Bab 51 - Coba Aja Dulu -

4 2 0
                                    

Setelah lama berpikir, akhirnya aku memutuskan untuk mendatangi Pak Aryo sesuai dengan perintah yang beliau berikan. Dengan gugup aku datang sendiri ke ruang dosen, tetapi sebelum itu aku menghubungi Pak Aryo dan bertanya mengenai keberadaan beliau. Syukurnya beliau ada di ruang dosen dan di sinilah aku sekarang. Di depan pintu ruang dosen dengan nafas tak beraturan.

Bismillah, aku pasti bisa, ucapku di dalam hati.

Aku mengetuk pintu yang ada di hadapanku beberapa kali, sebelum akhirnya mengucap salam dan masuk.

"Assalamualaikum," ucapku dan langsung dijawab oleh Pak Aryo.

Syukurnya di dalam ruangan tersebut hanya ada Pak Aryo dan aku langsung berjalan ke arah meja beliau.

"Duduk, Dee," perintah Pak Aryo dan aku langsung duduk di kursi yang berada di depan meja beliau. Kami duduk berhadapan dan hanya di sekat oleh sebuah meja.

"Sebelumnya saya mau berterima kasih karena kamu mau menemui saya."

Aku terdiam mendengar ucapan Pak Aryo tersebut. Kenapa beliau harus berterima kasih?.

"Saya juga mengapresiasi kamu karena masuk operasional dengan kemauan sendiri. Selama ini, saya nggak pernah ketemu sama mahasiswa-mahasiswi yang seperti kamu. Mereka pasti memilih konsentrasi lain," jelas Pak Aryo sembari memijat tangannya sendiri.

Aku mendengar dengan saksama semua yang beliau bicarakan dan akhirnya aku tau bahwa konsentrasi yang kuinginkan terancam ditutup karena kurang diminati dan untuk tahun ini konsentrasi operasional wajib memenuhi minimal mahasiswa yaitu 15 orang.

Dahiku mengkerut bingung karena ucapan beliau. "15 orang, Pak? Bukannya mudah ya, Pak buat dapetin 15 orang?" tanyaku pelan dengan sopan.

Dari banyaknya mahasiswa-mahasiswi yang ada di jurusanku, tentu 15 orang adalah kuota yang terlalu rendah. Setauku, untuk mahasiswa-mahasiswi jurusan Manajemen angkatanku ada sekitar 200 orang lebih yang terbagi dalam 5 kelas dan agak tidak masuk akal jika dari 200 orang itu tidak ada yang memilih konsentrasi operasional.

Pak Aryo tersenyum kecil. Namun, rasanya senyuman itu bukanlah senyuman kebahagiaan. "Iya, saya tau. Tapi, kenyataannya tahun lalu hanya ada 12 orang yang masuk konsentrasi operasional."

Mataku melotot kaget mendengar ucapan Pak Aryo. "Hanya 12 orang, Pak?"

Pak Aryo mengangguk pelan. "Jadinya, saya mau minta bantuan kamu untuk jadi asisten buat saya. Biar pengajaran saya lebih menyenangkan. Biasanya mahasiswa itu lebih senang belajar dengan orang yang sepantaran mereka. Mereka juga tidak malu untuk bertanya jika mereka tidak tau."

"Tapi, Pak...."

"Saya enggak memaksa kok, terserah kamu saja. Mau atau tidak, sebagai gambaran. Kamu bisa belajar banyak dari menjadi asisten saya dan saya juga enggak bakal lepas kamu gitu aja kok. Tetap saya bimbing."

Aku terdiam sembari memikirkan apa yang beliau ucapkan. Apa aku bisa ya?

Setelah selesai bertemu dengan Pak Aryo, aku diberi waktu sampai liburan semester untuk berpikir karena aku akan menjadi asisten beliau di semester depan. Hanya satu semester dan aku tidak tau kapan mendapat kesempatan itu lagi.

Karena terlalu banyak berpikir, aku sampai melamun dan membuat teman-temanku bingung. Mereka langsung menyadarkanku dengan menjentikkan jarinya di depan wajahku.

Aku yang kembali sadar kemudian melemparkan senyum gugupku.

"Kamu kenapa, Dee?" tanya Deon sembari memperhatikan wajahku.

Aku menggeleng pelan dan langsung membuka ponselku. "Nggak papa kok."

Aku mengalihkan perhatian mereka karena takut mereka akan menginterogasiku. Walau sebenarnya, Rai sudah terlebih dahulu mengirimiku pesan.

Manis Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang