Bab 15 - Hari Pertama Kuliah -

12 10 0
                                    

Hari senin pun datang, siapa yang sangka bahwa aku kini menjadi anak kuliahan. Sepertinya baru kemarin aku mengurus semua berkas mengenai perkuliahanku dan kini aku sudah SAH menjadi mahasiswa.

Pukul 8 pagi aku sudah berada di kampus dan mencari kelasku. Sebelumnya aku sudah menghubungi Bora dan wanita itu ternyata sudah sampai di kelas

Nah, ini ruangannya, ucapku di dalam hati sembari masuk ke dalam ruangan tersebut.

Aku kemudian bertemu dengan Bora dan melambaikan tangan ke wanita itu. Bora memanggilku dan menyuruhku untuk duduk di sampingnya.

"Dee, sini duduk di samping aku."

Aku mendekat ke arah wanita itu dan duduk di sampingnya, "Telat nggak sih aku?"

Bora menggeleng pelan, "Engga lah, ini aja baru segini yang datang."

Aku kemudian memperhatikan sekeliling ruangan tersebut dan benar saja bahwa kini ruangan itu baru diisi beberapa mahasiswa padahal sekarang sudah pukul 8 yang berarti jam masuk kuliah.

Saat asik ngobrol dengan Bora, tiba-tiba saja seorang wanita masuk ke dalam kelas kami. Wanita itu kemudian menyapaku dan aku mengenal wanita itu.

"Hai, Dee. Kita sekelas ternyata," ucapnya dengan ramah.

Aku kemudian melempar senyumku pada wanita itu, wanita itu adalah temanku saat masih sekolah. Walau tak dekat. Namun, aku cukup mengenalnya.

"Iya," jawabku singkat.

"Aku pikir nggak bakal punya temen di sini," curhatnya dengan wajah sedih. Namun, aku jelas tau bahwa ekspresi wajahnya itu sangat dibuat-buat.

"Nggak papa kok, kan ada aku."

"Iya ya hehe."

Wanita yang bernama Ira itu kemudian duduk di belakangku karena kursi di sampingku sudah ada yang duduki dan kini ruangan tersebut nyaris penuh. Namun, dosen belum datang juga.

"Eh, coba dong tanyain tuh dosen kita dimana," celetuk seseorang yang entah siapa dari belakang.

"Iya tuh, masuk nggak dosennya?" tanya orang lain.

Aku hanya terdiam sembari memperhatikan sekeliling, suasana kelas kini memanas karena tak satu pun orang yang mau bergerak, semuanya malah saling menunjuk.

"Ya sudah, kalau gitu kita pilih ketua kelas aja deh," saran seorang pria yang langsung disetujui semua orang.

"Yang mau jadi ketua angkat tangan!"

Beberapa orang kemudian mengangkat tangannya dan tiba-tiba saja Ira yang berada di belakangku, menepuk bahu kananku.

"Angkat tangan, Dee," suruh wanita itu. Namun, aku tidak membalas ucapannya atau bahkan melakukan perintahnya.

Inilah sifat yang aku kurang suka dari Ira, wanita itu sangat suka memerintah orang lain dan sepertinya dia juga tidak memiliki hati karena sudah berkali-kali dia bertindak semaunya selama sekolah dulu. Makanya, dia tidak memiliki banyak teman. Mungkin banyak orang yang tidak suka dengan sifatnya juga.

"Ya sudah, kalian maju deh. Terus, kalian kenalin nama kalian masing-masing."

Beberapa orang yang tadi mengangkat tangan kemudian berdiri maju ke depan. Ada tiga orang yang maju, dua laki-laki dan satu perempuan.

Mereka pun memperkenalkan diri mereka masing-masing dan akhirnya aku mengetahui nama mereka, yang perempuan bermama Asa, dan dua pria itu bernama Sam dan Fiko.

"Nah, sekarang kita tinggal milih deh yang cocok buat jadi ketua. Tulis di kertas ya. Kertasnya nggak usah gede-gede."

Aku kemudian memperhatikan ketiga orang itu dengan saksama, Asa adalah wanita yang penuh percaya diri, Sam adalah pria bertubuh tinggi dengan senyuman manis di wajahnya dan Fiko adalah pria yang tegas. Namun, pria itu jauh lebih pendek dari Sam.

Aku akhirnya memutuskan untuk memilih Sam, karena pria itu sepertinya sangat santai dan tidak membuatku takut..

Seseorang kini berjalan memutar untuk mengambil kertas dari kami dan kertas tersebut dia tampung di topinya.

"Yuk, kita hitung hasilnya."

Seorang pria yang sedari tadi berbicara itu pun menaruh semua kertas di atas mejanya dan kemudian menyuruh seseorang yang duduk di sampingnya untuk mencatat hasil pemilihan suara ini.

"Maju lo, tulis di depan."

Seseorang yang dia suruh itu kemudian maju ke depan dan pria itu sedikit bingung saat sudah ada di depan.

"Nggak ada spidol cok," ucapnya kesal.

Aku yang mendengar hal itu pun langsung angkat bicara, "Ini aku punya."

Aku kemudian membuka tempat pensilku dan mengeluarkan sebuah spidol dari sana. Pria yang tadi di depan pun mendekat ke arahku dan mengambil spidol yang berada di tanganku.

"Pinjem bentar ya," ucapnya sembari tersenyum.

"Iya, pake aja."

Penghitungan suara pun dimulai, setiap pembacaan nama pasti akan ada teriakan yang berhasil membuat keributan di kelas kami.

"Wah, ada yang seri nih. Antara Sam sama Fiko," jelas pria yang membaca perhitungan suara.

Aku juga baru menyadari bahwa nilai suara Fiko dan Sam sama yaitu 15-15. Berbeda dengan Asa yang hanya mendapat nilai 5.

Penghitungan suara kembali dilanjutkan dan ternyata Sam lah pemenangnya, pria itu berhasil mengungguli suara dari Fiko dengan hasil akhir 20-18.

"Wah, selamat ya, Sam. Sekarang kamu bisa melakukan tugasmu mencari dosen," goda pria yang tadi membacakan hasil pemungutan suara.

Kami sekelas pun tertawa saat mendengar canda dari pria itu, sebenarnya pria itu sejak awal sangat lucu. Pria kurus yang entah siapa namanya itu berhasil membuat perasaanku kembali baik setelah dihancurkan oleh Ira.

Saat istirahat, aku ingin mengajak Ira untuk pergi ke kantin. Walaupun aku kesal padanya, tapi aku juga kasihan jika wanita itu sendirian. Namun ternyata, wanita itu sudah dengan orang lain.

Aku hanya tersenyum sinis melihat Ira yang sudah pergi dengan teman barunya itu. Di sampingku kini, Bora malah menyikut lenganku dan hal itu membuatku menatap ke arahnya.

"Mau ke kantin nggak?" tanya Bora yang langsung ku balas dengan anggukan.

Belum sempat kami keluar, Sam datang membawa sebuah map di tangannya.

"Jangan keluar dulu, kita isi presensi dulu."

Aku cukup bersyukur karena belum keluar dari kelas karena aku bisa mengisi presensi terlebih dahulu.

"Pinjem pulpennya dong," ucap seorang wanita kepadaku.

"Eh, aku pinjem juga ya abis itu," ucap yang lain.

"Iya pake aja, nanti kembaliin pas kelas selanjutnya ya."

Aku kemudian keluar dari kerumunan itu setelah mengisi presensi. Aku dan Bona pun berjalan keluar dari kelas. Namun, langkah kami ditahan oleh wanita lain. Wanita berkacamata yang wajahnya sangat imut.

"Kalian mau ke kantin ya?" tanyanya dengan pelan. Mungkin wanita itu tengah malu sekarang.

"Iya," jawabku singkat.

"Boleh ikut?"

Aku dan Bora saling bertatapan dan kemudian tersenyum, sepertinya kita berdua memikirkan hal yang sama.

"Boleh banget," jawabku dengan semangat.

"Yuk, kita ke kantin."

Aku kemudian mengaitkan tanganku ke tangan Bora dan juga wanita yang baru saja ikut bergabung dengan kami.

***

Up duluan deh, takutnya lupa lagi😅

***

Semoga suka sama ceritanya.

***

Makasih.

Manis Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang