Memasuki minggu ke tiga, kegiatan perkuliahan sudah mulai sibuk. Dosen-dosen sudah turun seperti biasa untuk mengajari kami semua. Matakuliah yang diajarkan pun masih matakuliah dasar yang juga di ajarkan di sekolah dulu, sehingga tentu aku tidak terkejut bahkan malah menyukainya.
Kini, kelas begitu sepi karena dosen yang mengajar sangat suka kesunyian. Kelasku begitu ramai sehingga beliau beberapa kali menegur kami
Wanita yang tengah mengajar itu tidak terlalu tua, mungkin sekitar umur 40an awal. Wajahnya cantik. Namun, suaranya begitu tegas saat berbicara. Tentu, aku kagum padanya.
"Jangan lupa dicatet!" ucap Dosen yang bernama Manda itu.
Aku dengan cepat menyalin semua pembahasan yang beliau tulis di papan tulis. Sebenarnya agak aneh untuk menulis semua itu. Namun, karena kami tidak memiliki buku yang Ibu itu gunakan. Mau tak mau, kami harus menulis apa yang ibu itu tulis di depan.
Pelajaran matematika memang membutuhkan banyak catatan sehingga tak heran, setiap waktu kami harus mencatat rumus-rumus yang sebenarnya sudah pernah diajarkan di sekolah dulu. Tetapi jujur, aku tidak ingat betul semuanya.
Sampai diakhir penulisan, Ibu Manda kemudian menatap ke arah kami semua. Wanita itu kemudian melipat tangannya di depan dada seraya berkata, "Pokoknya yang belum nyatat, nggak boleh pulang."
Ibu Manda kemudian berjalan ke meja dosen dan mengambil tasnya, "Ketua, tolong awasi sampai semua selesai nulis ya."
Wanita itu kemudian keluar dan semua mahasiswa di kelas tiba-tiba saja menghela nafasnya bersamaan. Aku cukup terkejut melihat mereka semua. Mungkin mereka sangat lelah sekarang. Namun, mereka tetap harus menulis sampai selesai.
Tak lama kemudian, catatanku selesai. Aku pun langsung menyenderkan tubuhku ke kursi sembari melihat Dira dan Bora yang masih sibuk menulis. Mereka melihat catatanku karena mata mereka minus sehingga mereka agak susah melihat ke papan tulis.
Deon yang berada di hadapan kami pun membalikkan tubuhnya dan bertanya mengenai tulisan yang Ibu Manda tulis di depan.
Teman-teman priaku itu memang rata-rata memiliki mata yang minus, sepertinya hanya aku yang memiliki mata yang tidak minus dan aku bersyukur akan hal tersebut.
Dira dan Bora selesai mencatat secara bersamaan, Kelvin yang berada di depan kami pun segera mengambil tiga catatan milik kami. Milikku, Dira dan Bora.
"Ihh, catatanku," gerutuku kesal. Namun, mereka tidak memedulikanku dan terus saja menulis.
Aku, Dira dan Bira kemudian asyik berbincang sembari menunggu ketiga pria itu selesai menulis.
"Kayanya makan nasi campur enak deh," ucapku sembari membayangkan nasi campur yang dijual di kantin.
"Iya, bareng yuk. Nanti," ucap Deon tiba-tiba ketika pria itu membalikkan tubuhnya.
Aku agak heran dengan mereka, apa tidak lelah melihat ke belakang terus?.
"Ayuk."
Sesampai di kantin, kami agak kesusahan mencari tempat kosong. Akhirnya kami memutuskan untuk menunggu sesaat sampai ada tempat yang kosong.
Tentu kami harus mengalah, karena semua orang memilikinya tujuannya masing-masing. Begitupula denganku dan teman-temanku kini.
Tak lama kemudian, sebuah tempat kosong. Deon segera berlari ke tempat tersebut dan kami mengikutinya dari belakang.
Pria itu kesenangan saat mendapat tempat tersebut karena nyaris 10 menit kami menunggu tempat kosong tersebut.
Setelah selesai memesan makanan, kami berbincang untuk mengisi kekosongan waktu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Manis Things (END)
Teen FictionNomor Peserta : 041 Tema yang diambil : Campus Universe Blurb : Siapa bilang kuliah itu mudah? Kuliah sangat menyita waktu dan juga perasaan. Nyaris seharian bahkan jika bisa bermalam di kampus, mungkin sebagian mahasiswa akan lakukan. Bergerak cepa...