2.84

334 42 45
                                    

Selamat membaca!

.

.

.

.

.

Aktivitas di meja makan menjadi canggung, tidak ada satu pun yang berani membuka suara, hanya ada bunyi gesekan piring dan sendok yang memeriahkan. Meski mereka diam, tatapan mata selalu bergerak lincah memperhatikan setiap gerakan tangan dalam menyuap nasi. Entah karena terlalu bahagia atau lapar, piring Chen Yu bersih dalam waktu yang sangat singkat. Hal tersebut menerbitkan rasa lain pada diri Lin Fei yang sulit dideskripsikan dengan kata-kata. Yang jelas, ketika mengetahui hal tersebut wanita itu menjadi orang pertama yang kembali memenuhi piring Chen Yu dengan beragam jenis makanan.

Chen Yu merasa keberatan, tetapi tetap menerima dengan aura penuh kebahagiaan. Saat ini dia telah berhasil menandaskan dua porsi makanan. Ketika Lin Fei akan memberikan porsi ketiga, dicegah oleh Gu Wei yang mengatakan, "Sudah cukup. Chen Yu harus menjaga pola makan dengan baik."

Memang benar adanya, seorang polisi harus menjaga pola makan dengan baik agar kebugaran tubuh tetap terjaga. Namun, bagi Chen Yu tidak masalah untuk melakukan hal di luar batas sesekali. "Tidak masalah, aku suka berolahraga."

Mendengar kata-kata terakhir, Gu Wei merasakan panas yang menjalar di sekujur tubuhnya. Dia tahu bahwa kalimat itu mengarah pada olahraga yang sesungguhnya. Namun, pikiran macam-macam tidak bisa dihindari dengan baik. Semburat merah perlahan menampakkan diri yang kian menebal seiring waktu. Gu Wei menunduk demi menyembunyikan. Sayangnya, dia tidak bisa lari dari pandangan mata setajam elang milik Chen Yu.

Ada banyak rasa puas yang menghantam hati Chen Yu, menjadi awal bagi keinginan untuk menggoda semakin timbul. Dia pun mulai mengikis jarak di antara mereka sedikit demi sedikit, suara berat menipis ketika mengalirkan bisikan berupa, "Siapa yang paling mesum di sini?"

Lagi, Chen Yu mendapatkan hadiah berupa pukulan bertubi-tubi. Dia yang tidak siap pun tersedak daging yang berada di pertengahan leher. Gu Kaifeng dengan cepat memukul punggung Chen Yu, sementara Lin Fei menyodorkan segelas air. Gu Wei tidak memiliki peranan lain sebab semua tugas sudah dilakukan oleh orangtuanya. Dia hanya menonton sembari berdoa di dalam hati. Beruntung Tuhan dengan cepat mengabulkan doanya. Daging bulat sebesar ibu jari mulai melompat keluar dari bibir tebal. Tidak ada lagi suara batuk yang menguasai, kini hanya ada rasa malu tak terhingga yang menguasai lelaki tampan itu. Bagaimana tidak? Dia harus menjaga sikap di depan calon mertuanya agar mendapatkan restu dengan mudah. Siapa yang tahu bahwa hal tersebut dipatahkan oleh kejadian memalukan.

Nafsu makan yang pada hari itu melonjak secara tajam, menurun drastis dan membuat Chen Yu tidak bisa lagi melanjutkan acara makan. Dia ingin melarikan diri dengan mengatakan ada urusan mendesak. Siapa yang tidak tahu bahwa alasan tersebut adalah kebohongan belaka? Mereka tidak memaksa Chen Yu tetap tinggal dengan syarat dia harus membawa bekal yang sudah disiapkan oleh Lin Fei, serta Gu Kaifeng menyuruh Gu Wei untuk mengantarnya ke tempat tujuan.

Jujur saja, mereka tidak habis pikir dengan perilaku Gu Kaifeng dan Lin Fei yang berubah-ubah. Belum lama ini orangtua Gu Wei selalu mengusir Chen Yu, baik secara terselubung maupun terang-terangan. Kali ini, apa alasan mereka mulai melunak? Memperlakukan Chen Yu seperti anak sendiri, bahkan melebihi perlakuan mereka kepada Gu Wei.

Gu Wei benar-benar tidak habis pikir, di samping itu dia merasakan rasa geli yang tiada henti mendera. Dia ingin mempertanyakan, tetapi urung dilakukan sebab takut mereka akan berubah pikiran lagi. Bagaimanapun, hal itu sangat bagus. Dia yakin jika mereka terus menerus menghabiskan waktu bersama, kehangatan yang utuh akan tercipta. Sepertinya, mereka harus bersabar sedikit lebih lama lagi.

THE GLOOM S.2 (YIZHAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang