Hangat pagi menyelimuti diriku yang sudah bersiap untuk pergi ke kampus. Hari ini adalah hari pertama kuliah di semester dua dan aku sangat semangat menjalaninya.
Memang, tidak ada yang tau bagaimana nantinya. Entah mendapat dosen seperti apa dan bagaimana tentang perkuliahannya. Namun, karena aku sangat senang sesuatu yang penuh dengan kejutan. Aku sangat menantikannya.
Aku sengaja mengisi penuh tangki bensinku. Kemudian, ku penuhi jok motorku dengan keperluan mendadak seperti jas hujan, dan lain sebagainya.
Seperti di semester satu kemarin. Aku akan turun satu jam sebelum perkuliahan dimulai karena takut telat hehe. Padahal untuk perjalanan hanya memakan waktu 30 menit.
Aku mengendarai motor dengan kecepatan pelan sembari terus memperhatikan kaca spion yang ku gunakan. Aku sedikit kesal karena ku pikir ayahku akan mengikuti dari belakang seperti sebelumnya saat aku belajar mengendarai motor beberapa hari yang lalu.
Jujur, karena ini kali pertama aku mengendarai motor di jalanan besar. Aku sangat gugup dan berharap cepat sampai di kampus.
Aku gugup bukan karena takut ditilang tetapi aku gugup karena takut melanggar peraturan lalu lintas karena jujur aku masih belum paham betul peraturan-peraturan yang ada di jalan seperti garis lurus dijalan, garis terputus, plang berbetuk bulat atau malah berbentuk kotak.
Aku tau hanya sekedar tau. Namun, manusia penuh dengan kesalahan sehingga aku yakin kelak mungkin bisa melanggar satu atau dua peraturan yang ada.
Setelah nyaris 40 menit, aku sampai di kampus. Aku parkir tepat di samping motor milik Bora, ternyata wanita itu sudah sampai lebih dahulu.
Sebelum pergi ke kelas aku membuka jaket yang ku gunakan dan ku masukkan ke dalam jok dan kemudian mengeluarkan ponselku.
Semester dua kali ini, kami masih menggunakan kemeja putih dan bawahan kain berwarna hitam. Boleh menggunakan rok atau pun celana panjang. Asal bahannya kain.
Aku membuka ponselku dan memperhatikan jadwalku hari ini. Ternyata aku harus pergi ke gedung belajar lantai satu. Aku cukup lega karena tidak perlu naik tangga pagi ini.
Setelah sampai tepat di depan ruang 3, aku segera masuk dan menemui Bora yang sudah menyiapkan tempat duduk untukku dan juga teman-temanku yang lain.
Seperti biasanya, kamu akan duduk dibarisan kedua dan teman-teman priaku akan duduk di barisan pertama.
"Makasih ya, Bor," ucapku setelah mendudukkan diriku di sampingnya.
Bora tersenyum dan sedikit terkejut saat melihat aku membawa kunci motor. "Loh, bawa motor?"
Aku yang tengah asik mengeluarkan buku itu pun langsung menatap ke arah Bora, aku sedikit malu. Namun, sebenarnya aku akan menceritakannya pada temanku itu.
"Hehe, iya," jawabku singkat.
Bora kemudian tersenyum menggoda, "ciee."
Tak lama kemudian, Dira datang dan langsung duduk tepat di sampingku. Deru nafasnya tak beraturan sehingga membuatku bingung.
"kamu kenapa, Dir?" tanyaku dengan pelan.
Dira menatap ke arahku, "Dira, pikir udah masukkan."
Aku tertawa kecil saat melihat wajah panik dari Dira. "Belum kok, nih cowok-cowok depan kita aja belum datang."
Dira ikut melihat kursi di barisan depan kami yang masih kosong, "loh, iya juga ya."
Tanpa sengaja, Dira menghembuskan nafasnya lega. "Tadi soalnya, mamanya Dira ngantar ponakan Dira dulu. Jadinya Dira pikir telat."
Aku menepuk pundak Dira dengan pelan, "nggak kok. Santai hehe."
Setelah beberapa menit kemudian, teman-teman priaku akhirnya datang secara bersamaan dan setelahnya dosen pun datang.
Dosen wanita yang aku tidak kenali karena di KRS pun tidak ada keterangan mengenai nama dosennya. Kami sekelas terdiam menunggu dosen tersebut berbicara atau lebih tepatnya membuka kelas. Namun, tak lama kemudian July dan Risa datang tetapi mereka tidak hanya berdua melainkan bersama dengan Ira dan beberapa wanita lainnya.
Jujur, aku terkejut bukan hanya karena mereka berdua tidak duduk bersama ku dan teman-temanku. Namun, aku lebih terkejut karena mereka berdua tidak melihat ke arahku. Melihat saja tidak apalagi menyapa.
Tanpa ku sadari aku menatap ke arah Bora dan Dira. Mereka sepertinya memiliki pikiran yang sama denganku tetapi kami tidak mau membahasnya sekarang dan lebih memilih untuk mengikuti mata kuliah pagi ini.
"Baik, selamat pagi semuanya. Assalamualaikum."
"Pagi, Bu. Waalaikumsalam."
"Nama saya, Anita. Dosen mata kuliah Statistik Ekonomi."
Setelah Ibu Anita memperkenalkan diri, beliau langsung memanggil kami satu persatu untuk mengisi presensi yang sudah ada di tangannya itu.
"Sudah semuanya, hari ini kita enggak belajar dulu. Tapi, saya mau bagiin poin-poin bab yang akan kita bahas dalam satu semester ini. Biasanya siapa nih yang nulis di depan kelas?"
Semua mata tiba-tiba mengarah padaku, aku menjadi gugup dan Ibu Anita kemudian menunjukku.
"Iya, kamu. Silakan maju," ujar Bu Anita.
Aku berdiri dengan pelan. Namun, sebelum maju aku membawa beberapa spidol yang ku punya karena kelas kamu belum meminta spidol di ruang Tata Usaha.
"Loh, kamu bawa spidol?" tanya Bu Anita setelah aku berdiri tepat di sampingnya.
Aku mengangguk pelan, "iya, Bu. Saya biasa bawa spidol. Tapi, nanti ketua kelas minta spidol khusus buat kelas kok, Bu."
"Ya sudah kalau gitu." Bu Anita kemudian menyodorkan ku sebuah kertas dan segera ku ambil. "Tulis dari poin satu sampai sepuluh ya. Nggak usah cepet-cepet. Santai aja."
Aku mengangguk paham dan kemudian berjalan ke depan papan tulis. Perlahan aku menulis apa yang ada di kertas tersebut.
"Jangan lupa ditulis ya, saya tinggal dulu. Wassalamualaikum."
Ibu Anita keluar dari kelas. Meninggalkan kami yang tengah fokus menulis. Saat di tengah perjalanan menulis, aku mendengar celotehan dari belakang mengenai tulisanku. Mereka bilang tulisanku terlalu kecil atau bahkan mereka juga mengatakan bahwa tulisanku terlalu jelek.
Aku bersyukur karena wajahku harus menatap ke arah papan tulis sehingga tidak ada yang melihat wajahku. Kini, wajahku sudah memerah kesal karena mendengar ucapan-ucapan sampah dari teman-teman sekelasku.
Entah harus bagaimana sehingga mereka bisa menghargai orang lain, entahlah. Dulu, saat semester satu. Tidak ada yang mau ditunjuk sebagai penulis di papan tulis. Namun, saat ada yang mau sepertiku malah dikatain buruk.
Setelah selesai. Aku segera kembali duduk di kursiku. Aku juga ikut menulis apa yang sebelumnya ku tulis dan setelahnya kertas tadi ku kembalikan ke Sam agar pria itu bisa mengembalikan kertas tersebut kepada Ibu Anita.
Ketika tengah menunggu yang lain menulis, Dira yang tengah duduk di sampingku langsung sadar dengan ekspresi wajahku yang berubah. Dia kemudian menyikut lenganku dan menatap khawatir ke arahku.
"Kamu nggak papa?" tanya Dira dengan pelan. Sepertinya temanku itu mendengar apa yang ku dengar juga.
Aku menggeleng pelan, "nggak papa kok."
***
Pernah punya temen sekelas yang gini nggak sih.
Nyebelin bgt ihh.
***
Jangan lupa tinggalin jejak kalian ya.
***
Makasih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Manis Things (END)
Teen FictionNomor Peserta : 041 Tema yang diambil : Campus Universe Blurb : Siapa bilang kuliah itu mudah? Kuliah sangat menyita waktu dan juga perasaan. Nyaris seharian bahkan jika bisa bermalam di kampus, mungkin sebagian mahasiswa akan lakukan. Bergerak cepa...