"Lah ndak bisa gitu, Pak!" Aida protes.
"Aku hanya menyesuaikan dengan makanan yang ada di dapur doang, Pak. Dan tadi kepikiran untuk bikin itu saja, ndak ada maksud buat ngingetin Bapak sama Nenek Bapak!" ujar Aida sambil menghempaskan napas pelan, jadi kesal sendiri dirinya.
Dan kalau Aku tahu mie godok itu buat masalah, maka Aku akan milih bikinin Dia capcay! Tapi tadi Aku pilih mie godok karena akan lebih mudah untuknya makan mie daripada makan nasi. Dan kalau buat bubur lebih lama lagi waktunya kan?
Aida sudah memikirkan semuanya matang-matang. Pemilihan mie juga bukan karena dirinya ingin praktis saja! Dia hanya ingin membuat semuanya jadi cepat dan Aida memang belum masak nasi karena dari pagi Aida gak ada minat makan nasi.
"Ya pokoknya Aku nggak mau tahu!"
"Ish, Bapak ni. Sudah selesai belum nginget Nenek Bapak? Saya udah ngantuk nih Pak! Udah jam berapa sekarang?"
Aida protes sambil mengalihkan pandangan matanya tak mau menatap Reiko yang sedang tersenyum padanya dan masih di posisinya yang sama itu.
Jengah! Kalau Lingga yang tiduran di pangkuanku seperti ini sih gak masalah! Tapi ini Dia! jedag jedug hati Aida.
Senyumnya kalau gitu ya manis, tapi cih!
Ini bukan momen yang ingin diingat olehnya meski memang semanis itu kejadiannya dan yang lebih menyebalkan....
Kenapa coba dia tersenyum gitu?
Aida makin menggerutu di dalam hatinya. Karena Reiko tidak menghilangkan senyum di bibirnya dan terus saja memandang Aida dengan tatapan yang tak bisa dimengerti olehnya.
Jangan ge-er Aida! Yang dilakukannya ini semata-mata hanya iseng saja. Jadi Kamu jangan kepikiran yang berlebihan. Lagi pula, Kamu harus tahu kalau yang ada di dalam hatinya itu cuman Ratu Lebah. Kamu juga nggak mau kan bersama dengannya? Kamu mau laki-laki yang gres bukan? Yang belum ada yang pakai! Kalau Dia ini kan sudah second dan second-nya rusak! Bukan second halal!
Makanya Aida berusaha mengingatkan hatinya betul betul soal ini, sebelum Dia kembali meninggikan suaranya.
''Kalau sudah selesai minggirlah, Pak. Dan lagi kenapa Bapak ni, gak tahu diri banget sih! Apa Bapak ndak punya malu? Lihat itu! Harusnya Bapak tahu, kalau Bapak gak menutup kimononya. Maksudku piyama tidur Bapak itu terbuka. Memangnya nggak risih kelihatan kayak gitu, Pak?''
"Hahaha, Kamu masih memperhatikannya? Padahal Aku gak nyadar dan gak peduli!"
"Ish!" Aida pun bergidik sendiri di saat Reiko malah tertawa kecil saat tadi Dia melirik ke arah bagian bawahnya memang kimononya terbuka di tengah dan segaris bagian tengah tubuhnya ya jelas terlihat.
"Bapak ni, ngerjain Aku bukan?"
Siapa yang tidak sebal coba harus melihat yang seperti itu terus-terusan. Aida ini wanita normal. Dan dia gunakan otak sadarnya, Aida tahunya kalau yang seperti itu tuh aurat dan harus ditutup, makanya juteknya tak hilang saat menatap Reiko.
"Minggir Paaaak! Saya mau ke kamar!"
"Heish, diam! Ini hukumanmu!" Reiko tetap tidak mau menyingkir dari pangkuan Aida.
"Aku kan sudah bilang, Aku tidur kayak gini karena Aku emang biasa tidur begini. Tapi, biasanya Aku tidur di kamarku ya pakai selimut sama seperti di kamarmu waktu itu."
"Tapi kan ini gak di kamar Bapak. Kenapa sih nggak bisa mikir sedikit? Tutuplah Pak! Isin!"
"Isin? Malu maksudmu? Malu ke siapa? Ke Kamu?"
"Ya iyalah! Malu!" Aida membenarkan. "Itu juga mengganggu pandangan!"
"Mengganggu?" Reiko sudah tersenyum mendengar ucapan Aida yang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 201 - Bab 400)
Romance(Baca dulu Bab 1-200) "Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria...