Bab 31 - Kost Rai

8 9 0
                                    

Tidak seperti hari-hari biasanya, aku akan langsung pulang setelah selesai kuliah. Namun, hari ini aku dan teman-temanku memutuskan untuk pergi ke kost Rai untuk mengerjakan tugas kelompok.

Letak kost Rai tidak terlalu jauh dari kampus dan pria itu juga memilih kost yang bebas alias kost campuran sehingga kami boleh datang untuk mengerjakan tugas di dalam kost pria itu.

Aku menggonceng Dira dan mengikuti teman-temanku dari belakang karena aku belum pernah ke kost Rai sebelumnya jadi aku belum tau letaknya dimana.

Sesampai di kost teman priaku itu, aku langsung memarkirkan motorku tepat di samping motor teman-temanku yang lain. Rai segera masuk ke dalam gedung kostnya dan kami mengikutinya dari belakang.

Kamar kost Rai berada di lantai dua dan ternyata kamar pria itu cukup luas, berbeda sekali dengan kamar kost yang aku pikirkan. Sepertinya sewa perbulannya pun cukup mahal.

"Duduk-duduk. Aku mau ganti baju dulu ya. Kalau mau minum silakan," ujar Rai sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar mandi di dalam kamar kostnya.

Kamar kost Rai sangat luas karena tidak ada sekat, tetapi tempat itu sangat lengkap. Ada kamar mandi juga WC dan ada pula dapurnya. Ya walaupun, dapur ala kadarnya. Di dalam kamar kost Rai juga ada kulkas. Pantas saja pria itu lebih senang berada di dalam kamarnya jika tidak ada jadwal kuliah.

Aku yang sebelumnya tengah memperhatikan semua detail kamar Rai itu akhirnya duduk di atas kasur pria itu. Kasur lantai yang cukup empuk itu berhasil membuatku ingin tiduran, tapi aku ingat bahwa tujuanku ke sini adalah untuk mengerjakan tugas kelompok.

Aku dan teman-temanku kemudian asik berbincang sembari menunggu Rai selesai ganti baju.

"Bagus banget ya kost, Rai," puji Dira sembari terus memperhatikan setiap detail kamar teman pria kami itu.

Aku mengangguk pelan, "Iya, lengkap lagi. Pasti mahal sewanya."

"Pastilah, kalau engga gila aja sih orang yang nyewain," oceh Bora yang ikut berbincang.

Tak lama kemudian, Rai keluar dari kamar mandi. Sepertinya pria itu menyempatkan diri untuk sekalian mandi. Oh iya, sebelumnya hanya aku, Dira dan Bora yang tengah berbincang. Teman-teman priaku yang lain tengah asik MABAR (MAin BAreng).

Aku melemparkan bantal ke arah mereka bertiga yang tengah membuat lingkaran. "Heh, ayo mulai ngerjain tugasnya!"

Tidak ada yang mau bergerak dari tempatnya sehingga akhirnya aku segera beranjak dari tempat dudukku dan duduk di tengah-tengah mereka. "Ayo, buruan! Udah jam berapa nih!"

"Bentar-bentar, lima menit deh," tawar Deon yang berhasil membuatku memukul tubuhnya dengan bantal.

"Eh, kalah nih entar aku," oceh Deon lagi.

"Udah, Dee. Biarin aja mereka main dulu," ucap Rai tiba-tiba setelah duduk di atas kasur tepat di tempat aku duduk sebelumnya.

Aku mendengus kesal kemudian berpindah tempat. Aku duduk di lantai dengan menyender pada kasur milik Rai. Kemudian, aku mengambil ponselku dan memainkannya.

Maka kini, kami sibuk dengan kegiatan kami masing-masing. Aku dan Rai sibuk bermain ponsel. Bora dan Dira sibuk bercerita. Sam, Deon dan Kavin sibuk main game.

Setelah nyaris 20 menit, aku akhirnya geram karena teman-temanku masih sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.

"Ayo, ngerjain tugas," rengekku dengan suara manja.

Teman-temanku akhirnya berhenti dengan kegiatannya dan hal itu membuatku bangga. Aku kemudian mengeluarkan laptopku dan mulai mengerjakan tugas yang akan kami kerjakan.

Kami memutuskan untuk mencari sendiri-sendiri artikel yang sesuai dengan tema yang kami dapat dan setelahnya akan kami gabungkan menjadi satu agar makalah yang kami buat menjadi lebih lengkap dan jelas.

Di tengah kegiatan mencari artikel. Tiba-tiba saja, Rai berpindah tempat duduk di sampingku. Aku langsung memperhatikan sekitar. Takut-takut jika teman-temanku melihat. Bisa jadi bahan bercanda yang tak akan habisnya kami.

Aku melirik sekilas ke arah Rai yang ternyata kembali sibuk dengan laptopnya. Aku mulai membuang semua pikiran anehku yang mengarah kepada Rai turun karena ingin dekat denganku.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku sehingga membuat teman-temanku yang lain bingung. "Kamu nggak papa, Dee?" tanya Deon dengan wajah khawatir.

Aku menjadi pusat perhatian kali ini. Dengan wajah gugup, aku tersenyum kecil seraya berkata, "nggak papa kok."

Tanpa sengaja aku melihat ke arah Rai yang duduk di sebelah kiriku. Pria itu mengangkat alisnya seperti ingin bertanya. Namun, dengan cepat aku menggeleng pelan sembari tersenyum sebagai jawaban bahwa aku tidak papa ke arah Rai.Pria itu menganggukkan kepalanya dan kembali mengerjakan tugasnya.

Setelah nyaris dua jam, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas yang ada. Selanjutnya, makalah itu hanya perlu dicetak. Namun, aku langsung menawarkan untuk mencetaknya di rumahku agar mengurangi pengeluaran.

"Ya udah, nanti makalah yang buat dosen biar aku yang ngeprint, khusus buat kalian sendiri. Ya print sendiri lah, " ucapku sembari memasukkan laptopku ke dalam tas.

"Sekalian kek," balas Deon dengan wajah melas.

"Males, capek nunggunya," tolakku yang langsung membuat teman-temanku menghela nafasnya.

"Jangan pelit deh, lagian punya kalian print biasa aja terus ntar diceklek deh," lanjutku lagi.

Semuanya kemudian setuju dengan pendapatku dan kami segera keluar dari kamar kost milik Rai. Tepat setelah adzan magrib. Kami memutuskan untuk pulang.

Rai mengantar kami sampai di depan kostnya."Hati-hati," ujarnya pada kami setelah satu persatu kami keluar dari gerbang kost miliknya.

Selama perjalanan menuju rumah Dira, aku dan Dira asik berbincang. Namun, di tengah perjalanan. Wanita itu menyampaikan sesuatu yang membuatku terkejut.

"Hah, apa? Deon nembak Dira?" tanyaku dengan suara nyaring sehingga membuat orang-orang yang tengah menunggu lampu hijau menyala, menatap ke arah kami.

Dengan refleks Dira menepuk punggungku, "ihh, Dee. Malu-maluin aja sih."

Aku tertawa kecil, "maaf, maaf. Lagian bikin aku kaget sih."

Dira memasang wajah cemberutnya yang berhasil membuatku gemas, "terus gimana? Dira terima?" tanyaku memastikan.

Dira menggeleng pelan, "belum tau, jadinya Dira tanya sama Dee. Kali aja gitu, Dee ada saran?"

Aku terdiam sejenak, sembari berpikir. "Hm, Dira ada perasaan nggak sama Deon?"

Dira tidak langsung menjawab, wanita itu malah melamun setelah mendengar pertanyaanku.

"Kalau Dira nggak ada perasaan sama Deon, ya nggak usah diterima. Jangan dipaksain, Dir," jelasku lagi.

"Gimana ya?"

"Mau coba dulu? Tapi, kalau Dira nerimanya terpaksa juga nggak baik."

Aku melihat ke arah kaca spion yang langsung mengarah ke Dira, wanita itu kemudian mengangguk pelan sembari mengerucutkan bibirnya.

"Ya udah, Dira pikirin mateng-mateng dulu ya. Kalau sudah yakin, baru deh kasih jawaban ke Deon."

Dira mengangguk pelan dan aku langsung menjalankan motorku karena lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau.

***

Yeay, Bab 31❤️

Semoga suka sama ceritanya.

Terima kasih.

***

Manis Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang