"Gak akan!"
"Mas Reikoooooo!"
Mau Aida memekik sekencang apa pun juga, sepertinya memang keinginan pria itu untuk melepaskannya hanya ada di dalam mimpi Aida saja.
Saat ini, mau Aida berteriak bagaimanapun meminta pria itu yang sedang memanggulnya di atas bahu untuk menurunkannya tetap saja sepertinya Reiko tidak ada niat untuk melakukannya.
Pria itu tetap menaiki tangga rumahnya menuju ke satu ruangan.
BRUUUK.
"Sssh, Mas Reiko nih."
Tidak sakit sih sepertinya Reiko menurunkannya karena memang ada banyak bantal-bantal di sana yang membuat Aida tentu saja tidak akan merasa dibanting.
"Mas Reiko mo ngapain?" protes Aida sengit. Dia tidak mau pria itu melakukan hal-hal yang tidak senonoh.
"Berani kamu main-main denganku?"
Mata itu sudah terlihat menghakimi Aida yang justru tertawa kecil saat ini.
"Aku kan nggak main-main, Mas. Soalnya aku tadi itu kan cuma memanfaatkan kesempatan dan kemampuan otakku saja untuk bertahan hidup." Aida mencoba membujuk Reiko.
"Dan ini bisa membuktikan untuk Mas Reiko kalau aku ditinggal di sini selama Mas Reiko pergi ke Abu Dhabi pasti aku nggak akan apa-apa. Soalnya aku ini punya otak yang jenius, jadi aku bisa terhindar dari bahaya apa pun."
Tapi, sebetulnya apa yang dikatakan oleh Aida ini benar.
Reiko tak perlu merasa khawatir karena memang Aida sudah memikirkannya dengan matang.
"Kamu beneran gak mau ikut aku?"
Tapi, sebenarnya Reiko ingin sekali gadis itu ikut pergi dengannya.
"Iya, Mas. Aku ingin di rumah aja. Lagian aku juga udah biasa kok di sini sendirian."
Tapi, memang pria itu terlihat sekarang sedikit cemas.
Dia duduk di samping Aida.
"Kemari, Ai."
Namun emosinya sudah tidak seperti tadi. Pria itu lebih kalem dan bahkan kini tangannya mengelus rambut Aida yang sudah dibuka kerudungnya. Membiarkan wanita itu ada dalam dekapannya.
Lagi-lagi membuat Aida merasa sulit.
"Mas Reiko ndak seharusnya kayak gini lho ke aku."
Ungkapan yang tidak bisa dimengerti juga harus dijawab apa oleh Reiko.
"Satu setengah bulan itu lama, loh. Kalau aku nggak ngelihat kamu dan di sana aku sendirian ...."
"Ya Mas Reiko kerja aja yang bener. Kalau ada aku di sana, ya Mas Reiko ndak bisa kerja dong? Mas Reiko fokus aja dulu, nanti juga kan kalau Mas Reiko pulang lagi ke sini aku ada di sini nggak kemana-mana."
Jawaban yang membuat Reiko memiringkan kepalanya menatap Aida.
Tangannya bergerak hingga jari telunjuknya bisa memegang pipi Aida. Jari itu turun hingga dia menjepit dagu Aida dengan bantuan jempol tangan Reiko
Makin gila aku, kalau dia mengecupku seperti ini. Tapi memang sulit kalau sudah seperti ini.
Aida tahu dia tidak boleh jatuh terlalu jauh lagi, tapi bagaimana? Memang setiap saat dia bersama dengan Reiko rasa-rasanya semakin sulit dari hari ke hari untuk bertahan.
Ini baru mau enam bulan hubungannya dengan Reiko. Lalu bagaimana dia harus bertahan empat setengah tahun lagi?
Gusar juga hati Aida memikirkan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 201 - Bab 400)
Romance(Baca dulu Bab 1-200) "Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria...