Bab 78 - KKN -

5 0 0
                                    

Waktu KKN pun tiba, kemarin aku sudah mengantarkan Rai untuk pergi ke desa dimana dia akan melakukan KKN selama dua bulan. Iya, dia mendapatkan desa cukup yang jauh dari kota. itu semua dikarenakan kuota untuk tempat KKN di kota kami sudah penuh, sehingga dia harus memilih tempat lain. Tentu aku sedih karena harus berjauhan lagi dengan pacarku itu, tapi setidaknya dia bisa melakukan KKN diwaktu yang sama denganku.

Kini, aku tengah berada di kantor kecamatan tempat aku KKN. Aku dan teman-teman KKNku tengah serta dalam acara serah terima mahasiswa KKN tahun ini. Bukan hanya kelompok KKN-ku yang hadir. Namun, juga ada beberapa kelompok lainnya yang berbeda kelurahan dengan kelompok kami. Setiap kelurahan diberi satu kelompok KKN dan semuanya mendapatkan bagian yang rata satu sama lain.

Acara berlangsung dengan sangat baik walaupun perlu memakan waktu dua jam, setelahnya kami dibebaskan untuk melakukan apapun dan aku menyempatkan diri untuk berkenalan dengan anggota kelompok lain.

"Hai, Hai, Kenalin, nama aku Deena Karina dari fakultas Ekonomi dan Bisnis," ucapku memperkenalkan diri.

Beberapa orang dari kelompok lain itu langsung memperkenalkan diri mereka masing-masing dan setelahnya kami asyik berbincang. Pembicaraan ringan tersebut membuat kami lupa waktu hingga tanpa sadar waktu udah menunjukkan pukul satu siang. Aku dan anggota kelompok KKN-ku pun memutuskan untuk pulang ke posko.

Rencananya aku akan tinggal di posko untuk beberapa saat, walaupun rumahku tidak terlalu jauh karena aku bisa memiliki banyak waktu jika tinggal di sana. Lagipula, rumah yang kami sewa cukup luas dan aku sudah membawa beberapa pakaian untuk kugunakan nanti.

Perjalanan menuju posko tidak terlalu jauh dari kecamatan, mungkin sekitar 10 menit. Sesampai di posko, aku dan anggota kelompokku segera melakukan bersih-bersih karena kami akan melakukan rapat untuk ProKer (Program Kerja) yang mulai dilakukan besok. Ada banyak hal yang dibahas saat rapat dimulai dan hal yang terpenting adalah biaya karena rencananya kami akan membuat beberapa acara dan juga sesuatu yang mungkin berguna bagi masyarakat sekitar.

Satu persatu ProKer yang kami buat terlaksana salah satunya adalah mengajar, bukan mengajar di sekolah melainkan di posko. Kami membuat kelas belajar bersama sesuai dengan kelas anak-anak yang ada di sekitaran posko.

Hari ini aku mendapat giliran untuk mengajar kelas empat dan hanya ada beberapa siswa yang kuajari. Mereka datang tepat pukul empat sore, sesuai dengan janji mereka kemarin. Aku menyambut mereka dengan semangat agar bisa menular pada mereka juga.

"Hai, adik-adik, yuk, kita mulai ya belajarnya."

Beberapa anak yang hadir kemudian membuka buku mereka. Kemarin, aku sudah mengatakan pada mereka bahwa hari ini kami akan belajar bahasa inggris. Syukurnya aku sudah memiliki pengalaman mengajar, sehingga aku tidak terluhat kaku saat menjelaskan materi yang tengah di bahas. Untungnya mereka juga dapat memahami maksud dari ucapanku.

Setelah satu jam berlalu, aku kemudian menutup pertemuan hari ini dan mereka terlihat tidak puas. "Baik, adik-adik hari ini belajarnya sampai sini aja ya. Kita lanjut besok."

"Yah, kenapa cepet banget, Kak."

"Enggak cepet kok, ini udah satu jam kita belajarnya, kaya biasakan?"

"Masa sih, Kak, padahal aku ngerasanya bentar banget," sahut yang lain.

Aku dibuat tersenyum oleh mereka. Jujur, aku bersyukur karena mereka senang belajar denganku. Aku pun juga menyukai anak-anak.

"Iya loh, nggak pa-pa, besok ketemu lagi ya."

Satu persatu anak pergi meninggalkan aku sendirian. Sebelum sempat berdiri, ponselku berbunyi. Aku langsung menatap layar ponselku itu, di sana sebuah nama terpampang dengan indah yaitu nama pacarku. Aku tersenyum kecil sebelum mengangkat panggilan tersebut dan keluar dari posko untuk menjawab telepon pacarku.

"Halo, Yang," sapaku saat panggilan tersebut kuangkat.

"Halo, Yang. Apa kabar?" tanya Rai dengan suara yang bersemangat.

Aku tersenyum dibuat oleh pacarku itu. "Baik, Yang. Kamu sendiri?"

"Baik, Kok."

Percakapan yang aku dan pacarku buat berlangsung cukup lama karena Rai agak susah menghubungiku selama KKN ini. Makanya setiap kali Rai menghubungiku, kami akan berbincang berjam-jam. Di desa tempat dia KKN, jaringan internet sangatlah buruk. Alhasil kami hanya bisa saling menghubungi di beberapa waktu bahkan kami tidak bisa melakukan video call.

Setelah nyaris satu jam, akhirnya aku dan Rai selesai telponan. Aku kemudian bergegas pulang ke posko karena takut dicari oleh teman-teman KKN-ku yang lain.

Saat sampai, aku mendapat tatapan aneh dari sebagian anggota KKN-ku. Sebenarnya hal selalu mereka lakukan padaku setiap kali aku melakukan panggilan dengan pacarku, mereka selalu saja menatapku dengan tatapan aneh itu. Apa mungkin mereka cemburu? Entahlah, toh aku tidak merugikan siapapun di sini.

Sampai malam tiba, aku tidak melakukan banyak interaksi dengan orang-orang yang menatapku aneh itu. Bahkan hingga tidur, aku dijauhi oleh mereka.

Keesokan harinya, aku segera meminta penjelasan tentang perilaku mereka padaku. "Maaf ya, sebelumnya. Kenapa sih kalian diemin aku gitu?"

Orang yang kuajak bicara kemudian menatap tubuhku dari atas hingga bawah. Wajahnya begitu menantang dan membuatku semakin bingung.

"Kalau aku punya salah, aku minta maaf," lanjutku lagi dan perempuan yang berdiri di depanku kini hanya tersenyum kecil.

"Nggak kok, kamu nggak salah apa-apa. Tapi ya, tolong aja, jangan telponan terus."

Dahiku mengkerut bingung setelah mendengar ucapan teman KKN-ku itu yang bernama Nila. "Aku nggak setiap hari kok teleponannya," belaku karena memang benar aku jarang teleponan.

"Ya udah deh, terserah kamu."

Nila meninggalkan aku yang kini sebenarnya masih bingung. Bagaimana bisa aku menghubungi pacarku setiap saat, padahal di desa tempat dia KKN internetnya sangat buruk.

Perlahan aku mulai menceritakan semuanya pada Rai dan tentu pacarku itu marah dengan sikap yang diberikan Nila. Namun, aku menyuruhnya untuk bersabar karena KKN pun akan selesai dalam beberapa minggu lagi.

"Udah, Yang. Nggak usah dipikirin, dia tuh jomblo, terus sirik sama kita."

Aku nyaris tertawa sekarang karena mendengar ucapan Rai. Namun, tawa tersebut akhirnya kutahan karena tiba-tiba saja Nila lewat di depanku.

"Dee, dipanggil rapat," ucap Nila sebelum akhirnya pergi meninggalkanku.

Aku segera pamit pada Rai dan bergegas kembali ke posko. Ada banyak hal yang kami bicarakan karena KKN sebentar lagi usai. "Udah dulu ya, Yang. Aku mau rapat."

"Ya udah, kala ada apa-apa kabarin aku ya."

Panggilan telepon itu kemudian mati dan aku bergegas untuk masuk ke dalam posko. Kami semua duduk di tengah ruang tamu dengan formasi lingkaran. Alwi, ketua kelompok KKN kami langsung membuka rapat. "Assalamulaikum, kita mulai aja ya rapatnya."

Semuanya mulai menjelaskan bidangnya masing-masing, begitu pula denganku. Aku yang mengatur keuangan langsung menjelaskan uang Kas yang sekarang kupegang. Rencananya uang tersebut akan kami gunakan untuk membuat acara kemerdekaan.

"Menurut kamu aman nggak uang kas segitu?" tanya Alwi padaku karena uang yang kupegang sekarang hanya sekitar 500 ribu rupiah.

"Menurutku sih enggak, kalau bisa kita kumpulin lagi uangnya."

"Ya udah kalau gitu, yang mau nambahin uang kas silakan ya. Nanti aku coba buat tanya ke kelurahan, kali aja ada dananya."

Semuanya mengangguk paham dan Alwi langsung menutup rapat malam hari ini. "Ya udah, kita akhiri rapat kali ini ya. Wassalamualaikum."

***

Yeay, part 78

***

Manis Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang