Bab 26 - Dosen Aneh-

10 10 0
                                    

Tak dapat dipungkiri bahwa aku sedikit kesal pada July dan juga Risa. Tanpa alasan yang jelas mereka malah meninggalkan aku dan teman-temanku. Hmm, ada hal yang bikin aku tambah kesal yaitu mereka berdua keluar dari grup whatsapp tanpa meninggalkan sebuah ucapan perpisahan.

Entah apa yang kami lakukan pada mereka sehingga mereka seperti itu tapi aku tidak mau memperpanjang masalah. Aku berharap dia bisa mendapat teman yang lebih baik dari pada aku dan teman-temanku.

Perkuliahan awal semester dua berjalan lancar walau begitu ada beberapa dosen yang tidak hadir dalam dua minggu ini. Sam bilang, dia juga tidak bisa menghubungi dosen yang bersangkutan sehingga kami sekelas akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa seperti sekarang.

Seharusnya beliau sudah datang dari satu jam yang lalu. Namun, sampai sekarang beliau belum juga datang.

Seperti biasanya, aku dan teman-temanku akan duduk di depan kelas sembari bercerita. Menunggu dosen yang bersangkutan datang. Kami juga tidak bisa langsung pergi ke kantin karena nantinya kami akan kena masalah.

Selang beberapa menit kemudian, datang seorang pria dengan langkah terburu mendekat ke arah kami.

Aku mengerutkan dahiku bingung, jujur aku penasaran siapa pria itu. Apakah mungkin dia adalah dosen bisnis kami?

"Huft, maaf dek, kalian ini nunggu Pak Hadi kan?" tanya pria itu setelah mengambil nafas panjang.

Aku dan teman-temanku mengangguk secara bersamaan.

"Bapak, pak Hadi ya?" tanyaku menebak dan benar saja pria paruh bayah itu kemudian mengangguk.

"Mari, Pak. Masuk kelas," ujar Sam mengarahkan Pak Hadi untuk masuk ke kelas dan kami ikut masuk juga.

Beliau langsung duduk di meja dosen dan kemudian menaruh tasnya. "Maaf ya, Adik-adik semua. Saya ada kegiatan beberapa minggu ini sehingga saya baru bisa hadir di pertemuan kali ini. Tapi, karena ini sudah lewat satu jam. Saya mau memperkenalkan diri saja ya. Untuk mulai belajarnya minggu depan."

Pak Hadi kemudian berdiri dan berjalan menuju tengah kelas, "perkenalkan saya Hadiandra Dinata. Panggil saja saya Hadi atau Bapak Hadi. Saya akan mengajarkan Mata kuliah Bisnis di semester dua kalian ya."

"Iya, Pak."

"Untuk penilaian saya seperti dosen lainnya. 50 persen kehadiran. 25 persennya nilai ujian dan 25 persen lainnya nilai tugas. Jadi, kalian enggak perlu khawatir. Saya juga ngasih tugas yang gampang-gampang saja kok."

Pak Hadi kemudian tersenyum ke arah kami. Hmm, sepertinya beliau adalah dosen yang baik.

"Baik, itu saja yang mau saya sampaikan. Untuk absennya sudah saya tanda tangani. Tolong, ketua kelas yang tidak hadir, di coret ya namanya."

Pak Hadi kembali ke meja dosen dan mengambil tasnya, "terima kasih semuanya, selamat pagi."

Kelas yang sebelumnya hening, berubah ramai setelah Pak Hadi keluar dari kelas. Banyak yang membicarakan tentang beliau karena beliau terlihat begitu tegas.

Aku dan teman-temanku juga tidak melewatkan untuk membicarakan tentang Pak Hadi.

"Eh, aku kok nggak pernah liat beliau di ruang dosen ya," ujarku tiba-tiba karena memang saat meminta tanda tangan dengan dosen waliku di ruang dosen. Aku tidak pernah melihat Pak Hadi.

Deon kemudian membalikkan tubuhnya sehingga dapat melihatku yang duduk tepat di belakang Rai." Ya iyalah, namanya juga dosen terbang."

Aku terdiam sesaat, memikirkan apa yang Deon katakan. "Dosen terbang?"

"Iya, beliau tuh dosen di kampus lain juga. Tapi, bukan cuman beliau kok yang jadi dosen terbang. Ada banyak," jelas Deon lagi.

Aku mengangguk paham, "gimana bagi waktunya ya kalau gitu?"

"Ya, sebisa beliau. Namanya juga tugas, apapun harus dilakukan," jawab Sam tiba-tiba. Ternyata pria itu mendengar ucapanku.

Bora dan Dira hanya terdiam mendengar pembicaraan kami. Mereka berdua memang terbiasa diam saat teman-teman yang lain tengah berbicara. Kalau bisa dibilang itu namanya menghargai.

Setelah dua mata kuliah selesai hari ini, akhirnya tiba kami bisa istirahat sebelum akhirnya melanjutkan kelas lagi.

Seperti biasa, aku dan teman-temanku makan di kantin setelah mendapat tempat kosong. Tentu kami tidak bisa mengisi kursi yang kosong saja, jika hanya ada satu ada dua kursi. Karena kamu terbiasa bersama bertujuh orang.

Saat tengah asik makan, tiba-tiba saja Ira lewat bersama teman-temannya termasuk July dan Risa. Aku tersenyum ke arah mereka dan mereka membalas dengan senyuman juga.

Aku rasa, tidak ada sesuatu yang menjadi masalah pada hubungan pertemanan kami sehingga aku akan terus berbuat baik pada mereka.

Lirikan mataku terus mengikuti arah mereka berjalan dan Dira menyadari hal itu, "kamu nggak papa kan?"

Aku menggeleng pelan sembari tersenyum, "nggak kok, cuman kepo aja mereka mau kemana."

Ternyata mereka duduk di meja lain yang cukup jauh dari meja kami, "udahlah, Dee. Nggak usah dipeduliin," ucap Bora tiba-tiba.

"Enggak kok, aku cuman liat doang."

Keempat pria di hadapan kami ikut melihat ke arah yang aku lihat tadi, Sam yang sebelumnya makan tiba-tiba terdiam. "Kalian buat masalah?"

Aku mengangkat pandanganku, "Enggak, mereka tiba-tiba jauhin kita."

Rai yang biasanya tidak peduli tiba-tiba saja mengangkat pandangannya dan menatap ke arahku.

Aku mengangkat alisku sebagai tanda kepada pria dingin itu. Namun, pria itu langsung membuang pandangannya. Aku kemudian memutar bola mataku karena kesal pada Rai.

Entah kenapa, ada pria sedingin Rai di muka bumi ini.

Setelah selesai istirahat, kami masuk ke kelas lagi dan kali ini adalah mata kuliah bahasa inggris.

Aku, Dira dan Bora duduk di barisan kedua seperti biasanya. Namun, kali ini aku duduk paling ujung dekat dengan jalur tengah yang biasa dilewati dosen saat mengajar atau menjelaskan. Dira bilang dia tidak mau duduk diujung karena takut dipanggil.

Tak butuh waktu lama, Dosen yang bernama Ari itu pun datang. Dosen muda dengan wajah yang cukup tampan.

Beliau langsung memulai kelas dengan baik dan mengajarkan materi baru yang berbeda dari minggu lalu.

"Nah, sudah selesai materi kita hari ini. Ada yang mau bertanya?"

Seperti biasanya, Pak Ari akan membuka sesi pertanyaan bagi kami yang belum terlalu paham. Aku yang masih sibuk menulis pun tidak memperhatikan dosen tersebut.

Namun, tak lama kemudian aku merasa sebuah tepukan di pundakku. Aku menoleh perlahan dan ku temukan Pak Ari yang tengah tersenyum ke arahku.

"Sudah selesai?" tanya beliau dengan lembut.

Aku tersenyum kikuk sembari mengangguk.

Detak jantungku tiba-tiba berhenti sejenak saat Pak Ari berada tepat di sampingku. Bukan karena aku menyukai dosen tersebut. Namun, aku malah takut dengan beliau. Tatapannya begitu aneh dan hal itu menyebabkanku merasa bahwa ada yang berbeda dari beliau.

***

Kupas tumpas perkuliahan yaa.

Baik buruknya silahkan dibaca hihi.

***

Jangan lupa tinggalin jejak kalian.

***

Makasih.

Manis Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang