Semua ornamen berkelas hilang dalam sekejab dan halaman rumah tua itu kembali asri menjadi terasa kosong. Sanji santai di dalam rumah kayu tua itu dengan secangkir ocha yang sudah dingin dan tak beraroma. Melamun dengan linglung, pikirannya kosong dia sudah kelelahan dengan energi dan karisma dominan dari tuan Garp kakek Luffy.
Task! Suara pintu terbuka angin dari luar masuk dengan percikan air yang menghantam wajah Sanji.
Ternyata diluar hujan deras tak ia sadari didalam rumah tua yang ia tutup rapat serapat kesadarannya pada sekitar, Luffy datang dengan basah kuyup tapi wajahnya tak selusuh penampilan dia begitu sumringah tertawa lepas khas keras mengalahkan suara angin kencang dan hujan deras, seolah ini hari yang hebat. Tapi sanji tidak peduli apa yang membuat pria ini sebahagia itu.
Sanji berdiri, "dimana... Dimana Miko?"
...
Berlari dengan gila memakai jas plastik yang robek bagai memakai sampah pada tubuhnya semakin buruk karna dia baru saja terjatuh diatas lumpur basah yang lengket.
Dia berteriak di tengah hutan gunung, "Miko!!! Miko!!!!!"
Memanggil anaknya yang ia tak tau ada dimana. Wajah yang basah dengan air hujan dan air mata, lidahnya merasa asam dan tak nyaman meminum air hujan dan merasakan anehnya rasa tanah lumpur.
"He hiksss Miko"
Lelah sambil menangis, dia sudah berlari mungkin 30menit sampai 1 jam di tengah hujan deras, suhu yang dingin dan medan berlari yang tak pernah terbayangkan olehnya untuk berada disana dalam kondisi yang kacau.
Sebelumnya dia baru saja melayangkan tamparan keras pada pria bajingan yang baru saja meninggalkan bayi kecilnya di hutan.
Membayangkan kulitnya yang ditusuk udara dingin, dia bahkan tidak tau apakah anaknya itu sudah makan? Apa dia memakai pakaian hangat, tidak! apapun yang dipakai saat ini tidak mungkin menyelamatkannya dari kedinginan dan kebas karena air hujan.
"MIKOOOOOOO" Suara yang penuh dengan keputus asaan. Tidak peduli jika pita suaranya putus saat itu juga sanji benar-benar berteriak melewati batas kemampuannya.
"huh.. huhh... MIKOO!! INI IBU KAU DIMANAAAA!!!!" Dia melupakan ia bukan ibu dalam gendernya.
Kaki itu melangkah lagi dengan putus asa, tergelincir dengan sial jatuh ketebing dangkal. Terguling sampai terperosok lebih dalam. Sayangnya, betisnya tertusuk ranting menembus bagian daging.
Kepala sanji bersamaan menghantam tanah keras yang becek, menenggelamkan seperempat wajahnya dalam air lumpur. Otaknya menghendaki tangan itu bergerak menopang berdiri dan kakinya kembali berlari tapi itu hanya ilusi konyol dalam keadaan menyedihkan.
Sanji mengutuk Luffy dalam hatinya mencabik dan membunuhnya dalam kepala lalu menangis mengingat wajah mikonya yang mungil putih dan tampan, yang tidak menangis saat mereka berdua terjatuh di taman rumah belakang beberapa waktu lalu.
"Apa ibumu ini hanya terus menyakitimu?" Air mata itu keluar bersama mata yang kehilangan cahaya dan redup. Tubuh dingin itu sendirian di hutan dan dijatuhi air hujan deras bagai terasa ditusuk ribuan jarum pada kulit yang mati rasa.
...
Mereka menyebutnya sebagai tradisi keluarga, tapi itu hanya hal gila yang dilakukan orang-orang tidak waras.
Apa yang dia harapkan seharusnya sejak melihat foto-foto itu Sanji perlu sadar bahwa pendidikan keluarga ini segila isi kepala mereka yang diluar nalar manusia normal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Face (Luffy x Sanji) - END
Фанфикlanjutan dari side story jiji ----- pria simple ceria yang sanji kenal berubah kejam bagaimana nasib sanji selanjutnya? ----- pict dari pinterest character milik oda sensei jiji minjem character kalo ooc maaf yah. disaranin baca dulu di side stor...