Justin benar-benar kehabisan akal setelah pergi kesana kemari, menyisiri setiap jalanan serta memasuki berbagai tempat dimana Justin berpikir tempat para rentenir berkumpul. Namun, hasilnya tetap sama. Nihil. Justin benar-benar tidak tahu kemana lagi ia harus mencari Irene, karena bahkan para polisi juga belum menemukan jejak selain para keluarga penjahat yang ditinggalkan mereka. Sungguh miris.Menepikan mobilnya, Justin berusaha untuk menenangkan pikirannya beserta sejenak. Berusaha berpikir lebih jernih. Beberapa saat kemudian, telfon Justin berdering. Mengambil dari sakunya, justin segera mengangkatnya setelah nama informan Edric terpampang pada layar ponselnya.
"Justin here."
"Aku sudah mendapatkan beberapa info di sini."
"Katakan."
"Mereka hanya rentenir yang dulu meminjamkan uang pada suami Irene. Tapi, tak lama setelah itu, tiba-tiba sebuah inside menimpanya ketika saat itu Hannah masih berumur 1 tahun dan sampai sekarang utang itu masih belum terbayarkan. Disini, tertulis jika kecelakaan itu kecelakaan lalu lintas yang cukup besar, tapi tidak banyak informasi kenapa dan bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi. Sayangnya juga, tidak ada berita yang menginfokannya juga."
Justin terdiam, menyimak setiap kata yang keluar dari sang informan itu. Justin benar-benar tidak mengira selama ini Hannah dan irene menjalani kehidupan seberat itu. Bahkan, mengingat kenyataan bahwa Irene yang menyembunyikannya dari Hannah demi keselamatan Hannah sendiri. Membuat Justin menggenggam ponselnya dengan erat.
Seolah baru saja terpikirkan hal yang masuk akal, Justin menghela napasnya. "Kabari aku lagi. Aku tahu dimana harus mencari info itu."
Mengakhiri panggilannya, Justin melempar ponselnya ke kursi penumpang di sebelahnya, kemudian segera membanting kemudinya begitu jalan masih dalam keadaan sepi. Ia tahu kemana ia harus pergi saat ini.
Kecepatan mobil Justin di atas rata-rata beserta jalan yang mudah dilalui membuat Justin sampai di tujuan dengan mudah dan cepat. Justin segera turun dari mobilnya, kemudian menghampiri meja resepsionis dengan menunjukkan kartu nama, mengatakan ia dan sang pemilik perusahaan adalah rekan kerja.
Tatapan menusuk dan rahang keras Justin sukses membuat sang wanita resepsionis menganggukkan ucapan Justin tanpa bantahan lain. Oleh karena itu, sang resepsionis segera menunjukkan lift khusus menuju ruang kerja sang pemilik perusahaan.
Di dalam lift, justin terus memandangi layar digital yang menunjukkan berapa saja lantai yang sudah ia lewati. Terasa sangat lama. Hingga akhirnya, ketika lift itu sudah membawanya pada lantai tujuannya, Justin keluar dengan langkah lebarnya. Mengabaikan beberapa sekretaris yang tampak bingung, namun tidak bisa berbuat apapun.
Justin membuka pintu ruangan dengan kasar, membuat sang pemilik ruangan langsung berdiri dari kursi kerjanya, terkejut dengan kedatangan yang sama sekali tidak terduga ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty for the BEAST (ON GOING)
Romance#The Heirs Series (3rd) Pria yang diinginkan setiap wanita, namun tak tersentuh. Penghianatan mendalam yang mengubahnya menjadi seorang pria tanpa perasaan. Dingin bagai es yang tak mampu dilelehkan lagi. Dunianya berbeda dengan orang lain, ia hidup...