Acara PAMB dimulai dengan kata sambutan dari rektor kampusku kemudian setiap fakultas akan menjelaskan keunggulan mereka melalui salah satu orang sebagai perwakilan.
Aku memperhatikan semua pembicaraan yang ada. Dari mulai hal-hal kecil, hingga hal-hal penting.
Ternyata PAMB tidak seburuk apa yang orang-orang pikir. Ospek yang menyeramkan atau malah melelahkan itu tidak ada sekarang. Kami hanya duduk dengan santai tanpa perlu takut lelah bahkan kami sekarang berada di dalam gedung, bukannya panas-panasan di luar.
Tak lama kemudian, segerombol orang datang. Aku yakin mereka sama sepertiku, MABA yang tidak tau apa-apa. Namun, mereka digiring untuk masuk ke gedung bahkan mereka duduk di antara kami yang tengah duduk di lantai. Alhasil kami saling merapatkan duduk kami, agar MABA yang masuk dapat duduk.
Aku cukup terkejut karena mereka ternyata menggunakan atribut lain yang berbeda dari yang ku pakai. Aku hanya menggunakan pita jingga. Namun mereka, menggunakan pita biru.
Teriakan demi teriakan terdengar dari belakang, tepatnya di pintu masuk. Seseorang kini tengah berbicara menggunakan megafon. Menyeruakkan suaranya. Namun sayang, aku tidak jelas mendengarnya. Apa yang mereka sampaikan juga apa yang mereka inginkan.
Kakak tingkat lain yang sebelumnya membantu acara, menenangkan kami. Mungkin, mereka pikir akan ada sesuatu yang terjadi sehingga akhirnya membuat kami ketakutan.
Aku kembali menoleh ke arah belakang, tempat dimana seseorang yang berbicara menggunakan megafon itu berada. Namun, kakak tingkat yang mengurus PAMB pun menyuruh kami untuk kembali fokus pada acara.
Semakin lama, suara mereka semakin mendekat. Ternyata mereka ingin maju ke panggung. Namun, segera dihalangi oleh kakak-kakak tingkat yang lain.
Entah mereka tengah berakting atau tidak. Namun, kejadian itu sedikit banyak membuatku ngeri. Apalagi setelah orang-orang itu maju. Suara mereka terdengar begitu kuat hingga aku menutup telingaku.
Jujur, aku memiliki rasa takut berlebih pada suara keras. Hal itu membuatku gusar jika mendengar suara keras, bahkan aku tidak menyukai suara hujan.
Feni yang berada di sampingku pun langsung memelukku, berkali-kali dia menenangkanku hingga akhirnya orang-orang tadi di bawa keluar dan acara kembali dilanjutkan.
"Kamu enggak papa kan?" tanya Feni padaku. Aku tersenyum kecil sembari mengangguk. Memang masih ada rasa takut di benakku. Namun, tidak sebesa tadi.
Tak lama kemudian, beberapa orang naik ke atas panggung dan menampilkan tarian yang aku pun tak tau namanya. Aku menikmati tarian tersebut karena sungguh menarik di pandangan.
Setelah empat jam berlalu, akhirnya acara pun nyaris selesai. Namun, sebelum itu kami diajak untuk berfoto. Tentu wajahku tidak akan terlihat jelas di antara banyak orang itu dan juga ternyata karton yang kami bawa itu untuk membuat nama universitas kami.
Dari atas akan ada yang memotret kami dan mungkin foto itu akan bisa aku lihat dalam beberapa hari kemudian. Seluruh peserta acara PAMB pun keluar, aku dan Feni memutuskan untuk keluar terakhir karena MABA yang hadir sangatlah banyak.
Di luar, banyak stand makanan yang bisa kita beli dan ada beberapa pameran mengenai organisasi kampus. Aku tidak bisa melewatkan semua itu. Maka, aku mengajak Feni untuk lihat-lihat ke sana.
Beberapa stand bahkan menjual cendra mata kampus. Mulai dari gantungan tas, cermin juga stiker dan aku memborong semuanya. Kapan lagi aku bisa membeli barang-barang itu.
"Mau nggak?" tawarku pada Feni.
Sahabatku itu menggeleng pelan, karena memang dia tidak terlalu suka hal-hal semacam itu. Aku pun segera membayar barang yang aku beli dan beranjak ke tempat lain.
Aku datang ke stand makanan. Sebenarnya kami tadi di beri makanan. Namun hanya makanan ringan yang kami dapat, sehingga kami masih kelaparan.
"Mau nggak?" tawarku lagi pada Feni. Namun, wanita itu akhirnya mau. Sepertinya, dia juga lapar.
Aku dan Feni akhirnya membeli Takoyaki karena kami berdua sama-sama menyukai makanan itu. Sebenarnya, kami berdua memang tidak pilih-pilih masalah makanan. Tetapi ada satu hal yang membuat kami berbeda soal makanan, yaitu aku tidak suka pedas. Namun, Feni sangat menyukai pedas.
Nyaris 10 menit aku dan Feni menunggu Takoyaki kami selesai. Akhirnya, makanan itu jadi juga. Kami membawa makanan itu dan melihat-lihat stand lain.
Saat jalan, kami bertemu dengan Bona lagi. Wanita itu berjalan sendirian dan kami pun mengajaknya untuk jalan bersama.
"Jadi, sendirian dari tadi?" tanyaku sembari menatap ke arah Bona.
"Iya, dari dalam juga sendirian tadi."
"Ihh, coba tau. Tadi barengan ya kita. Ya sudah, aku minta nomor kamu deh. Biar kita bisa saling kabar-kabaran."
Aku segera mengeluarkan ponselku dari dalam saku almamater. Hari ini, memang kami diwajibkan untuk menggunakan almamater. Di dalam almamater, kami memakai kemeja putih dan rok hitam bagi perempuan. Tetapi untuk laki-laki, menggunakan celana hitam.
"Oh iya, kamu Ekonom nanti sesi berapa?" tanyaku tiba-tiba, karena memang aku dan Bona satu fakultas bahkan satu jurusan.
"Ekonom nanti aku dapet sesi satu, kalau kamu?"
Bona menatap ke arahku. Namun, aku malah menatap ke arah Feni yang berada tepat di samping kanan ku.
"Tuh, kamu barengan sama Bona."
Aku menyenggol lengan Feni dengan sakuku. Namun, wanita itu hanya terdiam tanpa merespon apapun.
"Loh, Feni sesi satu?" tanya Bona pada Feni. Namun, pertanyaan wanita itu malah aku yang menjawab.
"Iya, dia sesi satu. Berarti sama kamu dong. Kalau aku sesi ke dua."
Tanpa sadar aku menampilkan wajah sedihku karena nanti, aku harus benar-benar bisa bergaul agar mendapat teman. Dua hari tentu waktu yang lama, jika aku tidak mendapatkan teman. Sepertinya, aku akan gila.
Aku memang sangat tidak bisa jika sendirian. Aku harus memiliki teman yang bisa kuajak berbincang. Tetapi nanti, aku harus sendirian.
"Yah, sayang banget."
Wajah Bona berubah sedikit kesal, karena mungkin dia ingin satu sesi denganku. Namun, apa yang bisa kita buat sekarang.
Aku menepuk lengan atas Bona dan tersenyum ke arahnya, "Nggak papa kok, kan kita satu kelas juga nanti."
Memang benar, aku dan Bona sama-sama memilih kelas C, yang berarti kami akan satu kelas selama satu semester.
Aku tentu bisa bernafas lega, karena setidaknya aku mengenal satu orang. Walau, aku bisa berteman dengan cepat. Namun, siapa yang tau akhirnya. Bisa saja aku tidak mendapat teman bukan?.
Akhirnya, aku dan Feni pun memutuskan untuk pulang. Namun sebelum itu, kami berfoto dulu. Aku juga mengajak Bona untuk berfoto bersama denganku.
Membuat kenangan, memang paling benar untuk saat ini karena kelak foto-foto itu akan membuat kita tersenyum saat mengingatnya.
***
Wahh, PAMB Dee udah selesai loh..
Bab selanjutnya, Dee bakal Ospek Fakultas.
Gimana ya kelanjutannya?
***
Jangan lupa tinggalin jejaknya yaaa.
***
Terima Kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manis Things (END)
Teen FictionNomor Peserta : 041 Tema yang diambil : Campus Universe Blurb : Siapa bilang kuliah itu mudah? Kuliah sangat menyita waktu dan juga perasaan. Nyaris seharian bahkan jika bisa bermalam di kampus, mungkin sebagian mahasiswa akan lakukan. Bergerak cepa...