Bab 28 - Malu -

10 10 0
                                    

Suasana kelas yang seharusnya sepi berubah ramai setelah teman-temanku tertawa terbahak-bahak. Alasannya karena aku menceritakan kejadian sewaktu motorku tidak menyala kemarin.

Untungnya dosen belum datang sehingga kami tidak perlu takut untuk dimarahi. Sebenarnya aku malu saat menceritakannya.

Bagaimana paniknya aku saat motor yang ku gunakan mati. Apalagi saat itu aku tidak membawa ponsel.

Jujur, aku ingin sekali masuk ke dalam toko alat tulis tersebut untuk meminta bantuan. Namun, sebelum turun dari motor. Aku menyadari bahwa standar motorku belum naik.

Jadi, motorku tidak nyala saat distater adalah karena standar motorku yang belum naik. Padahal, motorku baik-baik saja.

Untungnya aku belum meminta bantuan siapapun sehingga malu yang ku rasakan saat itu, tak ada yang ketahui.

"Puas kalian!" ocehku pada teman-temanku.

Mereka masih menertawakan kebodohanku.

"Lagian, kok bisa sampai lupa naikin standar," ucap Deon sembari tertawa.

"Lupa, tau aja kan kalian. Aku baru bisa mengendarai motor sebulan ini," jelasku.

Sebenarnya aku sedikit terkejut karena Rai yang biasanya diam, tiba-tiba tertawa ngakak setelah mendengar ceritaku. Ternyata pria itu sangat manis saat tertawa.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dengan pelan karena aku membayangkan wajah Rai yang tertawa berulang kali.

"Kenapa, Dee?" tanya Bora dengan wajah bingung.

Aku menatap ke arah teman wanitaku itu, "nggak papa kok hehe."

***

Setelah mata kuliah ke tiga dimulai, akhirnya aku tau fungsi dari kertas karton yang ku beli kemarin. Dosen mata kuliah Ilmu Pengetahuan Alam yang bernama Bapak Galih, menyuruh kami untuk membuat poster mengenai lingkungan.

Kami hanya diberi waktu 30 menit untuk membuat poster tersebut dan nanti setiap poster akan dinilai oleh Pak Galih. Beberapa poster yang menurut beliau bagus akan dipanggil ke depan untuk menjelaskan tentang apa yang mereka tulis di dalam poster tersebut.

Bukan hanya ada tulisan di dalam sana. Namun, ada banyak gambar pula yang kami buat agar posternya semakin baik.

Usut punya usut ternyata poster tersebut menjadi nilai UTS kami sehingga nanti tidak ada ujian lagi.

Setelah lewat 30 menit, kami mengumpulkan semua poster yang kami buat ke atas meja dosen.

Pak Galih yang sebelumnya keluar kelas akhirnya masuk kembali dan langsung menilai hasil kerja kami.

Terlihat jelas bahwa beliau sangat teliti menilai poster-poster kami sehingga aku sendiri menjadi gugup karena takut nilaiku jelek.

Semua poster yang kami buat mendapat refrensi dari google sehingga hasilnya juga kurang lebih mirip dengan yang sudah tersebar di platform tersebut.

Karena mahasiswa yang ada di kelasku banyak, Pak Galih cukup lama menilai poster-poster kami tetapi setelah nyaris 45 menit. Beliau akhirnya selesai menilai.

Terlihat ada beberapa lembar yang terletak di tempat yang berbeda. Sepertinya, lembar-lembar itu adalah hasil poster yang memuaskan bagi Pak Galih.

Pak Galih kemudian berdiri dari duduknya dan membawa sisa lembar yang tadi dia sisihkan. Kemudian beliau berdiri di depan kelas dan menatap ke arah kami semua.

Manis Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang