Bab 48 - Mantan? -

7 2 0
                                    

Selesai sudah waktu liburan semester kali ini dan aku harus fokus pada kuliahku lagi. Semester empat sepertinya menarik bagiku karena setelah ini aku harus memastikan konsentrasi yang kuambil kelak, entah Keuangan atau malah operasional. Dua konsentrasi tersebut yang begitu menarik di mataku.

Sekarang sudah menunjukkan pukul delapan dan dosen belum juga datang, aku dengan sengaja menendang kursi Sam yang duduk tak jauh dariku. Di depanku ada Rai yang tengah fokus pada ponselnya.

"Apaan sih, Dee?" tanya Sam dengan wajah kesal.

"Cari dosen gih, udah jam delapan nih," suruhku dengan wajah yang menyebalkan.

"Aku bukan ketua kelas," tolaknya. Memang benar, setiap semester, setiap mata kuliah. Tidak harus sama ketua kelasnya, hal itu yang cukup mengganggu mungkin bagi Sam.

Aku tau, menjadi ketua kelas begitu berat apalagi saat kuliah ini. Setiap hari bolak balik ke ruang jurusan untuk mengambil absen dan juga menghubungi satu persatu dosen yang masuk.

"Ya udah sih, kamu aja yang jadi ketua kelas," ucapku pelan yang langsung diiakan oleh teman-temanku.

Kami bertujuh tetap satu kelas, entah semester depan bagaimana. Namun, jika bisa sekelas lagi. Kenapa tidak?.

"Malas aku, kamu aja deh."

Aku langsung menampilkan wajah anehku, "Kamu nyuruh aku yang jadi ketua kelas, selesai semua nilai kalian di tanganku hahaha."

Aku hanya bercanda dengan ucapanku tadi, lagi pula jika ada pria kenapa harus aku yang menjadi ketua kelas?. Alangkah baiknya jika pria yang memimpin kelas.

Mau tak mau, Sam bangun dari duduknya dan pergi entah kemana. Yang pasti pria itu akan mengambil absen karena belum ada satupun yang mengambilnya.

Sembari menunggu Sam kembali, aku asik berbincang dengan Dira dan juga Bora. Selama liburan kami tidak bertemu dan hal itu membuat rasa rindu kami menumpuk hingga akhirnya tak dapat dibendung.

Tadi pagi, sebelum masuk kelas. Kami bahkan saling berpelukan sehingga membuat orang-orang menatap heran ke arah kami.

Selayaknya saudara yang tak terpisahkan, kami merindukan satu sama lain. Apalagi jika libur semester genap. Sangat lama rasanya.

Mungkin sekitar 10 menit setelah Sam pergi, pria tinggi bertubuh tambun itu kembali datang dengan sebuah map kuning di tangannya.

Aku ingin meneriaki pria itu. Namun, suaraku terhenti ketika melihat seorang pria dari balik tubuh Sam.

Pria paruh bayah dengan tubuh kecil itu benar-benar tak terlihat di belakang tubuh besar Sam.

Pria paruh bayah yang pasti adalah dosen kami langsung berjalan menuju meja dosen. Setelah selesai menaruh tas yang dia gunakan, pria itu berjalan kembali ke tengah kelas.

Beliau memperkenalkan dirinya dengan ramah dan akhirnya aku tau bahwa dosen tersebut bernama Wahyu.

Selama perkenalannya, aku merasa aneh pada pria tersebut. Dia selalu menatap ke barisan tempat aku duduk, tetapi aku bingung pak Wahyu melihat siapa.

Pertemuan pertama ini hanya diisi dengan perkenalan. Pak Wahyu memperkenalkan dirinya dan kemudian beliau mengabsen nama kami masing-masing.

Sepertinya beliau mau mengingat nama kami semua, tapi kami sangat banyak. Beliau juga tidak mungkin hanya mengajar di kelas kami bukan?.

Pak Wahyu akhirnya pamit untuk pergi meninggalkan kelas. Sepeninggal dosen tersebut tiba-tiba saja kami melihat ada beberapa mahasiswa yang sudah menunggu kami keluar. Sepertinya Mahasiswa baru karena mereka memakai baju putih hitam.

Aku mendengus kesal dan membuat Dira bertanya padaku, "Kenapa, Dee?"

"Itu loh, adik tingkat, udah nungguin aja di depan kelas padahal kita belum keluar," jelasku yang langsung membuat sahabat wanitaku itu menatap ke pintu kelas.

Satu persatu teman-teman sekelasku keluar dan saat aku ingin keluar, mereka menjadi lebih banyak dari sebelumnya.

Mataku menatap tajam ke arah mereka yang sudah bersiap untuk masuk. "Tolong ya, kalau kami belum keluar, jangan nunggu di depan pintu gini. Kami nggak bisa keluar!" tegasku dengan suara yang cukup nyaring.

Mereka akhirnya menjauhkan diri dan membuat kami bisa keluar dengan tenang.

Di sisiku, Dira mengelus pundakku dengan pelan. "Sabar, Dee."

***

Perasaan anehku kemudian kembali muncul setelah kelas Pak Wahyu masuk minggu selanjutnya. Setiap berbicara pria paruh bayah itu selalu melihat ke arah tempat dudukku.

Berulang kali aku berusaha untuk tidak melihat ke arah dosen itu. Namun, karena aku selalu memperhatikan siapapun yang tengah berbicara. Lagi-lagi tatapan kami bertemu.

Kali ini, beliau tersenyum ke arahku dan segera kubalas dengan senyuman juga, walaupun senyuman canggung yang nyatanya tak ingin kulukis.

Saat tengah menjelaskan, tiba-tiba beliau membicarakan sesuatu yang menurutku aneh.

"Hmm, kaliam tau nggak? Saya suka di kelas ini, karena ada salah satu mahasiswi di sini yang mirip dengan mantan saya."

Dahiku mengkerut bingung saat mendengar ucapan dosen tersebut. Saat berbicara tentang mantan, tiba-tiba saja tatapannya terlempar ke arahku. Segera kupalingkan wajahku agar semua pikiran burukku menghilang.

Tidak ada hal yang aneh selanjutnya. Namun, teman-temanku langsung menginterogasiku seakan-akan semua ini adalah hal yang penting.

Di meja kantin, kami duduk bersama. Tatapan ke enam teman-temanku itu mengarah padaku, semua. Semua melihat ke arahku.

Aku yang risih kemudian mengomel. "Apaan sih, kenapa kalian semua ngeliat ke arahku."

Deon menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi yang dia duduki. "Nggak nyangka loh aku, temenku yang satu ini mantannya dosen."

"Heh, sembarangan kalau ngomong. Aku nggak pernah pacaran sama beliau!" sanggahku dengan tegas.

"Terus, tadi kenapa Pak Wahyu liat ke arah kamu?" tanya Deon dengan suara menggoda.

"Ya nggak tau, ngeliat yang belakang kali," jawabku dengan malas.

Memang, aku duduk di barisan kedua dan di belakangku masih ada mahasiswa lain. Tentu, ada banyak kemungkinan yang terjadi. Yang pasti, aku tidak pernah pacaran dengan Pak Wahyu.

"Ya udah sih, nggak usah sewot," ucap Deon pelan sembari mulai makan.

Kami akhirnya bisa makan dengan nyaman dan tenang. Teman-temanku juga sudah selesai menggodaku. Aku pun bingung kenapa beliau berbicara seperti itu.

Aku baru pertama kali mengenalnya karena sebelumnya beliau tidak pernah mengajar di kelas yang kuambil.

Kalau bisa dibilang, semester kali ini ada banyak dosen baru. Dosen yang baru kulihat atau kukenal. Karena kelas yang kami ambil harus berebut, maka kami tidak terlalu peduli dengan nama dosennya setidaknya kelas kami aman.

Oh iya, sebelumnya ada kelas yang kosong alias hilang. Alasannya adalah kelas tersebut kurang mahasiswanya sehingga di tutup dan untuk yang mengambil kelas tersebut, mau tak mau mencari kelas lain yang kosong.

Sebenarnya aku juga merasakan hal itu, untungnya hanya sekali dan mau tak mau aku harus menemui dosen waliku kembali untuk meminta di bukakan. Selanjutnya KRSku perlu di validasi ulang.

Melelahkan.

***

Yeay, akhirnyaaaaa.

Semoga suka yaa.

Makasih.

***

Manis Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang