6

655 48 4
                                        

"Selamat dia hamil"

.
.

Beberapa hari berlalu, karna sanji hamil luffy tidak melakukan jatah malamnya dan hanya tidur dengan memeluk calon istrinya itu. Setiap hari ia lalui dengan mengelus perut yang masih kempes dan bercanda mengajak ngobrol calon anaknya kelak.

Berbeda dengan istrinya, luffy melihat kesedihan dan frustasi dari sanji. Luffy sangat marah dan harga dirinya terluka, dia makin kesal karna sanji bertindak seperti sebuah kutukan dengan mengandung anaknya.

Tapi meski ia benar-benar marah, luffy berusaha untuk tidak melampiaskannya pada sanji seperti yang biasa ia lakukan. Ia akan bersabar demi calon anaknya, demi pernikahannya dan demi orang yang ia cintai, sanji.

.
.

"Hallo nak, aku luffy.. Ayahmu"

"Hey, hey jawablah.. Eummmmm" Luffy menempelkan telinganya di perut sanji.

"Eum" Gumamnya karna tidak mendapati suara apapun. Ia lalu melihat sanji yang duduk temenung tak terpengaruh atau terganggu dengan apa yang Luffy lakukan.

"Apa kau mengabaikanku? Sama seperti ibumu.."

"Shishi aku ayah bodoh.. Kau masih gumpalan mana mungkin menjawabku."

"Apa kau perempuan? Jika kau perempuan kau pasti secantik ibumu"

"Jika kau laki-laki kau akan sekuat dirik-"

Sanji tiba-tiba mendorong tubuh Luffy agar menjauh dari perut nya

"Hiks, berhenti! ku mohon hiks" Sanji, terisak menangis air matanya tidak bisa dibendung. Ia menunduk dan menyela air matanya, berharap tangisannya berhenti tapi justru malah semakin keras.

Luffy menatap dingin pada sanji, ia lalu mencengkram tangan sanji yang tadi mendorongnya.

Sanji yang terkejut langsung menatap wajah Luffy. Ia menggeleng kikuk dan tubuhnya gemetar cemas. Sanji sangat takut jika Luffy sudah menunjukan ekspresi dingin. Ia ingin bicara, sanji membuka mulutnya dengan payah tapi tidak ada suara yang muncul.

Sanji semakin terkejut dan kedua bola matanya terbuka, ia juga berhenti gemetar sesaat. Takala merasakan jari dingin di pipinya yang bergerak lambat menelusuri wajahnya yang pucat.

Ia takut dan langsung menutup rapat matanya, juga menggigit bawah bibirnya. Lalu bisa ia rasakan Ibu jari dingin menekan dagunya kebawah membuat bibirnya terbuka.

Sesuatu yang kenyal juga basah tiba-tiba menempel pada bibirnya. Itu lidah luffy bergerak dibibir atas dari kiri ke kanan lalu meluncur ke bibir bawah dan masuk tanpa permisi kedalam mulutnya.

Sanji membuka matanya sedikit, wajah Luffy tepat didepannya sedang terpejam karna menikmati mencium dirinya.

Luffy menahan tengkuk sanji dan ciuman itu semakin dalam, tapi begitu lembut. Sanji terengah-engah ia mulai kehilangan oksigen. Air matanya masih keluar tapi tidak ada isakan sekarang.

Tubuhnya yang gemetar juga tenang karna sentuhan lembut Luffy. Sanji memeluk Luffy tanpa sengaja. Luffy lalu mendorong sanji untuk merebahkan dirinya.

"Hmph, huh huh huh" Ciuman itu selesai, benang saliva yang baru membentuk jembatan langsung terputus. Luffy menatap dalam sanji, jujur saja sanji tidak tau arti tatapan itu.

Luffy membaringkan tubuhnya disebelah sanji, mendekap dan membuat posisi tidur yang nyaman baginya, tapi ia tidak lupa ingin memberikan kelembutan dan kehangatan bagi sanji. Ia mengelus kepala sanji yang berada di bahunya. Ia juga mencium keningnya dengan lembut.

Tanpa berkata apapun Luffy memberikan kenyamanan dengan sabar agar sanji merasa nyaman dan aman. Sampai akhirnya sanji tertidur dengan wajah yang tenang setelah sekian lama.

.
.

Luffy melihat wajah tenang itu, dan mengusapnya lembut. "Aku selalu tidur duluan, sampai tidak memperhatikan kalau kau selama ini sulit tidur"

Ia menatap kantong mata hitam sanji yang menebal, menyentuhnya dengan jari sangat hati-hati. "Kenapa kau sangat rumit sanji, apa sebenci itukah kau mempunyai anak dariku?"

"Anak ini akan lahir sanji, dan kau tidak akan bisa pergi dariku"

Luffy hari ini ingin tidur lebih terlambat, menikmati deru nafas dan wajah tenang milik sanji. Sudah lama rasanya wajah yang sinis itu hilang berganti rasa takut saat menatapnya.

Dulu sanji sangat galak padanya tapi kini hanya dengan menatapnya sanji gemetar takut dibuatnya. Luffy tidak benar-benar menginginkan hal itu hanya saja jika tidak seperti ini dia tau sanji akan pergi darinya dengan mudah.

Ia diajari dengan pemaksaan sedikit maka apa yang ia inginkan akan didapatkan. Itulah mengapa ia memperlakukan sanji seperti sekarang. Sifat egoisnya sudah ada sejak ia kecil.

.
.

Pagi ini sanji bangun dengan segar, ia bersyukur karna tidak ada siapa-siapa disana sampai akhirnya seseorang masuk. Itu nami.

"Salamat pagi tuan sanji, aku senang karna anda tidur nyenyak hari ini" Senyum nami secerah mentari pagi yang hampir sanji lupakan seperti apa gambarannya. Karna entah sudah berapa lama kulitnya tidak tersentuh matahari dan merasakan rasa hangat dari cahaya itu.

Sanji tidak menjawab nami, yah dia selalu seperti itu dia tidak mau repot berbicara dengan siapun. Karna sebaik apapun, mereka anak buah Luffy dan tidak akan membebaskan dirinya dari sini.

Sanji merasa aneh, hari ini nami tidak memakaikannya piyama sutra merah seperti biasa. Dia memakaikan sanji kaus panjang tipis berbahan dingin dan celana nyaman berbahan lembut. Nami menambahkan cardigan tipis untuk melengkapi penampilannya.

.
.

"Anda sangat manis" Celoteh nami, meski ia tau bahwa orang yang selalu ia ajak bicara ini tidak pernah menjawabnya, nami tetap berusaha. Ia bersimpati pada sanji dengan caranya.

Nami tau bagaimana sifat egois dan pemaksa Luffy, karna ia sudah menjadi pelayannya sejak kecil. Maka dari itu ia sangat bersimpati pada sanji. Sebenarnya ia berharap sanji tunduk saja dan menurut pasti Luffy tidak akan menyakitinya. Tapi seolah takdir adalah lelucon Luffy yang egois dipertemukan dengan orang yang sangat keras kepala seperti sanji.

.
.

"Apa dia sudah siap nami" Suara mengintimidasi masuk.

"Yah"

Luffy menggendong sanji menuju kursi roda. Ia memperhatikan sanji mengeratkan tangannya dengan kuat pada baju Luffy.

"Kita hanya akan keluar sebentar aku tidak akan menyakitimu"

Nami yang mendengarnya tersipu entah kenapa, baru ia lihat mata Luffy yang dalam menatap seseorang dengan suara yang lembut.

Sanji tidak berkata apapun dan hanya melemaskan tubuhnya. Tidak banyak yang bisa ia lakukan. Ia hanya bisa percaya bahwa Luffy tidak akan menyakitinya meski kedepannya mungkin itu hanya sebuah kebohongan.

Suara nyaring rantai baru mengelilingi kakinya yang disambungkan dengan kursi roda. Lalu rantai yang selama ini menempel pada kakinya dilepas.

Luffy mendorong kursi roda itu perlahan keluar, nami berjalan dibelakang mereka. Nami sempat menawarkan agar ia yang mendorong kursi sanji tapi Luffy menolak karna ia yang ingin mendorongnya sendiri.

.
.

Brak!!!!!

"Apa maksudnya ayah? Dia sudah hamil kenapa kau masih menundanya"

"Kau lupa?"

Luffy hanya diam dengan wajah merah menahan amarah. Tidak, Luffy tidak lupa hanya saja ia benar-benar tidak sabar. Berharap ayahnya mengerti keinginannya.

Sanji menunduk tidak terpengaruh, ia tidak sadar sedang ditatap dalam oleh orang yang berada di sebrang kursinya.

"Sanji" Ucap lirih sosok itu pada pria berambut pirang di depannya.

Tbc

https://trakteer.id/@jusmine91

Fake Face (Luffy x Sanji) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang