Bab 16 - Waktu Senggang -

10 10 0
                                    

Kantin yang ramai itu akhirnya sedikit berkurang pengunjungnya setelah jam pergantian kelas tiba. Aku, Bora dan wanita yang baru saja berteman dengan kami itu pun akhirnya bisa mendapat kursi untuk duduk di kantin.

Kami masih memilikinya cukup lama waktu untuk bersantai karena kami baru ada kelas dua jam lagi. Beginilah, resiko terburuk karena aku belum bisa menggunakan motor. Sehingga mau tak mau aku menunggu cukup lama. Ternyata Nadira, teman baru kami juga tidak bisa menggunakan motor sehingga kami seperti anak terlantar sekarang.

Untuk Bora, wanita itu tinggal cukup jauh bahkan lebih jauh dari rumahku jaraknya. Dia tentu malas jika harus pulang dan kembali lagi. Lebih baik dia menunggu, setidaknya kami bisa bersama jadi tidak bosan menunggu sendirian.

"Hmm, mau makan apa nih kita?" tanyaku pada Bora dan juga Nadira atau yang sering ku panggil dengan Dira.

Dira melihat sekeliling dan matanya tertuju pada Pak Le Sosis yang tengah berjualan.

"Dira mau beli itu aja deh," ucap Dira dengan jari yang menunjuk ke arah Pak Le tersebut.

"Ya sudah, Dee mau beli air mineral nih. Ada yang mau titip nggak?" tanyaku yang langsung dijawab dengan Dira dan Bora yang mau.

Aku berjalan menuju sisi lain dari kantin tersebut, tempat air mineral dijual.

Sebelum maju, tiba-tiba saja seseorang mendahuluiku. Aku pun mundur satu langkah. Namun, penjual minuman tersebut malah melayaniku terlebih dahulu.

"Mbaknya dulu, Mas. Mbak, mau beli apa?" tanya penjual minuman tersebut.

Aku tersenyum kecil, "Air mineral botolnya tiga ya, Mbak."

Seseorang yang tadi mendahuluiku pun menatapku dengan tajam, aku menyadarinya. Namun, tak ku pedulikan. Aku malas bermasalah dengan orang lain. Apalagi jika dia adalah kakak tingkatku.

Hmm, sebenarnya sudah jelas bahwa dia kakak tingkat karena pakaiannya. Khusus MABA, kami memakai kemeja putih dan bawahan hitam. Namun, wanita di sampingku kini memakai baju santainya.

"Ini, Mbak. Semuanya 12rb."

Penjual tersebut memberikanku tiga botol minum disebuah kresek putih, aku pun menerimanya dan langsung memberikan uang pas padanya.

"Makasih, Mbak."

"Iya, sama-sama."

Aku kembali ke mejaku dengan Bora dan juga Dira. Mereka sudah membeli makanan buat mereka masing-masing. Aku pun sudah menitip pada Dira, sosis campur seharga sepuluh ribu rupiah.

Ketika asyik makan, tiba-tiba saja Sam datang dengan beberapa temannya. Hanya Sam yang ku kenal, yang lain aku tau. Namun, aku tidak tau nama mereka masing-masing.

"Boleh gabung nggak?" tanya Sam sembari melihat kursi kosong di hadapan kami.

Kami memang duduk di kursi panjang yang cukup untuk enam sampai delapan orang. Namun, hanya kami bertiga yang duduk di sana.

"Boleh kok," jawabku dengan ramah.

Keempat pria itu kemudian duduk tepat di depan kami, aku memperhatikan mereka satu persatu. Mereka berempat ku yakini adalah orang cina karena matanya yang sipit juga kulitnya yang putih tapi, salah satu dari mereka berkulit sawo matang. Hmm, aku jadi bingung akhirnya.

"Btw, siapa nama kamu?" tanya Sam padaku.

Aku menunjuk diriku sendiri, "Aku? Aku Deena Karina. Panggil aja Dee."

"Ohh gitu, nama aku Samuel. Panggil aja Sam."

"Kalo kamu?" tunjukku pada seseorang yang duduk di samping Sam.

Manis Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang