13

330 30 2
                                    

Dua bulan berlalu begitu cepat, Sanji sudah kembali dapat berjalan leluasa dengan kedua kakinya. Dia sering kali berkeliling rumah agar tak bosan berada dikamar.

Dia juga melakukan itu semata-mata agar fisiknya kuat menjelang hari kelahiran yang semakin dekat.

Hubungannya dengan Luffy membaik, tapi lebih tepatnya pria itu sangat disibukan oleh urusan hotel yang tidak ada habisnya. Jadi mereka tak memiliki banyak interaksi.

Bahkan janji untuk membawa Sanji keluar kembali mencari keperluan bayi mereka mungkin tak akan terlaksana. Sanji bahkan ragu luffy dapat mendampinginya melahirkan.

Rumah juga sangat kosong sejak Vivi dan Ace memutuskan untuk pindah ke luar negeri dan mengurus bisnis disana.

Dirinya yang masih belum berstatus resmi bagian dari keluarga Monkey D bagai tuan rumah. Terkadang rendah diri muncul karna siapa dirinya yang seolah memiliki seluruh bagunan luas itu sendirian dan menyebabkan ia tak napsu melakukan aktifitas.

Tapi mengingat bayi yang sedang menantikan kehidupan lain darinya ia akan kembali bersemangat. Toh dia akan menjadi istri Luffy benar?

Hari ini setelah berjalan-jalan dirumah dan melakukan olah raga sedikit, ia beristirahat. Tubuhnya semakin lama semakin berat dan sangat sulit untuk sekedar duduk.

Dibantu Nami ia membersihkan diri dari keringat lalu bersantai diruang baca membuka beberapa buku agar anaknya belajar bersama.

Kehidupannya berulang dengan penuh ketenangan, fasilitas rumah tak ada yang kurang dan akan selalu ada pelayan yang mendampingi untuk membantunya.

disatu sisi ia bersyukur tapi dalam benaknya muncul banyak kekhawatiran.

Hari berikutnya dokter datang memberi pemeriksaan, dia bilang bayi sangat sehat dan memuji sanji yang sangat telaten merawat diri.

Meski begitu ia tetap memberi saran untuk mengendalikan emosi stressnya dan berusaha untuk tidur dengan cukup. Apalagi ini semakin dekat dengan kelahiran sang bayi.

Sanji mengangguk menurut, wajah sedih terukir jelas darinya.

Stress ini sebenarnya berasal dari rasa sepi. Entah sanji atau anaknya, tapi setiap malam Sanji benar-benar menginginkan kehadiran Luffy. Baik yang cerewet berbicara atau sentuhan jahil dari tangannya.

Dia hanya bisa mengelus perut dan dalam benaknya berujar "sabar yah nak".

Dia tau Luffy akan datang padanya, pria itu begitu mencintainya jadi artinya jelas mengapa ia tak kunjung pulang, bahwa pasti pekerjaan saat ini benar-benar tak bisa ia tinggalkan. Yah... mungkin.

"terima kasih dokter" ucap Nami yang mengantar keluar pria berjas putih itu.

"yah, ada baiknya jika dia mendapat stimulasi kegiatan yang lain dari aktivitas biasanya. itu akan membantu meningkatkan suasana hatinya"

"baik terima kasih atas sarannya dok" angguk Nami.

Dari awal pria manis itu tak banyak menuntut dan sangat baik, Nami tau dia pasti sedih karna sang tuan yang tak kunjung pulang.

Tapi bahkan Sanji tak mau menelphone karena takut menggangu. Nami sendiri juga tidak bisa menggangu ia mendapat kabar dari Coby bahwa situasi perusahaan tuan Dragon sedang penuh pekerjaan apalagi dengan kepergian Ace.

Tentu saja Luffy terkena dampak untuk membantu sang ayah menyelesaikan semua.

"Tuan Sanji"

"eum?"

"apa ada yang ingin ada lakukan?"

"tidak ada Nami, semua sudah cukup" pria itu tersenyum hangat pada Nami.

Fake Face (Luffy x Sanji) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang