Bab 63 - Ketahuan -

3 0 0
                                    

Hubunganku dengan Rai semakin lama, semakin merenggang karena kami sibuk dengan kegiatan kami masing-masing. Sebenarnya kami masih tetap sering bertemu. Namun, dibeberapa saat kami bahkan menjadi seperti tidak saling mengenal. Sikap dingin yang Rai miliki kembali hadir dan membuat aku sedikit kesal.

Tadi pagi, aku memilki jadwal kuliah khusus konsentrasi dan setelahnya aku harus masuk kelas mata kuliah pilihan bersama teman-temanku juga Rai karena kelasku sebelumnya telat selesai. Maka, aku telat masuk ke kelas mata kuliah tersebut. Untungnya dosen yang mengajar sangat baik dan memperbolehkanku untuk masuk ke kelas.

Aku harus duduk paling belakang dan tidak duduk bersama teman-temanku. Dari kejauhan aku melihat Rai yang kini tengah sibuk digoda oleh teman-temanku yang lain. Rai memang sangat tampan. Namun, dia begitu dingin pada setiap orang yang mendekatinya dan mungkin hal itu membuat orang-orang menjadi tertarik padanya.

Semakin lama, aku semakin kesal melihat pacarku terus di dekati oleh perempuan lain sehingga akhirnya aku mengirimkan sebuah pesan pada pacarku itu. Setelahnya dapat kulihat bahwa Rai menoleh ke belakang, mencari keberadaanku. Aku memang menyadari bahwa pacarku itu tidak melihat kedatanganku, sebenarnya wajar karena memang Rai tidak terlalu tertarik untuk peduli pada sekitarnya.

Mata kami berdua kemudian bertemu dan pria itu tersenyum kecil ke arahku. Tentu aku tidak bisa melakukan hal yang sama karena aku sangat cemburu sekarang. Setelah kelas selesai, Rai langsung berjalan ke arahku dan duduk tepat di sampingku yang kini tengah sibuk memasukkan beberapa buku ke dalam tas.

"Dee," panggil Rai yang hanya kujawab dengan dehaman. Rai terlihat tengah menghela nafasnya dan membuatku menatap ke arahnya.

"Kenapa?" tanyaku sembari mengangkat salah satu alis.

"Nggak papa kok, yuk, balik. Mau ke kosku dulu nggak?" ajak Rai yang membuatku langsung berpikir sejenak.

"Aku balik aja deh," jawabku sembari berdiri. Namun, tangan Rai menahan kepergianku.

"Ayolah, kamu nggak pernah ke kos aku lagi loh," ucap Rai dengan wajah yang melas.

Aku terdiam kembali sembari menatap wajah pacarku itu. "Ya udah, yuk."

Rai langsung berdiri dan mengaitkan tangannya ke tanganku. "Rai, kita masih di kampus loh."

Rai menatap sekeliling dan langsung melepaskan cengkraman tangannya. Pria itu berjalan lebih dahulu di hadapanku agar tidak ada yang mencurigai hubungan kami berdua. "Aku tunggu di kos ya."

Sesampai di parkiran kos Rai, aku melihat ada motor Rai. Pria itu ternyata sudah sampai terlebih dahulu dan aku langsung pergi ke kamarnya yang berada di lantai dua. Aku mengetuk pintu kamar Rai beberapa kali dan kemudian masuk ke kamar pacarku itu. 

Saat masuk aku langsung bertemu dengan Rai yang baru saja selesai mandi. Tadi sebelum ke kos Rai, aku menemui Pak Aryo terlebih dahulu. Aku juga sudah memberitahukan Rai mengenai hal tersebut dan pacarku itu tidak mempermasalahkannya.

"Baru nyampe?" tanya Rai padaku yang tengah sibuk membuka sepatu.

"Iya, barusan."

Sebenarnya tidak ada hal aneh yang kami lakukan saat bersama, bahkan saat bersama kami sering mengerjakan tugas kami masing-masing. Ya setidaknya kami bersama dan itu semua sudah cukup bagi kami karena besok aku memiliki jadwal terakhir untuk mengajar, aku menyempatkan waktu untuk mempelajari kembali pembahasan yang aka aku bawa besok. Di sisi lain, Rai kini tengah asyik bermain game.

Di tengah kegiatan belajar, tiba-tiba saja Rai mengambil ponselku. Aku terkejut dan menarik kembali ponselku yang kini nyaris berpindah tangan ke pacarku itu. Rai tentu bingung saat melihat tingkahku dan dia kemudian menatap tajam ke arahku.

"Apa yang kamu sembunyiin?" tanya Rai dengan suara yang datar.

Aku tak sanggup menatap wajahnya lagi dan hanya dapat menundukkan kepala. "Nggak ada apa-apa kok. Aku nggak nyembunyiin apa-apa."

"Kalau nggak nyembunyiin apa-apa, kenapa kamu ambil lagi hape kamu!" 

Sekarang nada suara Rai meninggi dan aku semakin ketakutan. Pacarku itu kemudian kembali merampas ponselku dan aku terus-terusan menahan ponselku itu. "Dee, jangan sampai hape kamu rusak di tanganku ya!"

"Beneran nggak ada apa kok," belaku lagi.

"Kalau nggak ada apa-apa, ya udah, kasih ke aku, biar aku liat sendiri!"

Aku akhirnya menyerah dan memberikan ponselku pada Rai. Selama ini, pacarku itu tidak pernah memegang ponselku lagi karena kami jarang bersama dan aku sering kali berhubungan dengan Barra, adik Rai.

Cukup lama Rai memainkan ponselku. Aku yakin pacarku itu tengah sibuk membuka satu persatu pesan yang ada di ponselku itu. Dia juga akan tau jika aku menghapus beberapa pesan dan bisa membuat pertengkaran di antara kami.

Beberapa saat kemudian, Rai mengangkat wajahnya dan menatap ke arahku. Rahangnya mengeras menahan amarah yang kini mengumpul di benaknya. "Kenapa kamu bisa dapet nomor Barra?" tanyanya tanpa basa basi.

Aku terdiam sesaat dan yakin bahwa pacarku itu sudah membaca semua pesanku dengan adiknya. "Dia adik tingkat yang aku ajarin," jelasku singkat yang langsung membuat Barra menghela nafasnya.

"Terus, kenapa kamu nggak cerita?"

"Aku takut kamu marah."

"Aku bahkan lebih marah kalau kamu nggak cerita, Dee!"

Nada suara Rai semakin lama semakin meninggi dan aku kembali menundukkan pandanganku. "Maaf."

"Mulai sekarang, kamu nggak boleh berhubungan sama Barra!"

"Tapi, Rai ... ."

"Tapi apa? Kamu nggak mau dengerin omongan aku!" bentak Rai yang membuatku langsung menarik tangannya. Aku mengelus punggung tangan pacarku itu agar amarahnya berkurang.

"Bukan gitu, Rai, tapi, dia adik kamu."

"Aku nggak peduli. Pokoknya kamu nggak boleh berhubungan sama dia."

Setelah pertengkaran yang cukup panjang itu, akhirnya kami berdua sama-sama terdiam. kini Rai masih sibuk mengecek semua pesan yang masuk ke dalam ponselku. Bodohnya aku karena tidak menyembunyikan atau menghapus pesan dari Barra. Aku tidak mengira akan bertemu dengan Rai secepat ini.

"Rai," panggilku pelan yang langsung membuat wajah Rai terangkat. Pacarku itu tidak mengeluarkan suaranya dan membuatku paham bahwa dia masih marah terhadapku. "Aku mau balik."

"Ngapain balik sih, tidur sini aja," ucap Rai dengan nada suara yang agak tinggi.

"Nggak bisa, Rai, aku nggak ada baju ganti terus juga besok aku ngajar untuk kelas terakhir."

"Ya udah, kalau gitu."

Syukurnya Rai mau mengalah kali ini dan memang benar bahwa besok adalah kelas terakhirku untuk mengajar. Aku tidak menyangka bisa mengajar selama satu semester penuh. Ya walaupun masih banyak hal yang perlu aku perbaiki dalam metode pelajaranku.

Rai mengantarku sampai ke parkiran, pria itu kemudian menatap langit yang sedikit gelap dan memperingatkanku bahwa sebentar lagi mungkin akan hujan. "Kamu bawa jas ujan kan? Kayanya mau hujan deh bentar lagi."

Aku ikut menatap langit yang gelap itu. "Iya, ya udah deh. Aku mau cepet-cepet balik."

Sebelum sempat naik ke atas motor, Rai membawaku ke dalam pelukan hangatnya. Pacarku itu beberapa kali mendaratkan kecupannya di dahiku dan hal itu membuat hatiku hangat. Dapat dipastikan bahwa suasana hatinya sudah mulai membaik.

"Hati-hati di jalan ya."

***

yeay, update hehe.

walau telat banget 

*** 

Manis Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang