51. Melepas Rindu

664 101 2
                                    

.
.
.
.
.
Alta kembali turun ke lantai bawah setelah puas berbicara pada Candra yang masih setia tertidur, Alta ingat ada Lintang yang juga harus dia perhatikan. Alta sudah berkali-kali melihat Candra drop seperti ini, dan yang paling sedih biasanya adalah Lintang, putra bungsunya itu akan menangis saat melihat sang kakak berakhir di rumah sakit.

"Ibun." Alta tersenyum saat Lintang menatapnya, laki-laki itu berjalan mendekati Lintang dan memeluknya.

"Ibun kangen sama kamu, maafin ibun ya. Satu tahun ini hidup kamu sama mas pasti berat." Lintang kembali menangis di pelukan Alta, tangisnya terdengar seperti aduan pada sang ibun.

"Ibun maaf, Lintang gak bisa jaga mas, maafin Lintang bun." Alta melepaskan pelukannya dan menangkup pipi Lintang, mengecup kedua pipi itu.

"Dek, sakit nya mas itu bukan salah kamu, semua udah takdir. Ibun udah sering bilang kan?" Lintang mengangguk kecil dan itu membuat Alta tersenyum.

"Kamu udah jagain mas dengan baik sampai sekarang, ibun bangga sama adek."

"Yanda juga bangga sama Lintang karena udah jagain mas." Lintang menunduk, dia malu saat kedua orang tua nya tiba-tiba memujinya seperti itu.

"Mas Azka, papa sama ayah mana?" Alta yang menyadari bahwa ketiganya tidak ada di sana akhirnya bertanya.

"Pulang mas, mas Azka kan juga perlu ketemu mas Rehan. Besok mereka ke sini lagi kok." Alta mengangguk mengerti, lagi pula ini memang sudah malam.

"Mas Ares, ajak mas Alta istirahat sana, kalian habis dari perjalanan jauh, gak capek emang?" Ares mengangguk, laki-laki itu menatap Alta yang juga mengangguk.

"Lintang mau tidur sama ibun sama yanda?" Lintang mengangguk kecil, dia merindukan sang bunda.

"Ya udah ayo tidur, kalian juga."
.
.
.
.
.
Ares menatap wajah Alta dan Lintang yang terlelap di sebelahnya, seharusnya ada Candra juga saat ini, namun sayang putra sulung nya itu belum membuka matanya. Ares mengelus pipi Lintang juga Alta bergantian, penantian nya selama delapan belas tahun akhirnya selesai. Sekarang suami dan kedua putra nya sudah ada di pelukannya, adik-adiknya pun aman. Ares hanya perlu mempersiapkan diri berhadapan dengan mertua nya, kedua orang tua Alta itu masih menyangka jika Reska adalah putra nya. Mereka menganggap Ares sama seperti sang papa yang menyakiti sahabat mereka hingga meninggal.

"Ares?" Ares terkesiap saat tangannya digenggam oleh Alta, suami cantiknya yang tadi masih memejamkan matanya kini terbangun.

"Aku ngebangunin kamu ya?" Alta menggeleng.

"Gak, kamu kenapa sih?" Ares tersenyum, melihat senyum sendu Ares, Alta cukup paham untuk mngajak suaminya itu berbicara di ruangan Candra. Tempat yang bisa dipastikan tidak akan membuat Lintang terganggu oleh obrolan mereka.

"Ayo ke ruangan Candra, kita bisa ngobrol disana." Ares mengangguk mngiyakan. Mungkin benar, dia perlu membicarakan banyak hal pada Alta.

Keduanya beranjak dengan perlahan, dan memastikan Lintang tidak terbangun karena gerakan mereka, ini masih dini hari.

Alta menatap sendu pada sosok Candra saat memasuki ruangan itu, putra sulung nya masih terlihat sangat tenang.

"Alta." Alta menoleh, dia merasakan lengan Area melingkari perutnya.

"Terima kasih." Alta memejamkan matanya, entah sudah berapa kali dia mendengar Ares mengatakan terima kasih hari ini.

"Ares, aku sudah bilang jangan bilang terima kasih. Harusnya aku yang bilang gitu, terima kasih karena kamu udah bertahan dan jemput aku." Ares mengeratkan pelukannya pada pinggang Alta.

"Alta maaf, maaf aku gak bisa jaga Candra sebaik kamu." Alta menggeleng, dia sudah mendengar apa yang di alami Candra sebelum nya dari Lintang, putra bungsunya itu bercerita sebagian besar sambil menangis padanya tadi.

"Aku gak suka kamu minta maaf, itu bukan salah mu Res. Tapi tolong jangan sampai aku lihat dia beberapa hari ini, aku takut kelepasan." Ares mengangguk. Lagi pula tidak ada niat untuk mengijinkan Reska kembali ke rumah ini.

"Aku kangen sama kamu Ta." Alta tersenyum manis mendengar ungkapan Ares.

"Aku juga."
.
.
.
.
.
Ares dan Alta menghabiskan malam mereka dengan mengobrol di ruangan Candra, Ares dengan antusias mendengar Alta menceritakan bagaimana perkembangan Candra juga Lintang dulu. Candra yang introvert, dingin dan hanya memiliki satu teman dekat berbanding terbalik dengan Lintang yang ceria, jahil dan punya banyak teman, meskipun hanya Regi yang Lintang ijin kan dekat dengan keluarganya.

"Aku masih gak nyangka kalau Regi itu bayi kecil nya Leo sama Rius." Ares mengelus rambut Alta saat suami nya itu kembali bergumam.

"Aku lebih gak nyangka lagi waktu pertama kali lihat Candra sama Lintang." Alta tertawa kecil.

"Kayak kembaran ya?" Ares mengangguk.

"Itu yang bikin aku bisa bertahan sampai sekarang Res." Ares mengecup pipi Alta, laki-laki itu kembali memeluk tubuh Alta sembari menatap pada Candra.

"Dan mimpi agar bisa melihat juga memeluk kalian yang bikin aku bertahan sampai sekarang."
.
.
.
.
.
Tidak ada yang bisa Alta lakukan saat ini, Ares tertidur setelah menghabiskan waktu di ruangan Candra. Laki-laki itu saat ini berbaring di sebelah Lintang, rasanya Alta seperti melihat anak kembar beda usia. Alta memutuskan keluar kamar, mungkin dia akan memasak sarapan untuk suami, Adik-adik juga anak-anak mereka.

"Rumah ini gak ada yang berubah, selalu hangat. Sama seperti saat aku pertama kali membuka mata ku di sini." Alta bergumam lirih, menatap interior rumah bintang yang tidak berubah, bahkan setelah delapan belas tahun tidak dia lihat.

Alta membuka kulkas, mengeluarkan berbagai macam sayuran juga ayam, tiba-tiba sekali dia ingin memasak sup ayam kesukaan suami nya juga putra sulung nya. Satu hal lagi yang bisa membuat Alta bertahan membesarkan kedua putra nya adalah karena Candra sangat mewarisi sifat Ares, sedangkan Lintang mewarisi wajah tampan Ares.

"Mas Alta?" Alta mendongak, dia terkejut saat melihat Alden sudah berdiri di hadapannya, sepertinya dia terlalu asik dengan lamunan nya.

"Kok udah bangun Den?" Alden tersenyum.

"Mas kayak gak tau Hadar kalau tidur aja." Alta tertawa, dia sangat ingat dulu Alden selalu mengeluh tentang pola tidur Hadar yang mirip beruang katanya.

"Mas mau masak sup ayam?" Alta mengangguk. Dia melihat Alden ikut mengambil beberapa sayur dan membantu Alta memotong nya.

"Mas, makasih udah mau bertahan sejauh ini." gerakan memotong Alta berhenti saat mendengar ucapan Alden.

"Terima kasih buat apa dek? Harusnya kalian marah sama aku kan? Karena aku pergi dari rumah bintang tanpa pamit." Alden menggeleng.

"Dulu memang kami sempat marah mas, tapi begitu Rion dan Igel jelasin semua nya kami semua paham. Mas cuma mau kami semua, a' Ares, juga anak-anak aman dari mereka kan?" Alta bergerak memeluk tubuh Alden.

"Maafin aku, seharusnya waktu itu aku bertahan sama kalian di sini." Alden lagi-lagi menggeleng.

"Mas udah bener, apa yang mas Alta lakuin dengan bawa anak-anak pergi dari sini itu bener. Aku gak bisa bayangin gimana jadi nya kalau mas tetap ada di sini, aku udah cukup sakit lihat kondisi a' Ares waktu itu, aku bisa gila kalau sampai aku juga lihat mas kayak gitu." Alta tersenyum sendu dan melepaskan pelukannya dari Alden.

"Makasih udah jagain anak-anak waktu aku gak ada di sini Den, makasih juga karena kamu gak kasih tau mereka kemana aku pergi." Alden terdiam, benar, jika kembali di ingat Alden lah yang mengantar Alta ke stasiun saat itu.

"Itu pilihan mas, dan aku bersyukur karena pilihan mas kita semua bisa kumpul di sini."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Candra LintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang