Bab 40 - Semester 3 -

6 2 0
                                    

Tidak seperti hari-hari lainnya saat kuliah, hari ini aku harus menjemput Rai karena motor pria itu rusak kembali entah karena apa. Untungnya, Dira telah dijemput oleh pacarnya yaitu Deon sehingga aku tidak perlu menjemput wanita tersebut.

Setelah sampai di depan kost Rai, aku langsung menghubungi pacarku itu agar cepat turun karena jika aku naik ke atas. Rai akan mengulur waktu lagi.

"Hallo, Rai, aku udah di parkiran," jelasku setelah Rai mengangkat teleponku.

"Naik dulu bentar," jawab Rai yang langsung membuatku menghela nafas.

"Rai, ini udah jam berapa. Cepetin, kalau lama aku tinggal ya."

"Iya, iya bentar."

Rai mematikan panggilan telepon kami dan tak lama kemudian pria itu turun dari lantai dua kostnya.

Wajah Rai terlihat masih ngantuk dan hal tersebut membuatku curiga.

"Kamu semalem tidur jam berapa?" tanyaku penuh selidik karena aku tidur cepat kemarin. Tentu aku tidak tau pacarku itu tidur jam berapa.

Rai tidak menjawab. Namun, pria itu langsung naik ke atas motor dan menyalakannya.

Aku masih terdiam menunggu jawaban pacarku itu dengan tangan yang sengaja ku lipat di depan dada.

Rai yang merasa bahwa aku masih belum naik pun segera menoleh dan terkejutnya dia saat melihat wajahku yang tengah marah.

"Ayolah, cepetan."

"Kamu tidur jam berapa semalem?" tanyaku lagi yang langsung membuat Rai berdecih.

"Jam satu. Udah aku jawab kan, ayo cepetan naik."

Aku kemudian naik ke atas motor dengan keadaan marah. Sebelumnya pria itu selalu mengatakan padaku untuk tidak begadang, tetapi ternyata malah dia yang mengingkarinya.

Selama perjalanan, aku tidak membuka pembicaraan. Aku terdiam sembari menikmati kampus yang sudah ku rindukan. Walau baru satu tahun. Namun, aku sangat senang saat pergi ke kampus. Suasana ramainya mungkin akan membuatku rindu.

Setelah sampai di kampus, aku segera turun dari motor dan menemui teman-temanku yang ternyata menunggu di depan gedung belajar.

"Lama banget astagfirullah," oceh Dira saat aku sudah berada di dekatnya.

"Sorry, tuh Rai lama banget soalnya aku tungguin dulu."

Dira tersenyum kecil sembari menggodaku, "tau deh, yang udah pacaran."

"Apaan sih, diem," ucapku sembari meletakkan jari telunjukku di depan bibir.

Hanya teman-teman dekatku yang tau bahwa aku dan Rai sudah pacaran karena jujur, akan susah jika tidak memberitahu mereka tentang kebenaran itu. Hmm, untungnya mereka memberi dukungan penuh pada hubungan kami.

"Ayuk masuk kelas, entar nggak dapet kursi lagi," ajak Bora sembari menarikku dan juga Dira.

Keempat teman pria kami mengikuti dari belakang. Tentu mereka tidak bisa lepas dari kami. Di sana ada pacarku dan juga Dira. Hmm, kira-kira Bora akan bersama siapa ya? Kalaupun bukan dengan teman-teman pria kami setidaknya wanita itu harus memiliki pacar agar tidak kami godain terus hehe.

Saat masuk, aku cukup terkejut karena kursi yang ada sudah nyaris terisi penuh. Alhasil, kami bertujuh memutuskan untuk duduk di barisan terakhir. Tapi, kali ini para pria duduk di paling belakang dan para wanita duduk di depan mereka. Satu baris hanya bisa terisi 5 orang setiap sisinya dan kini kami mengambil sisi kanan dekat dengan dinding.

Rai memajukan kursinya hingga sampai mentok di belakang kursiku. Aku cukup terkejut saat mendengar suara ketukan saat kursi kami bertemu.

Aku menoleh dan melihat Rai yang tengah menyodorkan telapak tangannya padaku. Aku tentu tau apa yang dia inginkan, yaitu ponselku.

Dengan malas aku memberikan ponselku itu padanya dan tak lama kemudian dosen datang untuk mengajar. Ternyata semester kali ini, para dosen lebih rajin datang di awal pertemuan. Mungkin mereka mau mengejar perkuliahan yang sebelum-sebelumnya hancur karena kekurangan waktu.

Mata kuliah kali ini agaknya membuatku sedikit pusing. Aku pun kembali membaca silabus KRS yang diberikan saat masuk kuliah dulu, ternyata semester kali ini ada banyak mata kuliah yang tidak pernah ku dengar namanya. Sebisa mungkin aku harus belajar terlebih dahulu sebelum mata kuliah tersebut masuk.

Tadi, saat belajar. Tidak ada satupun pembahasan yang dosen jelaskan masuk ke dalam otakku entah karena otakku yang loading atau malah penjelasan beliau yang kurang dapat ku pahami.

Aku mendesah karena bingung. Di sampingku, Dira langsung menatap ke arahku dengan tatapan herannya.

"Kenapa?" tanya Dira dengan dahi mengkerut.

Aku menggeleng pelan, "nggak papa, cuman pusing aja."

Bora yang berada di samping kiriku juga mendesah kesal. "Tadi bapaknya ngomong apa sih? Paham nggak kalian?" tanya Bora yang langsung membuatku tersenyum. Ternyata bukan aku saja yang kurang paham. Namun juga, Bora.

Dira kemudian menyenderkan tubuhnya dengan pelan, "Dira juga nggak paham sama penjelasan beliau."

Aku tertawa kecil saat mendengar ucapan Dira, "aku kira, aku doang yang nggak paham."

Teman-teman priaku yang duduk di belakang kemudian berdiri dan mengajak kami untuk pindah kelas karena sudah ada MABA yang mau masuk ke kelas kami.

Hmm, iya, sudah ada MABA sekarang. Kami pun sudah memakai baju bebas pantas, tidak menggunakan baju putih hitam lagi.

Kami bertujuh keluar kelas dan masuk ke kelas lain yang berada di lantai tiga.

Sesampai di sana, kami duduk di tempat yang kosong. Tidak terlalu belakang. Sebenarnya tidak masalah bagiku. Namun, masalah bagi teman-temanku jika duduk paling belakang karena hampir semua teman-temanku memiliki masalah dengan matanya seperti Rai, pacarku.

Pria itu menggunakan kacamata untuk membantu dia melihat dengan jelas.

Tak lama kemudian, seorang dosen datang dan langsung meminta kami membuat kelompok. Aku agak bingung karena ini adalah pertemuan pertama. Namun, kami harus membuat kelompok yang entah untuk apa.

"Satu kelompoknya 5 orang ya."

Aku kembali terkejut saat mendengar ucapan dosen tersebut. Lima orang dan kami ada tujuh orang. Berarti kami harus berpisah.

"Yaudah, kalian satu kelompok aja. Aku cari kelompok lain, terserah deh satunya siapa lagi," ucapku mengalah.

Rai kemudian menatapku dengan tatapan sendu. "Aku ikut kamu."

Mendengar ucapan Rai, teman-temanku langsung menggoda pria itu.

"Gini nih, kalau nggak bisa jauh dari istri," goda Deon yang langsung ku beri tatapan tajam.

"Kaya kamu enggak aja!" balasku dengan sewot.

"Ya udah, kalian sama aja berdua," ucap Kavin menengahi pertengkaran kami.

"Sebenarnya, bapaknya mau ngapain sih?" tanyaku sembari melihat ke arah dosen yang tengah duduk itu.

"Ya enggak tau."

Aku kemudian mencari tiga teman untuk masuk ke dalam kelompokku. Setelah perdebatan yang cukup panjang, akhirnya aku menemukan tiga orang itu. Dua orang wanita dan satu pria. Satu pria itu adalah kakak tingkat yang mengulang kelas.

Rai sebenarnya tidak setuju jika ada pria di kelompok kami selain dia. Namun, aku menceramahi pacarku itu agar tidak terlalu posesif padaku. Apalagi jika berurusan dengan kuliah.

***

Yeay, bab 40.

Semoga suka.

Makasih.

***

Manis Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang