Bab 74 - Ganti Skripsi -

2 0 0
                                    

Siapa sangka bahwa semester enam ini terasa begitu cepat berlalu, tadi pagi aku mendapat informasi bahwa sudah ada pembagian dosen pembimbing dan dengan gugup aku mulai membuka website kampus untuk mengetahui siapa yang akan menjadi dosen pembimbing skripsiku.

Mataku terpejam saat menunggu website tersebut terbuka dan terkejutnya aku saat menemukan nama Ibu Moa dan Ibu Adel yang akan menjadi dosen pembimbingku. Dengan cepat aku menghubungi Pak Aryo untuk meminta pendapat beliau.

Percakapan singkat yang aku dan Pak Aryo lakukan itu akhirnya bisa menenangkan hatiku yang kini tengah gugup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Percakapan singkat yang aku dan Pak Aryo lakukan itu akhirnya bisa menenangkan hatiku yang kini tengah gugup. Ibu Moa terkenal dengan keseramannya sehingga banyak dari kami yang takut pada beliau.

Beberapa hari kemudian, aku menemui Pak Aryo di temani dengan Rai. Pacarku itu hanya menunggu di luar dan aku langsung bertemu dengan dosenku itu.

Ada banyak hal yang kami ceritakan dan beliau menyarankanku untuk menemui kedua dosen pembimbingku itu agar skripsi yang kubuat cepat selesai atau hanya sekedar Acc karena setelah ini masih banyak hal yang perlu kulakukan.

"Kamu hubungin beliau dulu lewat pesan singkat, cari nomor beliau di ruang jurusan," saran Pak Aryo yang langsung membuatku mengangguk paham.

"Baik, Pak. Makasih sebelumnya."

Aku keluar dari ruang Pak Aryo dengan hati yang tidak karuan. Aku segera mengajak Rai untuk pergi ke ruang jurusan dan pria itu tidak menolak ajakanku.

Saat di ruang jurusan, aku menemukan data dosen yang tertempel di kaca. Dengan cepat aku menyimpan kedua nomor dosen pembimbingku dan akan menghubungi mereka esok hari.

Di sisi lain, Rai sudah mulai melakukan konsultasi dengan Pak Ilham. Tidak hanya Rai, tetapi juga Kavin, Dira dan Bora. Aku tentu mendukung mereka agar kami bisa lulus bersama. Namun sayang, Sam dan Deon harus menunggu lebih lama karena mereka perlu mengulang mata kuliah yang tidak lulus.

Keesokannya, aku langsung menghubungi satu persatu dosen pembimbingku. Aku sudah ada di kampus karena jika beliau menyuruhku untuk datang menemui mereka, aku sudah siap.

Dua pesan terkirim dengan baik dan aku menunggu balasan pesan tersebut dengan rasa gugup yang teramat mengganggu. Di tanganku kini sudah ada skripsi bayangan yang sebelumnya kubuat, rencananya akan kuberikan pada kedua dosen pembimbingku itu.

Tak lama kemudian, Ibu Adel membalas pesanku. Beliau bilang, dia tidak ada di sini. Beliau sedang ada di luar kota dan memintaku untuk melakukan konsultasi pada Ibu Moa saja.

Ternyata benar kata Pak Aryo bahwa Ibu Moa adalah dosen yang sangat baik, ya walaupun nantinya aku harus bertemu dengan beliau ketika beliau sudah pulang. Kalau bisa dibilang beliau adalah dosen terbang yang mengajar di beberapa kampus.

Rai yang kini duduk di sisiku memajukan kepalanya untuk ikut membaca pesan yang masuk. Tangannya kemudian mengelus kepalaku yang berbalut jilbab hitam.

"Sudah mau ketemu dosen?" tanya Rai yang langsung membuatku mengangguk pelan.

"Kamu kapan?" tanyaku penuh penasaran karena Rai sangat malas, aku bahkan harus menyuruhnya terlebih dahulu.

Rai menyadarkan tubuhnya di kursi dan melipat kedua tangannya di depan dada. "Ntar aja lah, baru juga pengumuman dosen."

Aku hanya dapat menghela nafas setelah mendengar ucapan dari pacarku itu, sebenarnya hanya aku yang berani menghubungi dosen pembimbing dan teman-temanku masih tidak berani. Padahal aku dan Rai sama-sama akan dibimbing oleh Ibu Moa.

"Gitu aja terus, sampai aku lulus duluan. Aku tinggalin kamu entar!" ancamku yang langsung membuat tubuh Rai menegang.

"Jangan gitu kek, Yang."

Ucapan Rai membuat teman-temanku terdiam sesaat, mereka belum tau bahwa aku dan Rai saling memanggil Sayang. Dira sudah menatapku dengan penuh tanya. Namun, sebelum dia bertanya aku langsung memberi penjelasan.

"Iya, iya, aku sama Rai saling manggil sayang. Udah lah nggak usah dibahas."

Wajahku kini terasa begitu hangat, aku bahkan sesekali mengibaskan map di tanganku ke arah wajahku. Teman-temanku sangat suka menggoda, makanya aku sangat malas jika harus melakukan adegan romantis pada Rai walaupun pria itu pacarku sejak lama.

Saat asyik berbincang sembari menunggu waktu masuk kelas, tiba-tiba saja ponselku berbunyi dan sebuah pesan masuk dari Ibu Moa. Dengan gugup aku membuka pesan itu dan ternyata beliau mau menemuiku waktu istirahat nanti.

Aku tersenyum kecil karena setidaknya beliau mau menemuiku secepat ini. Aku ingin segera menyelesaikan semuanya sesuai dengan perintah yang diberikan Pak Aryo.

Rai kembali ikut melihat pesan yang ada di ponselku. "Jadi, nanti mau ketemu sama Ibu Moa?"

"Iya, kamu juga hubungin Bu Moa secepatnya."

"Yakan aku masih belum punya apa-apa, Yang."

"Ya udah, kerjain dulu apa yang disuruh sama Pak Ilham."

Wajah Rai berubah masam karena ucapanku tadi, sebelumnya dia sudah curhat padaku bahwa dia tengah diberi banyak tugas oleh dosen pembimbingnya itu. Aku hanya mampu mendengar semua curahan hati pacarku itu karena menurutku hal itu biasa saja, apalagi data yang mereka perlu olah itu adalah data yang mereka gunakan di skripsi nantinya.

Jam istirahat pun tiba, aku dan teman-temanku segera keluar dari kelas. Namun, aku segera pergi ke ruang jurusan dan teman-temanku yang lain pergi ke kantin. Mereka bilang akan menunggu di kantin saja dan aku harap konsultasi pertamaku ini berjalan lancar.

Saat berada tepat di depan pintu, aku mencari-cari keberadaan Ibu Moa dari balik jendela dan setelah menemukan beliau, aku langsung masuk ke dalam ruangan tersebut.

"Permisi, Bu. Saya yang mau konsultasi."

Ibu Moa mengangkat wajahnya dan sepertinya beliau ingat denganku karena sebelumnya aku pernah masuk di salah satu kelasnya. "Silakan duduk."

"Baik, Bu, makasih."

Aku mulai menjelaskan tentang kedatanganku dan memberi skripsi bayangan yang kubuat pada beliau. Beliau membaca skripsi itu dengan saksama dan kembali meletakkannya di atas meja.

"Sebenarnya saya suka sama skripsi ini, tapi karena pembahasannya sudah pernah dibuat. Maka, saya maunya kamu ganti."

Aku terdiam sesaat setelah mendengar ucapan dari Ibu Moa. Jadi, harus mulai dari awal? tanyaku di dalam hati.

Perlahan Ibu Moa membuka laci di mejanya dan mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam sana. Beliau langsung menyodorkan kertas itu padaku. "Ini, Ibu ada jurnal. Kalau bisa sih, kamu bahas tentang ini aja. Karena belum ada yang membuat skripsi tentang ini. Pembahasan mudah kok, dan Ibu saranin kamu cari sesuatu yang khas dari kota ini."

Aku menerima lembaran kertas itu dan membaca judulnya. Entah kenapa aku menjadi bingung karena judul jurnal tersebut sangat panjang.

"Kamu bisa baca jurnal itu dulu, kalau kamu suka, kita bisa buat skripsi dengan judul itu."

Aku mengangguk paham dan harus berusaha keras lagi. Untungnya aku memiliki Pak Aryo yang bisa membantuku untuk membuat skripsi. "Baik, Bu. Saya pinjam dulu ya, jurnalnya."

"Iya, silahkan."

"Baik, Bu. Terima kasih. Saya pamit dulu."

***

Yeay, bab 74.

***

Manis Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang