20. Jalan-jalan

744 107 9
                                    


.
.
.
.
.
Candra terpaksa bangun pukul empat  karena kembali mendapat mimpi buruk, beruntung kali ini Lintang sedang tidur bersama Regi, jadi Candra tidak takut Lintang akan ikut terbangun. Candra menatap kosong langit-langit kamar nya, dia ingat ini kamar sang bunda, dan beberapa barang milik sang bunda masih ada didalam kamar ini saat mereka menempatinya.

"Ibun, Candra kangen." Candra meringkuk, pemuda itu meneteskan air mata setelah sekian lama selalu menyembunyikan air matanya agar Lintang tidak kembali merasa sedih.

"Candra udah ketemu sama adik-adik yanda sama ibun, tapi rasanya Candra gak pantes ada di sini bun. Candra akan ngerepotin mereka nanti, Candra takut...hiks."

Candra hanya terus membiarkan air matanya mengalir hingga kantuk kembali datang, dengan perlahan Candra menutup kedua matanya, bermaksud menjemput kembali mimpi nya.

"Mas Candra."

"Mas bangun ih, udah jam enam." Candra akhirnya membuka matanya saat lengannya di tepuk oleh Lintang.

"Masih pagi tau dek." Lintang mengerucutkan bibir nya kesal.

"Mas, udah jam enam. Mas Astra udah di bawah." Candra mengernyit, kenapa harus sepagi ini.

"Pagi banget sih." Lintang mengedikan bahunya.

"Gak tau, katanya mas Astra mau ngajak mas cfd. Cepet mandi, Lintang tinggal ke bawah ya." Candra hanya mengangguk kecil sebelum melakukan peregangan diatas kasur.

"Oh iya mas, nanti bawa kunci cadangan ya, Lintang juga mau keluar sama Regi. Om-om yang lain lagi ke surabaya, katanya ada perlu disana." lagi-lagi Candra hanya mengangguk.

"Iya, tunggu dibawah, mas mandi dulu." Lintang dengan cepat menutup pintu kamar dan turun ke bawah. Jika dia tidak cepat bisa-bisa akan ada perang dunia lima di bawah.

"Mas Astra tunggu ya, mas Candra masih mandi." Astra hanya tersenyum saat mendengar ucapan Lintang.

"Regi, ayo siap-siap, gak jadi emang?" Regi berlalu sambil menghentakan kaki nya kesal.

"Jadi, tungguin."
.
.
.
.
.
Rion, Igel, Hadar, Alden, Rius dan Leo baru saja sampai di rumah berlantai dua yang familiar untuk mereka, rumah pribadi milik Azka yang selalu menjadi tujuan mereka setiap mereka ke surabaya. Saat mereka tiba mereka sudah ditunggu oleh Reska, pemuda dua puluh tahun yang merupakan adik satu ayah Ares.

"Udah ditunggu mas Rehan sama mas Azka didalem mas." Igel mengangguk, laki-laki itu menepuk rambut hitam milik Reska.

"Gak mau ikut masuk?" Reska menggeleng.

"Gak mas, di sini aja. Nanti si mas ngamuk lagi kalau lihat aku." Rion menatap sendu pada Reska sebelum memutuskan masuk kedalam rumah.

"Sabar ya Res, doain semua cepet selesai." Reska mengangguk.

"Iya mas."

Rion adalah orang terakhir yang masuk kedalam rumah, laki-laki itu langsung menyusul untuk masuk kedalam sebuah kamar yang selalu mereka kunjungi.

"Gimana keadaan nya mas?" Rehan menghela nafas.

"Beberapa waktu lalu udah stabil, tapi tadi pagi dia ngamuk waktu lihat Reska." semua yang ada di sana menghela nafas mendengar penjelasan Rehan.

"Kenapa bisa ngamuk mas?" Rehan meminta semua keluar dari kamar dan membiarkan si pemilik kamar istirahat.

"Kayaknya dia ingat kejadian waktu itu, dia benar-benar ingin menghajar Reska saat Reska memanggil nya untuk sarapan tadi." Leo memijat pelipisnya pelan.

"Apa gak papa mas? Perkembangan dia udah cukup baik sebelumnya." Rehan mengangguk kecil.

"Gak papa, kalau bisa kalian terus kirim foto mereka buat mas, biar mas bisa kasih lihat ke dia. Beberapa hari lalu waktu Rion video call dan kasih lihat Candra ke dia respon nya udah positif, tapi kalian pasti tahu kan mengatasi trauma itu cukup sulit." semua mengangguk mengerti, trauma memang sulit untuk disembuhkan, kecuali dari paang penderita sendiri.

"Kita harus sabar lagi kan?" Rehan mengangguk.

"Mas gimana soal yang kita ceritakan waktu itu?" Azka yang mendengar langsung menegakan posisi duduknya.

"Benar, semua yang di katakan Candra tentang kecurigaannya itu benar. Sekarang mas sama Reska lagi cari info dari jogja, mas curiga mereka yang ngelakuin itu."
.
.
.
.
.
Regi masih tetap merengut saat duduk di jok motor bersama Lintang, kedua nya sedang dalam perjalanan ke kediri hanya untuk melihat cfd. Karena permintaan Candra sebelum berangkat tadi, akhirnya Lintang dan Regi pergi bersama Astra dan Candra.

Motor keduanya sekarang sudah terparkir di parkiran cfd, Candra hanya mengikuti langkah Astra yang terlihat bersemangat. Berbeda dengan Regi yang hanya bisa menatap nanar pada punggung Candra.

"Lin, kok aku gak rela ya? Sakit banget." Lintang menepuk pundak Regi dan merangkulnya.

"Sabar ya Gi, mas Candra emang gak peka." Regi menghela nafas panjang, membiarkan Lintang merangkul pundak nya selama berjalan.

"Mas Candra suka ya sama bos mu itu?" Lintang menggeleng.

"Kayak nya gak, jadi masih ada kesempatan kok mas." Regi menghembuskan nafas keras, bahkan membuat Candra yang berjalan didepan mereka menoleh.

"Kenapa Gi?" Regi dan Lintang mengeleng.

"Gak papa kok mas." Candra tersenyum dan kembali berbalik.

"Candra, kamu suka makanan apa?" Candra menoleh kearah Astra yang saat ini berjalan mundur hanya untuk menatapnya.

"Apa aja asal bukan ikan." Astra terlihat mengangguk. Posisi Astra yang berjalan mundur membuat Candra sedikit khawatir.

"Hati-hati." Candra menarik tangan Astra saat pemuda itu hampir menabrak orang dibelakangnya.

"Jangan jalan mundur." Astra kembali mengangguk.

"Mau beli lontong sate gak Can?" Candra terdiam sejenak sebelum mengangguk.

"Boleh." Candra menoleh kebelakang dan menawarkan hal yang sama pada Lintang juga Regi.

"Mas, habis makan sate kita pisah aja ya? lintang sama Regi mau keliling, boleh?" Candra mengangguk mengiyakan.

"Kalau mau balik jangan lupa telfon, kita ketemu di parkiran." Lintang mengangguk.

"Yang penting sekarang makan dulu."

Empat pemuda itu duduk lesehan menunggu sate pesenan mereka datang. Lintang dan Candra yang baru melihat suasana cfd di kediri hanya bisa menatap sekitar.

"Selalu ramai gini ya kalau cfd?" Astra yang merasa ditanya hanya mengangguk.

"Biasa nya di pare juga ada, di depan stadion. Tapi minggu ini lagi gak ada." Candra hanya terdiam tapi dia tau bahwa ada dua orang yang tengah menatap nya.

"Candra, habis ini dari cfd mau kemana?" Candra mengernyit, mana tahu dia ingin kemana, kan dia belum pernah jalan-jalan.

"Pulang aja gak papa kan?" Astra terlihat sedih tapi kemudian segera tersenyum.

"Gak papa kok, kamu capek ya?" Candra memberi anggukan. Dia memang lelah ditambah lagi dia belum meminum obatnya pagi ini.

Pagi itu dihabiskan empat anak adam dengan mengelilingi cfd kediri, membeli berbagai jajanan yang akan mereka bawa pulang untuk dimakan dirumah. Sekarang mereka sudah duduk manis diruang tamu rumah bintang, tentu saja dengan Astra yang masih berada disana, padahal Candra sudah pamit masuk kedalam kamar.

"Mas, gak papa?" Lintang yang baru saja menyusul Candra ke kamar langsung panik saat melihat Candra terduduk di lantai. Nafas kakak nya itu terengah dan ditangannya ada tabung obat yang baru saja dia minum.

"Mas gak papa dek, tapi mas mau tidur." Lintang mengangguk, dia segera membantu Candra untuk pindah ke atas kasur.

"Mas istirahat aja, biar aku sama Regi yang nemenin mas Astra." Lintang hanya mendengar deheman lirih Candra. Lintang yakin mas nya itu pasti tengah kesakitan sekarang.

"Istirahat ya mas, Lintang sayang sama mas."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat siang...

Aku bingung mau nentuin visual buat Regi, Astra, Erik sama Reska...
Sebenernya buat Reska sama Regi udah ada kandidat sih, tapi belum pasti, masih ragu buat pake visual itu, takut gak cocok...
Ada saran kah buat visual mereka?
Terutama Regi sama Astra nih, si manis yang ngebucinin Candra...

Selamat membaca...

See ya...

-Moon-

Candra LintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang