Bab 79 - KKN part 2 -

4 0 0
                                    

Aku pikir semuanya akan baik-baik saja karena sebentar lagi KKN akan selesai. Namun sayang, Nila semakin menjadi dengan terus menerus mengajakku bertengkar. Apapun yang kulakukan selalu saja salah di matanya dan aku bingung harus melakukan apa. Rai tidak bisa kuhubungi dan aku tidak mungkin pulang ke rumah, jika aku melakukan hal itu pasti kedua orang tuaku menjadi sedih.

Aku berdiam diri di belakang posko sembari memperhatikan anak-anak sekitar sini yang tengah bermain bola. Mataku sudah berkaca, siap untuk menangis. Namun, tiba-tiba saja seseorang datang dan duduk di sisiku.

Wajahku menoleh dan mendapati Alwi tengah duduk di sisiku, matanya ikut memperhatikan anak-anak yang tengah bermain bola. Tidak ada pembicaraan di antara kami berdua dan kami kemudian sibuk memperhatikan anak-anak di hadapan kami. Namun, tak lama kemudian Alwi mengeluarkan suaranya.

"Hmm, kamu jangan ambil hati sama sikap Nila ya."

Wajahku kembali menoleh ke arah Alwi. Tentu aku bingung dengan ucapannya yang tiba-tiba itu. Perlahan wajah Alwi menoleh ke arahku dan kami saling bertatapan. Seakan tau perasaanku saat ini, Alwi perlahan mengusap lengan atasku. "Kalau kamu dijahatin sama dia, kamu bisa kasih tau."

Aku mengangguk pelan dan perlahan hatiku terasa begitu legah, setidaknya ada orang yang memahamiku saat ini. Tiba-tiba saja Alwi berdiri dan menyodorkan tangannya ke arahku. Aku menatap bingung tangan itu dan perlahan wajahku terangkat untuk menatap wajah Alwi.

"Yuk, ikut main bola."

"Aku nggak bisa main bola."

"Nggak pa-pa kok, kan cuman main-main doang."

Perlahan aku bangkit dari dudukku dan ikut bermain bola bersama dengan adik-adik sekitaran posko. Aku merasa begitu bahagia saat ini dan gelak tawa tak terelakkan dari permainan bola yang kami lakukan. Setidaknya, semua ini dapat memperbaiki suasana hatiku.

Sejak saat itu, aku menjadi sangat dekat dengan Alwi dan pria itu mau menjauhkanku dari Nila. Walau sering kali perempuan itu menatapku dengan tajam. Namun, aku selalu  berusaha untuk menghindarinya.

Saat acara kemerdekaan, Nila mencoba untuk terus menggangguku bahkan dia selalu mengambil alih pekerjaanku. Aku yang tidak mau lagi bertengkar dengannya mencoba untuk menjauh dan mungkin Alwi menyadari hal itu. Dia kemudian mengajakku untuk pergi setelah acara tersebut.

"Yuk, kita jalan."

Aku dan Alwi pergi ke taman kota yang tidak terlalu jauh dari tempat KKN kami. Di sana, aku mulai menceritakan semua sikap yang diberikan Nila padaku. Saat itu aku tidak bisa menahan rasa sedihku dan mulai menangis.

"Aku nggak tau kenapa dia selalu gituin aku, padahal aku nggak pernah jahatin dia kok."

Mataku kini sembab karena menangis cukup lama. Di sisiku kini, Alwi terus menerus memperhatikanku dan setelah aku selesai curhat, dia menarikku ke dalam pelukannya. "Udah, nggak usah dipikirin."

Perlahan aku membalas pelukan itu, mungkin inilah yang kubutuhkan sekarang apalagi sejak aku jauh dari pacarku. Kehangatan pelukan dari Rai membuat hatiku membaik cukup cepat.

 "Makasih ya, udah mau dengerin curhatan aku," ucapku pelan sembari melepas pelukan kami.

"Iya, sama-sama."

Lagi dan lagi, Alwi menjadi penjagaku selama akhir KKN ini. Aku bahkan menjadi bingung harus membalas seperti apa ketua KKN-ku yang satu ini karena sikap baiknya selama ini padaku. Saat kami sampai di posko, Nila langsung memarahiku dan Alwi melindungiku.

"Kamu ya, suka banget sih kabur-kaburan. Enak banget jalan-jalan padahal di sini pada sibuk semua bersih-bersih!"

"Dia jalan sama aku kok, aku yang ajak, kalau kamu mau marah, marah sama aku jangan sama dia." 

Suara Alwi meninggi dengan tiba-tiba, mungkin semua itu karena dia kesal pada Nila. Aku pun sama seperti Alwi, kesal dengan sikap Nila. Namun, aku berusaha untuk tetap diam dan tidak peduli karena semakin aku menjawan, semakin Nila meninggikan suaranya. Kami juga tidak mau membuat keributan di posko.

Aku dan Alwi kemudian sibuk membersihkan beberapa barang yang masih berada di luar posko. Tanpa berbicara kami menyelesikan semuanya padahal tubuh kami juga sudah kelelahan. Aku yang tengah sibuk mengangkat kardus tiba-tiba saja terkejut karena sebuah tangan mengambil alih kardus yang kubawa.

"Biar aku aja."

Alwi mengambil alih kardus tersebut dan aku mencoba melakukan hal yang lain. Cukup lama kami membersihkan barang-barang setelah acara kemerdekaan tadi. Setelah nyaris satu jam, akhirnya kami selesai. Aku kemudian pergi ke dapur untuk membuat teh. Mungkin teh tersebut dapat mengurangi rasa lelah Alwi. Iya, aku membuat teh itu untuknya karena aku sendiri tidak suka teh.

"Nih teh buat kamu," ucapku pelan sembari menyodorkan segelas teh ke hadapan Alwi. Pria itu sekarang tengah duduk di teras rumah yang menjadi posko bagi kami.

Walau terlihat ragu. Namun, Alwi tetap menerima teh yang kubuat. Perlahan aku duduk di sisi pria itu sembari sibuk memperhatikan jalanan yang sudah terasa begitu sunyi.

"Bentar lagi kita selesai KKN loh," ucap Alwi tiba-tiba yang berhasi membuatku menoleh ke arahnya.

"Iya, nggak kerasa ya."

"Kalau udah selesai KKN, kita masih bisa ketemu kan?"

Aku sedikit bingung dengan pertanyaan dari Alwi karena tentu kami masih bisa bertemu, apalagi pria itu sudah banyak membantuku. "Tentu, kita masih bisa ketemu."

Pembicaraan kami berlangsung cukup lama dan aku begitu menikmati pembicaraan tersebut apalagi saat ini tidak ada yang mengganggu kami seperti sebelum-sebelumnya. Ketika tengah asik berbincang, tiba-tiba saja salah satu teman KKN kami datang.

"Wi, Dee, yuk, rapat buat nilai."

Karena sebentar lagi KKN selesai, kami harus mengisi nilai yang perlu di laporkan kepada kampus dan nantinya nilai tersebut akan masuk ke dalam KHS. Pihak kelurahan meminta kami untuk membuat nilai sendiri karena mereka merasa tidak berhak untuk menilai, apalagi kami hanya membantu seadanya di kelurahan.

"Ya udah, kalian tulis sendiri deh, nilai yang kalian kamu," perintah Alwi sesat setelah kami berdua ikut duduk di ruang tamu.

Semuanya kemudian sibuk menulis nilai yang mereka inginkan. Namun, tiba-tiba Nila mengeluarkan suaranya. "Tolong ya, nulis nilainya yang masuk akal. Sesuai sama keaktifan selama KKN."

Aku hanya dapat tersenyum kecil tanpa berani mengangkat wajahku, aku yakin bahwa Nila tengah menatap tajam ke arahku dan aku tidak mau melihatnya. Di sisi lain, Alwi malah mengusap punggungku dan wajahku menoleh ke arahnya.

"Yang sabar ya."

Alwi menjadi satu-satunya anggota KKN yang baik padaku, bahkan sampai kegiatan tersebut selesai. Alwi selalu memperhatikanku. Saat kami selesai KKN, pria itu membantuku untuk membawa barang bawaanku pulang ke rumah karena aku membawa cukup banyak barang.

"Makasih ya, Wi," ucapku pelan setelah pria itu mengangkat barang-barangku ke kamar.

Alwi menjadi satu-satunya pria yang pernah masuk ke kamarku selain anggota keluargaku. Dia begitu sangat baik dan orang tuaku juga suka padanya. Saat datang tadi, Alwi sudah di terima dengan baik oleh orang tuaku.

"Iya, sama-sama. Ada lagi nggak yang perlu aku bawain ke atas?" tanya Alwi yang berhasil membuatku menatap sekeliling.

"Nggak ada kok."

"Ya udah kalau gitu. Aku balik ya."

"Iya, hati-hati di jalan ya."

***

Yeayyy, part 79.

***

Manis Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang