Bab 84 - Menuju Yudisium & Wisuda-

8 1 0
                                    

Satu hari sebelum pendadaran, aku memutuskan untuk menginap di kos milik pacarku. Aku melakukan itu karena takut cuaca semakin memburuk saat pendadaran nanti.

Aku juga sudah izin dengan ibuku karena beliau juga dapat memahami apa yang aku sampaikan. Semalaman aku belajar dengan Rai, walaupun pacarku itu sangat malas belajar. Aku berkali-kali menegurnya bahkan nyaris bertengkar dengannya.

"Yang, ayo belajar!" ajakku dengan semangat saat melihat Rai yang kini tengah asyik tiduran.

Aku dan Rai bergantian untuk melakukan tanya jawab. Syukurnya kami bisa melakukannya. Ya walaupun kami belum tau apa yang akan ditanyakan nanti.

Keesokan harinya, cuaca memburuk. Sejak saat aku bangun yaitu pukul lima pagi, angin kencang dan hujan terus turun. Di sisi lain, Rai malah semakin tidur dengan nyenyak.

Aku bergegas untuk mempersiapkan barang-barang yang akan kami bawa nantinya. Ujian kali ini, kami harus memakai pakaian kantor. Jas hitam juga bawahan hitam. Khusus perempuan yang berjilbab, kami juga diharuskan memakai jilbab hitam dan jangan lupa bahwa kami juga perlu menggunakan sepatu hitam. Hanya satu hal yang tidak hitam, yaitu kemeja kami. Aku dan Rai menggunakan kemeja putih.

Tepat pukul tujuh, aku kembali membangunkan Rai karena kami harus pergi ke kampus dalam setengah jam lagi. Jadwal pendadaran kami adalah pukul delapan. Namun, sebelum itu ada arahan yang perlu kami ikuti terlebih dahulu.

"Yang, ayo bangun. Udah jam tujuh nih."

Aku menggoyang-goyangkan tubuh pacarku itu dengan pelan dan tak lama kemudian dia bangun dari tidurnya. Tidak langsung bangun, melainkan dia melamun terlebih dahulu padahal aku sudah 100% siap untuk pergi dan yang kutunggu hanya dia.

"Sayang, ayo bangun!"

Rai bergegas pergi ke kamar mandi karena suaraku semakin meninggi. Dia tau kalau aku sudah melakukan hal itu berarti aku sudah amat kesal padanya. Syukurnya dia sadar dan mau pergi mandi.

Saat Rai sudah siap, kami bergegas pergi ke kampus. Namun, sebelum itu kami mempersiapkan jas hujan juga jaket agar tidak kehujanan dan kedinginan. Walaupun perjalanan tidak memakan waktu lama, tapi tetap saja hal itu sangat mengganggu jika tidak menggunakan apa pun.

Setelah sampai di kampus, aku dan Rai segera pergi ke gedung seminar ternyata sudah ada beberapa orang yang datang, termasuk Dira dan Bora. Setelah bertemu, kami asyik berbincang dan tak lama kemudian Kavin juga datang.

Seperti seminar hasil kemarin, sekarang kami juga berlima ujiannya dan semoga saja bisa lulus bersama juga karena ini adalah langkah terakhir kami.

Menunggu waktu arahan datang, kami memutuskan untuk fokus pada skripsi kami. Belajar lebih banyak agar nanti dapat menjawab semua pertanyaan dari dosen penguji.

Tak lama kemudian, kami diajak masuk ke dalam ruangan dan seorang dosen mulai memberi arahan. Aku dan teman-temanku mendengarkan dengan seksama apa yang beliau sampaikan. Tahap terakhir, kami diberikan sebuah map yang isinya adalah empat nama dosen yang akan menguji kami.

Dengan gugup, aku membuka map itu perlahan bahkan kini mataku tertutup rapat dengan tangan yang membuka penutup map tersebut. Saat benar-benar sudah terbuka, perlahan aku membuka mataku.

Mataku membulat setelah membaca nama dosen penguji keduaku. Beliau adalah dosen yang paling aku takuti karena beliau suka berargumentasi pada siapapun. Mau tak mau aku harus lebih banyak belajar pagi, jujur aku takut jika beliau menanyakan hal yang di luar nalarku.

Sebenarnya, Pak Aryo sudah memberikanku tips untuk menghadapi semua ini. Namun sayang, ketika situasi ini datang, aku malah menjadi sangat cemas.

Kami kembali pergi keluar ruangan dan menunggu nama kami dipanggil. Aku lebih berusaha keras untuk belajar hingga akhirnya namaku dipanggil.

Satu persatu dosen penguji kudatangi dan tinggal satu dosen yaitu Bapak Aji. Beliaulah dosen yang amat kutakuti.

Perlahan aku duduk di hadapannya dan kusodorkan map yang kubawa. Aku kemudian mulai membaca skripsiku dan di tengah perjalanan membaca Pak Aji menghentikan ucapanku.

"Saya tidak tertarik dengan skripsi kamu," tegasnya dengan melempar mapku yang dia pegang sebelumnya.

Aku mengambil nafas dengan pelan dan kemudian menjawab ucapan beliau. "Maaf, Pak. Menurut saya, Skripsi yang saya buat sangat menarik kok. Makanya, saya mau membahas tentang hal tersebut."

"Tapi, saya nggak peduli."

"Kenapa, Pak?"

"Saya nggak suka sama skripsi kamu."

"Tapi, saya suka, Pak."

Aku terus-terusan berargumen dengan dosen tersebut, hingga akhirnya beliau mengatakan sebuah kalimat yang akhirnya membuatku selesai diuji dengannya. "Ya udah, saya udah selesai nguji kamu. Silakan keluar."

Aku mengangguk paham dan keluar dari ruangan tersebut dengan perasaan campur aduk. Aku takut karena beliau, aku bisa tidak lulus. Namun, aku harus tetap optimis.

Setelah menunggu semua mahasiswa selesai pendadaran, akhirnya waktu yang ditunggu tiba yaitu pengumuman hasil pendadaran tadi. Kami kembali dikumpulkan di dalam ruang seminar yang sudah kosong.

Dosen yang sebelumnya memberi arahan juga kembali datang untuk memberitahu nilai kami. Satu persatu nama dipanggil dan dibacakan nilainya. Jujur, aku kaget karena ternyata nilai kami akan didengarkan oleh semua orang.

"Deena Karina, nilai 87, lulus tanpa perbaikan."

Ingin sekali aku berteriak dan melompat kesenangan setelah mendengar pengumuman tersebut. Aku tidak menyangka bahwa aku akan lulus dengan nilai yang baik dan juga tanpa perbaikan.

Setelah semua dibacakan, kami berlima lulus semua dan malah saling berpelukan setelah pengumuman. Aku bahkan nyaris menangis sekarang. Namun, dengan cepat kutahan karena aku cukup malu.

"Kita lulus!"

Hari-hari yang berat sebelumnya akhirnya telah usai, kami menutup hari ini dengan foto bersama dan beberapa temanku tiba-tiba datang. Mereka memberiku selamat dan membawakan bunga.

Aku benar-benar sangat bahagia sekarang ini karena tidak pernah menyangka akan melewati semuanya dengan amat baik dan kini hanya ada dua hal yang perlu dilakukan lagi yaitu Yudisium dan wisuda.

Tidak ada kata lelah di kamus kehidupanku karena setelah pendadaran, aku mulai mengerjakan persyaratan untuk mengajukan yudisium. Mulai dari membuat skripsi, mendaftar yudisium dan wisuda secara online, membuat jurnal dan toefl.

Hal yang terakhir membuatku sedikit gugup karena aku selama ini selalu gagal dalam ujian bahasa inggris. Namun, Rai selalu mendukungku. Kami melakukan ujian bersama. Sayangnya aku harus gagal di test pertama. Syukurnya Rai lulus.

Aku kembali mencoba lagi dan lagi hingga akhirnya lulus. Aku sangat senang karena toefl adalah salah satu syarat kelulusan.

Singkat cerita, dalam sebulan aku masih bolak balik pergi ke kampus untuk mengurus yudisium dan wisuda karena aku mau selesai secepatnya agar bisa beristirahat. Aku bahkan terus mengajak pacarku agar kami bisa yudisium dan wisuda bersama, ya walaupun pacarku itu kadang nakal. Namun, syukurnya semua hal selesai sesuai dengan apa yang sudah aku pikirkan sebelumnya.

"Yang, wisuda nanti, bagusan aku pake kebaya warna apa?" tanyaku pada Rai yang tengah sibuk bermain game.

Kini, kami berada di kamar kos pria itu setelah selesai mengurus semua berkas. Rai kemudian melirikku sekilas dan selanjutnya kembali fokus pada permainannya.

"Biru," jawab Rai singkat yang membuatku tersenyum.

Aku mendekat ke arah pria itu dan memeluknya dengan erat. "Ihh, kamu tau banget sih apa yang aku suka."

***

Yeay. Satu bab lagi, 🥰

***

Manis Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang