Bab 73 - Semester 6 -

5 0 0
                                    

Ponsel di sisi ranjang berdering dengan cukup keras sehingga membuatku dan Rai bangun dari tidur lelap kami. Kujauhkan tangan Rai yang masih berada di atas perutku dan segera kumatikan alarm yang menyala di ponsel Rai.

Pacarku itu harus pergi ke kampus sekarang karena dia memiliki jadwal kuliah dan aku akan pergi pukul satu siang, Rai bilang akan menjemputku nanti siang sehingga aku tidak perlu terburu-buru. Mataku masih susah untuk terbuka saat ini. Namun, aku tau bahwa pacarku masih belum bangun.

Segera kugoyangkan tubuhnya sehingga dia benar-benar bangun. "Rai, bangun, udah jam berapa nih!"

Rai akhirnya bangun dari tidurnya dan memeluk tubuhku dengan erat. Kami berdua masih berada di kasur, rasanya enggan untuk melakukan apapun. Namun jika aku terus malas, Rai akan melakukan hal yang serupa.

Walau masih sangat mengantuk, aku segera bangun dari kasur dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Kubasuh wajahku dan kembali keluar dengan wajah yang lebih segar dari sebelumnya.

Kuambil handuk dan segera kulemparkan ke tubuh Rai yang kini masih terduduk di atas kasur. "Rai, buruan mandi, terus ke kampus!" omelku lagi dengan nada tinggi. Namun, lagi-lagi pacarku itu tidak peduli.

Aku kembali duduk di sisinya dan membisikkan sesuatu di telinganya. "Sayang, mandi yuk."

Ucapanku tadi nyatanya berhasil membuat mata Rai segar. Dia menoleh ke arahku dan menarik tanganku dengan keras. "Mau ngapain?" tanyaku dengan wajah bingung.

"Mandi."

"Terus, ngapain ngajak aku?"

"Loh, tadi kamu ngajakin mandi."

Aku tertawa kencang saat mendengar ucapan dari pacarku itu. Wajahnya terlalu polos saat berbicara sehingga membuatku gemas padanya.

"Aku nyuruh kamu mandi, bukan ngajak kamu mandi bareng," jelasku yang langsung membuat wajah Rai berubah sendu. "Buruan mandi. Udah jam berapa nih!"

Rai perlahan berjalan memasuki kamar mandi dan aku mulai membersihkan kamar pria itu. Setelah dia keluar dari kamar mandi, Rai langsung bersiap-siap pergi ke kampus. Namun, sebelum itu dia kembali mengingatkanku untuk tidak turun ke kampus sendirian dan dia akan menjemputku pukul satu siang nanti.

"Ingat ya, jangan pergi duluan!"

"Iya, iya."

Setelah ditinggal oleh Rai sendirian di kamarnya, aku kembali menyelesaikan pekerjaanku yaitu menyapu lantai kamar Rai yang ternyata penuh dengan debu. Setelah ditinggal beberapa hari, kamar Rai terlihat sangat berantakan.

Cukup lama aku menyelesaikan kegiatan bersih-bersihku. Setelah selesai, aku langsung menidurkan diriku di atas kasur sembari membuka sosial media karena terlalu lelah, aku tiba-tiba ketiduran.

Saat bangun aku sangat terkejut karena waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang, aku bergegas mandi dan bersiap untuk pergi ke kampus. Setelah selesai, aku segera membuka ponselku dan ternyata aku mendapatkan cukup banyak pesan dari Rai.

Untungnya, pacarku itu belum datang untuk menjemputku. Jujur, aku benar-benar kelelahan sehingga akhirnya ketiduran tanpa sadar.

Tak lama kemudian, Rai datang dan masuk ke dalam kamar kosnya. Aku bingung saat melihat wajah pacarku itu yang terlihat sedikit kesal karena malas berspekulasi aneh, aku memutuskan untuk bertanya.

"Kenapa?" tanyaku yang langsung membuat Rai ikut duduk di sisiku.

"Pusing kepala aku, baru masuk hari pertama udah dapet tugas," omel Rai sembari mengerutkan bibirnya.

Aku tertawa kecil karena jawaban dari pacarku itu. Perlahan aku mengusap punggungnya agar dia merasa lebih baik. "Nggak pa-pa lah, lumayan buat ngetes otak hehe."

Walau hanya mendapat libur satu minggu, nyatanya otakku terasa begitu aneh sekarang. Aku harus banyak belajar lagi agar otakku bisa berfungsi seperti sebelumnya.

"Ya udah, yuk, ke kampus," ajakku sembari berdiri dari dudukku tadi.

Rai masih terdiam dengan wajah yang terangkat, melihat ke arahku. Aku menyodorkan tanganku untuk membantu Rai bangun. "Ayuk," ajakku lagi yang akhirnya membuat pacarku itu bangun dari duduknya.

Kami berangkat menuju kampus setengah jam sebelum masuk kelas sehingga kami bisa makan siang terlebih dahulu. Di kantin, teman-temanku sudah menunggu dan setelah kami datang mereka langsung memberi kursi untuk kami.

Aku duduk tepat di samping Dira dan Rai duduk tepat di hadapanku. Kami asyik berbincang sembari makan siang. Aku juga mengingatkan teman-teman wanitaku kalau nanti kami akan masuk di kelas Pak Abdi, dosen semester lalu yang memberi kelas kami nilai buruk. Ya walaupun tidak semua. Namun, entah kenapa aku menantang diri untuk kembali masuk ke kelas dosen tersebut.

"Agak serem nggak sih, kalau dosennya Pak Abdi lagi?" tanya Dira yang langsung membuatku tersenyum.

"Nggak lah, semester kemarin aja kita dapet nilai bagus, ya walaupun engga tinggi-tinggi banget." Aku meyakinkan teman-temanku untuk masuk ke kelas tersebut, ya walaupun hanya teman-teman wanitaku karena teman-teman priaku sudah memilih dosen lain.

Saat nyaris pukul satu siang, aku dan teman-temanku membagi diri menjadi dua kubu. Aku dan teman-teman wanitaku pergi ke ruang delapan, tetapi teman-teman priaku pergi ke ruang 11.

Kami berpisah di lantai dua gedung belajar dan aku segera masuk ke kelasku. Saat masuk, aku sudah disapa oleh beberapa temanku dulu. Pernah sekelas dan kenal satu sama lain.

"Dee, masuk kelas ini?" tanya temanku itu.

Aku mengangguk pelan sembari tersenyum. "Iya, bareng mereka." Aku segera menunjuk Bora dan Dira yang berdiri tepat di belakangku.

"Loh, yang cowok-cowok pada kemana?" tanya temanku itu lagi.

Sebenarnya hampir semua mahasiswa angkatanku tau bahwa aku dekat dengan teman-temanku itu. Kami jarang berpisah dan terus bersama, mungkin itulah alasan kenapa ketika orang bertemu denganku pasti mereka akan bertanya mengenai teman-temanku pula.

"Iya, beda kelas hehe," jawabku singkat karena tiba-tiba Pak Abdi datang.

Aku dan teman-teman wanitaku segera mengambil tempat kosong yang ada di barisan nomor dua. Sembari menunggu Pak Abdi membuka kelas, aku segera mengeluarkan buku binderku yang sudah kumiliki sejak awal masuk kuliah.

"Selamat siang adik-adik, kita mulai aja ya kelasnya hari ini."

Pak Abdi membuka kelas siang ini dengan santai, lalu memperkenalkan dirinya karena takut ada mahasiswa yang belum mengenal dosen muda itu. Tak lama setelahnya, Pak Abdi memanggil nama kami satu persatu dan saat memanggil namaku, beliau menatap wajahku cukup lama dengan kerutan di dahinya.

"Kamu bukannya semester lalu ngambil kelas saya juga ya?" tanya Pak Abdi sembari berdiri untuk melihat wajahku lebih jelas.

Aku mengangguk pelan sembari tersenyum. "Iya, Pak, saya ngambil kelas Bapak semester lalu."

Pak Abdi mengangguk paham sembari terlihat menandai namaku, entah untuk alasan apa. Wajah dosen itu kemudian kembali terangkat untuk melihat ke arahku. "Nilai kamu aman?" tanya beliau yang membuatku cukup terkejut.

"Alhamdulillah, Pak, aman."

***

Masya Allah, bab 73 yeay.

***

Manis Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang