Bab 36 - Jadian -

10 2 0
                                    

Malam suntuk tidak membuatku bisa tidur. Di sisiku, Rai sudah terlelap sejak beberapa jam yang lalu. Mataku melirik ke arah pria itu yang membelakangiku. Sebenarnya aku ingin tidur di bawah. Namun, Rai melarangku. Dia takut aku akan masuk angin sehingga akhirnya kami tidur bersebelahan dengan guling sebagai pemisah kita.

Aku menghela nafas sembari pelan-pelan bangun dari tidurku. Aku ingin buang air kecil dan segera pergi ke toilet.

Setelah selesai dari Kegiatanku, aku kembali ke kasur. Namun ternyata, Rai terbangun. Mungkin pria itu menyadari bahwa aku tidak ada di sampingnya.

Aku segera kembali tidur di samping Rai dan pria itu berhadapan denganku. Tangan kanannya mengelus rambutku dengan perlahan.

"Belum ngantuk?" tanyanya pelan yang langsung membuatku mengangguk.

Rai membawaku ke dalam pelukannya hingga tanpa sadar kami tertidur dengan posisi yang sama.

***

Pagi harinya, tangan Rai terasa sakit. Aku memijat pelan tangan pria itu sembari mengomel.

"Lagian kamu, ngapain sih jadiin tangan kamu bantalan buat kepala aku."

Rai hanya tersenyum kecil sembari bermain dengan ponselku. Aku yang menyadari hal itu langsung merebut ponselku. Aku benar-benar lupa pada ponselku sejak kemarin.

"Ihh, hape aku."

Aku membuka semua aplikasi chat yang aku miliki. Ternyata Rai sudah membuka semua chat orang yang dikirim padaku. Aku kemudian memberi tatapan tajam pada pria itu.

"Ihh, kenapa dibuka semua," rengekku dengan kesal.

Rai hanya terdiam tanpa membalas ucapanku. Pria itu memperhatikanku yang kini tengah sibuk membalas semua pesan yang sudah dikirimkan ke aku.

"Kamu mau jalan?" tanya Rai tiba-tiba.

Aku yang sudah selesai membalas semua pesan pun menatap pria itu dengan tatapan bingung karena pertanyaan yang tiba-tiba tersebut.

"Maksudnya?"

"Itu chat di hape kamu," jawab Rai dengan wajah super datarnya.

Aku akhirnya paham maksud ucapannya. Pria itu menanyakan tentang kegiatan liburanku nanti. Aku dan teman-temanku masih sibuk membahasnya di grup karena acara tersebut akan berlangsung beberapa hari lagi.

Aku bergumam sebelum menjelaskan pada Rai tentang apa yang pria itu ingin tau, "Iya, lusa aku mau pergi keluar kota."

"Sama siapa?"

"Temen-teman aku."

"Terus, kamu mau ninggalin aku gitu?"

Aku menghela nafasku dengan kasar, "Rai, aku udah janji. Luka kamu juga udah mulai kering kok, bisa kan aku pulang hari ini."

Rai membuang pandangannya agar tidak melihat ke arahku.

"Rai, please deh. Kita nggak punya hubungan spesial. Kamu juga nggak berhak buat maksa aku buat tinggal."

Rai kembali menatap ke arahku. "Ya udah, mulai sekarang kita pacatan dan aku nggak mau kamu pergi."

Aku mengusak rambutku dengan kasar. Semakin lama tinggal dengan Rai. Kepalaku menjadi pusing. Pria itu selalu saja bertindak semaunya dan hal itu membuatku semakin pusing.

"Rai, aku pusing. Pokoknya hari ini aku harus pulang, aku belum packing buat jalan nanti."

"Kalau kamu tetep mau pergi, terserah."

Rai merebahkan tubuhnya di kasur dan menggulung dirinya dengan selimut. Hal itu membuatku pening, entah kenapa Rai menjadi pria yang berbeda sekarang.

Aku tetap berada di kostnya Rai untuk beberapa saat. Membersihkan kamar kost tersebut dan juga membelikan makanan untuk Rai makan nanti.

Manis Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang