Justin terpaksa menyalakan music player di mobilnya, menghindari suasana canggung dan sunyi diantara dirinya dan juga Hannah. Bahkan, entah kenapa justin merasa hawa panas melingkupi tubuhnya saat ini. Membuatnya harus menyalakan AC hingga menjadikan hawa di dalam mobil menjadi sedingin mungkin. Namun, tidak dengan Hannah. Gadis itu justru kedinginan hingga membuatnya mengusapkan tangannya sendiri pada kedua lengannya."Oh, kau kedinginan." Justin menyadari gerakan Hannah dari sudut matanya, kemudian segera meraih tombol mesin AC dan mengaturnya menjadi semula. Sementara Hannah sendiri hanya menjawabnya dengan dehaman lembut.
Benar-benar canggung dan aneh untuk Hannah. Walaupun sebenarnya Justin juga merasakan hal yang sama, tapi ia bisa menutupinya dengan cerdik. Suasana sunyi saat memasuki kawasan ladang anggur Justin pun semakin membuatnya ingin keluar dari mobil Justin dengan segera.
Benar saja, begitu Justin menghentikan mobilnya di depan mansion, tanpa berkata-kata lagi-masih dengan dehaman halusnya-Hannah keluar dari Justin dengan terburu-buru, bahkan ia hampir terjatuh di tangga. Sementara Justin, masih di dalam mobilnya, ia hanya menghela napas lega dan bersusah payah menelan air liurnya. Kembali mencoba menenangkan dirinya, Justin segera turun dari mobilnya dan membiarkan salah satu pengawal membawa masuk mobil Justin ke garasi mobil.
Begitu memasuki manison, Hannah menemukan Irene dan Bernard yang berada di ruang tengah.
"Oh? Hannah, kau sudah makan malam?" tanya Irene begitu melihat putrinya masuk ke mansion.
Hannah hendak menjawab, namun terhentikan ketika kedua matanya tidak sengaja melirik ke arah samping dan mendapati Justin yang sudah masuk.
"Aku tidak lapar. Ehm, aku akan ke kamar dulu. Permisi." ucap Hannah pamit terburu-buru, tanpa meninggalkan rasa sopannya.
Irene dan Bernard mengernyitkan kening bingung. Mereka jelas tahu Hannah terlihat seperti sedang menghindar dari sesuatu. Sementara justin, ia hanya berdeham kemudian berjalan biasa seolah tidak ada apapun yang terjadi. Namun, hanya satu orang yang jelas tahu gelagat Justin saat ini. Justin jelas sedang menutupi sesuatu, bernard tahu itu.
"Justin, terima kasih banyak. Aku sudah merepotkanmu banyak sekali. Kalau begitu, aku ke kamar dulu, ya. Selamat malam." Irene tersenyum, kemudian ikut menyusul Hannah yang sudah memasuki kamarnya.
Justin hanya menganggukinya, kemudian kembali berjalan menaiki tangga hendak menuju kamarnya. Justin menghindari tatapan Bernard saat ia melewati pria itu. Karena itu, Bernard malah mengekori Justin di belakang hingga keduanya sampai di depan pintu kamar tidur Justin.
Justin berbalik badan, menatap Bernard datar. "Apa?"
Tersenyum simpul, Bernard mengangkat kedua alisnya. "Ada apa?" tanyanya menanggapi pertanyaan Justin.
"Ah, sudahlah." Justin melambaikan satu tangannya seraya berbalik badan, meraih kenop pintu kamarnya. Pintu sudah terbuka, namun langkah Justin kembali terhentikan.
"Kau tahu, kan? Aku akan selalu menjadi tempat ceritamu, Justin." kekeh Bernard yang secara tidak langsung meminta penjelasan dari hal yang ia ketahui.
Justin menatap Bernard sangsi. "Selamat malam, Bernard." ucap Justin, kemudian melangkah masuk.
Tersenyum, Bernard setengah membungkukkan badannya dengan formal. "Selamat malam, Tuan Muda."
*****
24th May.
Pagi-pagi buta, Hannah sudah bangun dan bergegas untuk bekerja. Kini, dia baru saja menaiki bus kota yang akan membawanya ke tempat kerjanya. Jangan tanyakan alasan kenapa dia bangun pagi-pagi hari ini. Selain karena, ia harus bekerja sedari pagi, tentu saja karena ia sendiri masih merasa canggung dengan..... Justin.
Entah saat Hannah masih berada di dalam bus, ataupun ketika ia sudah sampai di tempat kerjanya, ia benar-benar tidak bisa fokus pada hal yang ia lakukan. Entah kemana jalan pikirannya saat ini. Setiap kali otaknya tidak bekerja dengan baik, Hannah menghela napas pelan dan berusaha menggali kesadaran penuhnya.
Hingga akhirnya jam makan siang tiba. Ketika Hannah sedang melayani salah satu pembeli, seketika kedua matanya menangkap sosok Alex yang baru saja memasuki restoran. Diam-diam, Hannah menghela napasnya. Here we go again.
Kini, Hannah dan Alex duduk berhadapan dengan makanan pesanan Alex yang belum ia sentuh sama sekali. Tentu saja karena Alex masih terdiam memikirkan hal yang masih disembunyikan Hannah darinya.
"Jadi, kau benar-benar tidak membalas pesanku sejak semalam." celetuk Alex membuka suara.
Dan, lagi. Hannah menjawab dengan semua kebohongan yang ia punya. "Aku tidak mau mengganggu kesibukanmu, Alex. Aku tahu kau sedang sibuk saat ini." walaupun, sebenarnya tidak sepenuhnya itu kebohongan.
Alex memicingkan kedua matanya curiga pada Hannah, namun sedetik kemudian dia menghela napasnya untuk mengenyahkan tuduhan pikirannya itu. Lagi dan lagi. Padahal, Alex tidak bisa berlama-lama saat ini.
"Aku masih harus menghadiri beberapa acara dan harus kembali secepatnya sekarang. Hubungi aku malam ini, biar kuantar kau pulang. Dimana kau tinggal sekarang? Di rumah saudaramu?"
Hannah mendongak cepat menoleh pada Alex secara otomatis setelah mendengar pertanyaan Alex yang meminta alamat dimana ia tinggal sekarang.
"Tidak! Oh, hm, maksudku.... iya, aku tinggal bersama mereka. Dan, hm, biasanya saudaraku yang akan menjemputku. Dan lagipula, mereka tidak tahu siapa kau. Jadi, tidak perlu mengantarku pulang." Hannah menjelaskan alasan penolakannya dengan lancar. Walaupun harus dengan kebohongan dimana ia tidak terbiasa, tapi setidaknya ia berhasil mengatakannya.
Mungkin Alex bisa saja berusaha percaya pada apa yang dikatakan Hannah padanya. Tapi, melihat gelagat aneh Hannah yang bahkan tidak bisa menatap Alex lama, membuat Alex yakin ada sesuatu yang terjadi, dan Hannah menyembunyikannya.
📍📍📍
***
END OF CHAPTER 18***
Don't forget to press the ⭐️ button and comment as many as you can📩
Follow my instagram:
iamvee
aviorfwMuch love,
VieVie🌙
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty for the BEAST (ON GOING)
Romance#The Heirs Series (3rd) Pria yang diinginkan setiap wanita, namun tak tersentuh. Penghianatan mendalam yang mengubahnya menjadi seorang pria tanpa perasaan. Dingin bagai es yang tak mampu dilelehkan lagi. Dunianya berbeda dengan orang lain, ia hidup...