15

252 24 6
                                    

Sejak hari setelah pertemuan singkat dengan Luffy. Nami melihat Sanji tetap beraktivitas normal. Dia masih sering membaca dan menghabiskan waktu tenang. Meditasi atau sekedar menikmati hari ditaman.

Dia benar-benar melewatkan sesuatu...

ketika hari melahirkan datang dan tangisan yang seharusnya menjadi hari bahagia. Menjadi dua tangisan yang begitu menyayat hati.

Masih dalam keadaan pasca melahirkan, bukannya memeluk bayi dan menyusuinya untuk pertama kali, Sanji menangis keras sambil meminta hal yang mustahil.

"Tidak! Kembalikan!!! Kembalikan kataku! Dia dia belum boleh lahir! Belum boleh ARGH Heu" meracau dan histeris hingga keluar dari tempat tidurnya, ia juga tidak sengaja melukai diri sendiri.

Ruangan menjadi kacau, bayi Sanji menangis keras, dia baru mengenali dunia luar kehangatan ibunya adalah yang ia perlukan sebagai rasa aman.

Tapi ibunya sedang tidak dalam keadaan baik, menangis dan meracau lebih merasakan ancaman. Dirinya saja tidak dapat mengendalikan diri, bagaimana bisa memberi rasa aman pada bayinya.

Nami membeku sampai tidak bisa melakukan apapun, dia pelayan muda yang belum pernah menangani orang melahirkan. Dan saat ini hanya dirinya yang tersisa menemani Sanji. Dokter dan ners saja kewalahan apalagi dirinya.

Menggendong bayi kecil yang bahkan belum diberi nama, bersama ners mereka dianjurkan menunggu diluar.

Nami berada dikoridor ruangan, dengan masih menatap sanji khawatir. Sosoknya sangat berbeda, matanya penuh kemarahan dan waspada, seolah semua orang di sana adalah orang berbeda yang selama ini Nami rawat.

Raut Sanji marah, dan memberi ancaman jika tidak bisa memenuhi keinginannya. Tapi itu mustahil, bagaimana bisa memasukan kembali bayi yang sudah lahir.

Sebenarnya melihat kondisi Sanji Nami juga merasa takut. Ia mendekap bayi lebih erat tanpa sadar.

"Ayo kemari" Saut Ners agar mereka menjauh sedikit dari ruangan. Ruang bersalin itu luas dan koridor juga besar tapi raungan tangis sanji terdengar sampai beberapa ruang. Untung saja tidak banyak yang melahirkan dan terganggu dengan itu.

Dari celah pintu yang hampir tertutup, Nami melihat Sanji dipegangi dua ners yang mengunci pergerakannya. Lalu dengan salah satu dokter yang seperti siap akan sesuatu.

Itu suntikan, sanji menatap dokter dengan marah dan berontak ners dibuat kewalahan. Tapi cairan itu berhasil masuk, dan Nami melihat pria itu lemas dan pingsan.

"Tuan.." Nami akan masuk kembali dan merasa khawatir.

Ruangan menjadi tenang, ners mulai melemaskan tubuh mereka yang tegang. Setidaknya mereka bisa lega dan dapat berpikir sekarang, tidak seperti saat situasi gawat tadi.

Tapi ruangan itu sudah tidak layak bagai di serang topan. Langkah pertama perlu memindahkan pasien juga bayinya.

"Tenanglah, kami hanya memberi penenang padanya. Saat ini sangat berbahaya karna sang ibu berusaha menyakiti dirinya.."

Berganti ruang, dan sanji yang sudah terbaring dengan tenang. Nami menyimpan bayinya sebentar agar bisa merasakan suhu sang ibu.

Bayi yang menangis keras, dengan keajaiban berhenti dan seolah lega.

"Dokter apa yang sebenarnya terjadi?" Nami bertanya tanpa sadar dengan suara yang begitu bergetar.

"Kau pasti terkejut.. Sigh.. ini memang kasus yang jarang ditemui, tapi bukan berarti tidak pernah, diagnosis pertama untuk saat ini... mungkin tuan sanji mengalami baby blues."

"Baby blues?"

"Itu sindrom yang biasa terjadi pada ibu yang melahirkan, biasanya akan terjadi 2-3 hari pasca melahirkan.. Tapi kami akan pastikan kembali karna jarang terjadi pada saat tepat baru melahirkan.. Dimana tuan Luffy? kurasa lebih baik untuk mengatakannya langsung pada pasangannya"

"Bisakah anda mengatakan pada saya saja apa yang diperlukan? untuk saat ini tuan Luffy tidak bisa hadir.. Dan kami belum tau pasti kapan akan kembali"

"Astaga itu sedikit gawat, Tuan sanji sudah mengalami depresi saat kehamilan.. Dan sepertinya lebih buruk, tuan sanji merawat diri dengan baik tapi celah kebutuhan pasangan mejadi sangat besar tanpa disadari."

"Jadi selama ini tuan sanji kesulitan.."

"Benar.. Maafkan aku, kita selama ini sangat terfokus bagaimana agar bayinya selamat tapi tidak memikirkan kemungkinan sang ibu yang merasa tertekan."

"Anda benar... Lalu apa yang perlu saya lakukan?"
Nami merasa bersalah.

"Untuk saat ini tolong lebih perhatian saja, dan kita akan liat kondisi tuan sanji setelah bangun.. Munkin bisa jadi itu bukan baby blues hanya shock biasa karna belum siap melahirkan." Ucap Dokter.

Nami mengangguk mengerti.

Apa yang tidak Nami ketahui bahwa sejak awal struktur tubuh pria dan wanita berbeda, pria mungkin tahan secara fisikx menangani masalah kekuatan mereka akan lebih unggul tapi penderitaan... rasa sakit dari penderitaan wanita jauh lebih dapat mengatasinya.

Rasa sakit saat bayi memberontak, menendang perut ibu dari dalam. Wanita akan kesakitan dan tidak tahan untuk bisa sekedar tidur, mual, pusing, perubahan hormon, bahkan sesak bernafas. Namun, pengelolaan luapan emosi jauh lebih baik.

Pria hamil tidak dibekali mekanisme yang sama, mereka lebih rentan dengan hormon yang jauh lebih tidak stabil saat mengalami kehamilan. Emosi mereka cenderung tertahan.

Selama ini sanji menahannya sendirian, dia menahan saat anaknya secara kasar berontak merindukan ayahnya. Menenangkan bayinya dalam kamar gelap menunggu tanpa tau sampai kapan.

Dia lebih menjadi sensitif, namun mengubur semua emosinya menjadi sesuatu yang tak boleh ia luapkan.

Bayinya bisa ia tenangkan, tapi dirinya yang juga merasa sesak dan sendirian pada siapa dia perlu bersandar. Dia sudah mulai menerima kehamilan yang sejak awal tidak ia inginkan, tapi semua tidak berjalan dengan baik dan kekhawatiran lama muncul menjalar lebih besar.

Sanji tertekan tanpa sadar kelelahan secara mental dan menggerogoti fisiknya sedikit demi sedikit, dia semakin takut jika dia tidak pantas menjadi ibu. Tidak ada yang dapat memberi taunya dan tidak ada yang menjadi panutannya.

Kemana dia harus meminta bantuan, Luffy tidak ada di sampingnya. Dan dia tidak memiliki siapapun.

Tubuhnya mati rasa yang Nami anggap meditasi itu dia lebih sering melamun, dan Sanji bergerak sesuai naluri terakhirnya. "Dia tidak boleh menyakiti bayinya, dia harus melindungi bayinya dan bayinya harus lahir dengan sudut pandang yang indah"

Makan, membaca, berjemur selayaknya mesin yang sudah diprogram. Dia tidak ada bedanya hanya sekedar alat untuk memproduksi keturunan.

Nami tidak memperhatikan, ia tidak melihat Sanji yang semakin lama kehilangan dirinya.

Tidak ada yang mengatakan "dia harus sehat karna dirinya"

Yang ada "dia harus sehat karna bayinya"

Ketika duduk sendirian dengan buku terbalik, sofa basah dengan rasa nyeri yang teramat menyakitkan. Wanita hamil akan memberi rambu dirinya akan siap melahirkan.

Tapi Sanji tidak mampu lagi berpikir, ditengah kesakitan bukaan melahirkan, harap cemas yang biasanya hal normal. Gelisah yang mengganggu tapi juga mendebarkan menunggu kelahiran. Dia hampir tidak dapat menalar itu semua.

"nami..." Sanji hanya lirih dengan sisa kekuatan, bahwa ternyata untuk memanggil orang saja begitu kesulitan.

"perutku....sakit" Untungnya nami tidak jauh, dan bisa membantu tepat waktu. Wajah itu terlihat tak berwarna dan cenderung pucat biru, dengan cairan dan tetes darah tipis yang tertera di lantai.

Nafasnya sulit dengan mata yang hampir tidak mampu melihat ruangan, Sanji memang merasa semuanya sudah berputar dikepala. Mual tak tertahankan. Keringat dingin yang sudah memandikan dirinya.

Sanji tidak tau apa yang terjadi selanjutnya, dan saat bangun anaknya sudah lahir tanpa waktu untuk ia bersiap.

Saat sanji membuka mata Luffy di samping dengan bayinya yang tenang dalam gendongan.

Tbc.

Jangan lupa vote komen dan follow ❤💛

https://trakteer.id/@jusmine91

Fake Face (Luffy x Sanji) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang