Setelah mendapat tempat yang pas di lantai dua, aku segera duduk di sebuah kursi dan menunggu Feni untuk naik. Sebelumnya, aku sudah mengirimi wanita itu chat bahwa aku ada di lantai atas.
Sembari menunggu, aku kemudian asyik dengan kegiatanku bermain ponsel. Tak lama kemudian, seseorang duduk di hadapanku. Aku pikir dia adalah Feni. Namun ternyata salah, orang yang duduk di hadapanku adalah seorang pria.
Aku mengerutkan dahiku bingung saat melihat pria itu. Saat sadar pria itu langsung terkejut.
"Eh. Maaf, Mbak. Saya kira teman saya," ucapnya dengan wajah bingung.
"Iya, enggak papa."
Aku memutar bola mataku dengan malas setelah pria itu pergi, jujur aku bukan seorang yang benci akan pria. Namun, tujuanku telah berubah sejak ibuku sakit. Aku harus fokus pada pendidikanku dan mengesampingkan kehidupan cintaku. Toh, kini aku masih sendiri. Setidaknya pintu hatiku tidak perlu ku buka untuk sementara waktu.
Feni akhirnya datang dengan nampan yang cukup berat. Di atas nampan itu berisikan makanan yang aku dan dia pesan.
Tidak ada wajah kesal yang terlukis karena sahabatku itu memang tidak bisa memberikan ekspresi yang baik pada wajahnya. Jadi mau tak mau, aku harus bisa menebak perasaannya tanpa melihat ekspresi wajahnya.
"Makasih," ucapku sembari membantu Feni mengangkat nampan yang dia bawa.
Kami segera duduk berdepanan dan Feni membagikan makanan kami sendiri-sendiri.
"Kamu cuci tangan gih, ntar gantian sama aku," ucapnya yang langsung membuatku pergi mencuci tangan.
Saat mencuci tangan, aku kembali bertemu dengan pria yang duduk di depanku tadi.
Pria itu tersenyum kepadaku dan kubalas dengan senyuman juga. Namun, belum sempat aku pergi. Pria itu menahanku dengan berkata, "Eh, boleh kenalan?"
Aku yang sudah berbalik itupun terdiam, tubuku kemudian mengarah padanya.
"Maaf, enggak boleh," jawabku singkat sembari meninggalkan pria itu.
Aku tidak bisa membuka hatiku sekarang, jika aku menjawab boleh. Berarti, aku memberi harapan pada pria itu. Jelas, aku harus menolaknya.
Sesampai di mejaku, Feni segera beranjak. Kami bergantian cuci tangan agar ada yang menjaga tas dan makanan kami.
Tak lama kemudian, Feni datang setelah cuci tangan dan kami berdua pun mulai makan dengan lahap.
Di pertengahan makan, Feni tiba-tiba saja membuka pembicaraan.
"Dee," panggilnya pelan.
Aku mengangkat pandanganku dan melihat ke arah Feni, sembari makan aku menunggu wanita itu melanjutkan ucapannya..
"Gimana ya, nanti pas kuliah. Apalagi, aku sama kamu beda jurusan."
Aku tersenyum kecil saat tau bahwa sahabatku itu tengah khawatir.
"Nggak papa kok. Toh, kita masih bisa ketemu dan saling bantu kan," jawabku dengan pelan. Aku ingin sekali Feni tenang sekarang.
Feni mengulas senyum tipisnya, "Makasih ya."
***
Hari yang kutunggu pun datang, yaitu hari acara PAMB digelar. Tentu aku sangat antusias mengikuti acara itu karena acara itu hanya dapat diikuti satu kali apalagi katanya khusus tahun ini ada sedikit perbedaan dan aku sangat menunggunya.
Pagi-pagi sekali, Feni sudah menjemputku. Kira-kira kami sudah pergi pukul 6 pagi, acara PAMB akan dimulai pukul 8. Namun, kami harus datang pukul 7 karena kami akan diberikan arahan mengenai acara ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/320127871-288-k914104.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Manis Things (END)
Teen FictionNomor Peserta : 041 Tema yang diambil : Campus Universe Blurb : Siapa bilang kuliah itu mudah? Kuliah sangat menyita waktu dan juga perasaan. Nyaris seharian bahkan jika bisa bermalam di kampus, mungkin sebagian mahasiswa akan lakukan. Bergerak cepa...