bersuara kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty for the BEAST (ON GOING)
Romantizm#The Heirs Series (3rd) Pria yang diinginkan setiap wanita, namun tak tersentuh. Penghianatan mendalam yang mengubahnya menjadi seorang pria tanpa perasaan. Dingin bagai es yang tak mampu dilelehkan lagi. Dunianya berbeda dengan orang lain, ia hidup...