28. Salah paham

631 101 15
                                    


.
.
.
.
.
Ares menghela nafas panjang, setelah mendengar penjelasan Azka tentang kondisi Candra tadi. Rasanya jauh lebih menyakitkan saat mengetahui putra sulungnya menderita penyakit yang sama dengannya dulu. Ares menatap ke kiri, ada Reska yang sudah tidur nyenyak disana. Sebenarnya tadi dia ingin tidur dengan Candra, tapi entah karena apa Reska tiba-tiba memaksa ingin tidur berdua dengannya.

Jika perlu diingat, Ares itu orang yang kelewat peka dengan keadaan sekitar. Dia jelas menyadari bahwa Reska tidak suka dengan kehadiran Candra entah karena apa, padahal selama ini Reska selalu mendukungnya untuk sembuh agar bisa bertemu dengan keluarganya. Ares juga menyadari bahwa Candra terlihat tidak nyaman dengan kehadiran Reska di sisinya, beberapa kali Candra terlihat menunduk atau membuang muka saat melihat Reska bergelayut manja padanya.

Ares memutuskan untuk keluar kamar dengan perlahan, dia tidak ingin membangunkan Reska dan membut dia tidak bisa menemui Candra yang tidur di kamar tamu. Ares kira begitu dia masuk ke kamar tamu dia akan melihat Candra yang tertidur, nyatanya Ares justru melihat ranjang di kamar itu kosong dan pintu kamar mandi yang tertutup.

Cklek

"Yanda?" Ares tersenyum saat melihat wajah terkejut Candra yang melihatnya sudah duduk di pinggir ranjang.

"Kenapa yanda disini?" Ares hanya mengisyaratkan Candra untuk kembali ke ranjang.

"Gak boleh memang kalau yanda mau tidur disini?" Candra menunduk dan menggeleng. Dia mengingat tentang surat titipan Alta untuk dirinya yang diserahkan Igel tadi, disana dengan jelas Alta menuliskan bahwa Candra sama sepertinya. Berarti anak nya itu juga sangat peka dengan keadaan.

"Nanti om Reska marah kalau tau yanda tidur disini." Ares menggeleng, dia meminta Candra untu berbaring sebelum dirinya ikut berbaring.

"Dia gak akan marah sama yanda." Ares mengelus kepala Candra, dulu terakhir kali dia melakukan itu saat Candra masih berusia dua tahum.

"Sudah minum obat?" Candra mengangguk, dia sudah meminum obatnya sejak tadi, jika tidak Lintang akan terus merecokinya dengan pesan.

"Maafin yanda ya, karena gen yanda terlalu kuat sampai bikin kamu sakit." Candra menggeleng, dia memeluk pinggang Ares dan menyembunyikan wajahnya di dasa bidang sang ayah.

"Bukan salah yanda, semua udah takdir." Ares tersenyum, dia tidak menyangka putra sulungnya sangat dewasa.

"Kenapa kamu belum tidur?" Candra merengut.

"Yanda juga belum tidur." Ares tertawa kecil.

"Yanda kan nunggu Reska tidur dulu, biar bisa tidur sama kamu. Jadi sekarang jawab yanda, kenapa kamu belum tidur? Ini udah jam dua loh." Candra menghela nafas panjang, dan hal itu disadari oleh Candra.

"Kebangun, aku mimpi buruk." Ares terdiam.

"Mau cerita sama yanda?" Candra menggeleng, dia terlalu takut jika harus bercerita tentang mimpi buruknya yang sebenarnya adalah ingatan masa lalu nya dengan Septian.

"Gak mau, takut." Ares hanya bisa diam sembari mengelus rambut Candra.

"Kamu suka ngewarnain rambut ya?" Candra mengerjap sebelum mengangguk.

"Kok yanda tau?" Ares kembali tertawa.

"Tau dong, rambut kamu itu hitam, jadi kalau pernah diwarnain pasti kelihatan." Candra kembali mengangguk.

"Tapi Lintang gak suka kalau aku ajak ngewarnain rambut, dia lebih suka rambut hitam." Ares mendengarkan celotehan Candra seperti mendengarkan anak berusia lima tahun bercerita.

"Padahal yanda sama ibun dulu suka ngewarnain rambut loh. Kayaknya kalau yanda pulang nanti, yanda harus ganti warna rambut deh biar gak ketuker sama Lintang." Candra tersenyum.

Candra LintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang