04. Orang aneh

861 118 1
                                        


.
.
.
.
.
Lintang terus bergelayut manja dilengan Candra saat mereka baru saja keluar dari dealer motor, Candra tidak tau apa yang membuat adiknya itu berubah manja seperti ini.

"Kamu ini kenapa sih dek, tumben." Lintang tidak menjawab, dia hanya semakin mengeratkan rangkulannya pada lengan Candra.

"Ayo pulang mas." Candra mengangguk, dia tau pasti ada yang membuat sang adik tidak nyaman saat ini.

"Iya ayo, kita balik ke mobil dulu." Candra menuntun Lintang untuk masuk kedalam mobil, mereka memutuskan pergi menggunakan mobil tadi, karena dealer motornya ternyata cukup jauh. Dan motor yang mereka beli baru akan diantar dua hari lagi.

"Ada orang aneh tau mas, dia ngeliatin kita terus, Lintang serem." tanpa diminta Lintang langsung mengatakan semuanya sesaat setelah mereka masuk kedalam mobil.

"Orang aneh gimana?" Lintang beralih menatap kakak nya yang mulai fokus menyetir mobil.

"Ya aneh, dia ngeliatin kita tajem banget, coba aja kalau tatapan dia ada lasernya udah kena kita mas." Candra tertawa pelan, adiknya itu memang sangat menggemaskan saat sedang menggerutu seperti ini.

"Ya udah gak usah dipikirin, mau langsung pulang?" Lintang mengangguk.

"Pulang aja mas, mas belum minum obat kan?" Candra terdiam, adiknya selalu tau jika dia belum meminum obat nya.

"Iya nanti kalau udah dirumah mas minum." Lintang menghela nafas, dia menatap layar ponselnya yang menampilkan sebuah beranda sosial media.

"Mas, apa kita coba cari adek-adek yanda sama ibun lewat sosmed aja ya? Siapa tau cepet ketemunya, biar mas gak terlalu capek." Candra mengangguk setuju, dia juga sempat memikirkan tentang itu sebelumnya hanya saja dia belum yakin.

"Bisa kita coba nanti dek."
.
.
.
.
.
Lintang lagi-lagi hanya menatap kearah Candra yang tertidur, setelah meminum obatnya tadi Candra memang pamit untuk tidur, tidak masalah untuk Lintang selama Candra tidak kelelahan. Lintang meraih jaketnya dia ingin membeli jajanan diluar, dia juga sudah meninggalkan pesan untuk Candra di bawah ponsel laki-laki itu.

"Mas, Lintang keluar dulu ya, nanti Lintang bawain thai tea tapi cuma dua gelas." Lintang merapikan selimut Candra sebelum melangkah keluar kamar, memastikan pintu tertutup rapat dan Candra anak aman.

Lintang berjalan dengan wajah dingin, ya meskipun dia lebih sering bertingkah manis dan manja saat bersama orang-orang yang dia kenal,  Lintang tetap remaja yang susah untuk didekati.

Lintang beberapa kali melihat kertas bertuliskan lowongan kerja yang tertempel di stand-stand makanan atau pun toko-toko kecil, tapi saat Lintang bertanya jam kerja nya, itu akan membuat Candra kelelahan.

Lintang tidak sadar jika dia sudah berjalan cukup jauh, bahkan dia sudah mendekati jalan utama. Salahkan matanya yang senang sekali melihat hal-hal baru, padahal di Semarang, kota tempat dia dibesarkan pun hal itu ada.

Grep

Tubuh Lintang membeku saat ada yang memeluk tubuhnya dengan erat dari belakang, belum lagi sosok yang memeluknya itu mempunyai tubuh yang lebih tinggi dari dia dan yang membuat Lintang tidak bisa langsung melepaskan pelukannya adalah sosok itu tengah menangis pilu dan menyebut maaf.

"A-anu maaf, s-sepertinya anda salah orang." Lintang akhirnya memberanikan diri melepaskan pelukan orang tersebut.

"Maaf om sepertinya om salah orang, saya bukan orang yang om kenal." Lintang sebenarnya tidak tega mengatakan hal itu pada pria yang tengah menunduk dihadapannya itu. Perbedaan tinggi badan membuat Lintang tetap bisa melihat wajah pria itu.

Candra LintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang