2.19

394 59 15
                                    

Selamat membaca!

.

.

.

.

.

Intensitas ketukan pada pintu menebal seiring berjalannya waktu, membuat seseorang yang berada di dalam berulang kali berusaha mempertahankan titik fokus. Lin Yi sangat tidak suka diganggu jika sedang membaca dokumen penting agar tidak melakukan kesalahan sekecil apa pun pada proyek besar. Dia memberi instruksi kepada para bawahan untuk tidak masuk ke dalam ruangan selama beberapa jam mendatang. Namun, belum ada sepuluh menit, seseorang datang untuk memohon kematian.

Lin Yi membangkitkan diri secepat kilat, menuju ke pintu dengan membawa serta aura bahaya. Dia baru saja akan melayangkan perintah pemberhentian kerja, tetapi urung dilakukan ketika melihat sosok yang berdiri di depan ruangannya. Melihat wajah datar yang sangat dikenali, kekesalan memudar seketika, digantikan dengan bubuk-bubuk keceriaan. Senyum lebar berbaur menjadi satu dengan raut keheranan. Tidak pernah menduga bahwa yang datang adalah keponakan kecilnya. Kedua tangan bertengger di lengan sang keponakan, sedikit meremas ketika tidak sengaja menyentuh otot-otot kekar yang memabukkan. Dia baru sadar jika sebutan keponakan kecil sudah tidak lagi sesuai dengan maknanya. Lelaki tampan yang dulunya memiliki tubuh lebih kurus dari Lin Yi, kini tampak seperti raksasa.

Terlalu asyik mengagumi hingga tanpa sadar waktu telah terbuang dengan sangat sia-sia. Tidak ada kalimat sapaan untuk sementara waktu, hanya ada wajah penuh kekaguman milik Lin Yi yang tiada henti meneror manik mata Chen Yu.

"Sangat kekar! Bagaimana kamu menciptakan otot mengagumkan ini?" tanya Lin Yi pada akhirnya. Dia semakin membelai otot Chen Yu hingga sang pemilik sedikit banyak merasakan ketakutan.

"Olahraga setiap hari," sahut Chen Yu singkat, padat, dan jelas. Bersamaan dengan itu, dia melangkah mundur. Tidak ingin mengambil resiko bahwa sang paman akan jatuh cinta kepadanya jika berlama-lama melakukan adegan intim yang sangat tidak enak dipandang.

Salah satu ujung alis Lin Yi menukik tajam, menatap lamat-lamat ke arah Chen Yu demi mengetahui sesuatu yang tersimpan di dalam netra itu. Tidak membutuhkan waktu lama untuk memahami apa yang terjadi, terlebih lagi ketika menangkap gurat kengerian pada wajah sang keponakan.

Lin Yi merasa tertarik untuk memberi penjelasan dengan tekanan di setiap kata, "Aku hanya mengagumi tubuhmu. Tidak ada rasa suka, mustahil bagiku menyukai bocah ingusan sepertimu."

Chen Yu hanya menanggapi dengan dengusan. Menatap lurus ke dalam ruangan Lin Yi, dia segera melesat ke sofa yang terlihat sangat nyaman. Berjam-jam duduk tidak nyaman di dalam pesawat, membuat tulangnya nyaris remuk. Rencana untuk tidur hancur berkeping-keping, selama tidak sedang dalam posisi berbaring, mata sangat sulit untuk tertutup. Sehingga ketika melihat adanya sofa panjang nan empuk yang pantas dijadikan tempat tidur, Chen Yu segera merebahkan diri tanpa mempedulikan tanggapan dari pihak lain. Napas lega berembus ketika tubuh direbahkan. Dia dengan cepat menutup mata demi berimigrasi ke alam mimpi.

"Bagaimana kamu bisa sampai di sini?" Kebingungan singgah pada diri Lin Yi ketika menyadari bahwa sang keponakan bisa sampai ke perusahaan itu dengan sendirinya. Chen Yu pergi ke luar negeri tanpa sepengetahuan Lin Yi maupun Xiao Sa.

Meski masih setia menutup mata, Chen Yu menjawab dengan penuh kejelasan, "Mencari melalui internet."

"Kenapa tidak langsung pergi ke rumah? Xiao Sa hari ini ada di rumah seharian," perkataan Lin Yi membuat mata Chen Yu terbuka seketika. Ada banyak kerinduan di dalam manik mata gelap itu, siapa pun yang melihat pasti tahu seberapa besar keinginan untuk bertemu sang adik menetap di hati Chen Yu.

THE GLOOM S.2 (YIZHAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang