Bab 374. KENAPA TAK MERESPON?

30 4 1
                                    

"Eeeh."

Pertanyaan Reiko barusan jelas memberikan ketakutan tersendiri di dalam hati Aida.

Itu bisa terlihat jelas di wajahnya bagaimana Aida terlihat begitu ngeri membayangkan sesuatu yang akan terjadi jika dia mengatakan dirinya sudah tidak sakit lagi.

"Perih Mas Reiko. Buat jalan saja susah. Aku ndak mau. Pokoknya aku ndak mau yang kayak gitu."

Pening sudah kepala Reiko mendengar yang dikatakan Aida. Bagaimana mungkin mereka tidak melakukan itu lagi, sedangkan dia ingin melakukannya bahkan beberapa kali sehari?

Tapi Aida benar-benar ketakutan. Mau bagaimanapun Reiko mengatakan kalau itu tidak akan sakit lagi, tapi bagi Aida itu tetap saja mengerikan.

"Aku mau tidur saja. Aku udah ngantuk banget Mas."

Aida tahu dirinya tidak biasa tidur di pagi hari.

Tapi ini adalah sebuah excuse yang diberikan pada seseorang yang ada di hadapannya yang masih tetap berusaha untuk membujuknya.

"Aish, tapi aku benar-benar pengen. Cobain dulu yuk pelan-pelan." Reiko kembali membujuk di tempat tidur sambil kedua tangannya memeluk Aida.

Tapi memang dia tidak melakukan seperti yang diinginkan oleh hatinya selama Aida tidak mengizinkannya.

Hanya berusaha untuk mendekatkan dirinya dan membuat wanita itu merinding karena gerakan bibirnya di tengkuk Aida.

"Mas Reiko, tadi kan lihat aku jalan juga sakit banget kok," protes Aida sambil mencebik.

"Daripada Mas Reiko ngebahas masalah ini mending Mas Reiko jelasin ke aku gimana prosedurnya buat rekonstruksi payudara yang Mas Reiko pengen itu."

Di tempat tidur itu Aida malah mengingatkan sesuatu yang penting untuk Reiko.

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Matahari pun sudah bersinar cukup cerah di pagi itu dan masuk sinarnya melalui jendela yang memang tidak ditutup dari tadi malam.

Indahnya gedung-gedung pencakar langit di Dubai menjadi hiasan dan pemandangan di malam hari dan di pagi hari ini juga tidak kalah menariknya.

Karena itulah tidur dengan jendela terbuka seperti itu adalah sebuah pilihan yang tepat ketika mereka menginap di gedung pencakar langit Burj Khalifa.

"Kenapa malah diem, Mas?"

Mata pria itu malah menatap tajam pada Aida dan seperti tidak ada keinginan untuk menjawab apa pun.

CUP.

Malah sebuah kecupan diberikan oleh Reiko.

"Kamu nggak lapar, Ai? Nggak pengen jalan-jalan di Dubai? Banyak loh yang bisa kita lihat di sini."

Malah pertanyaan itu yang diberikan oleh Reiko.

"Ya aku pengen Mas. Tapi aku gimana jalan-jalannya? Sakit banget loh Mas. Aku nggak bisa jalan."

Tak salah juga kalau Aida berpikir begini. Karena untuk mencapai tempat tidur saja tadi dari tempatnya sholat itu, dia masih membutuhkan bantuan Reiko karena setiap kali dirinya melangkah rasanya sangat menyakitkan.

"Nanti aku gendong aja kalau kamu nggak bisa jalannya. Mau?"

"Tapi kan nanti berat, Mas."

"Gapapa lah, banyak bangunan besar menarik dan sangat bagus sekali di sini. Dan banyak tempat-tempat yang bisa kamu kunjungi dan semuanya seru. Dari Safari di padang pasir, kita juga bisa makan malam di underwater resto, terus kamu juga bisa datengin museum Ferrari. Masih banyak lagi yang lainnya, kita juga bisa lihat pertunjukan burung unta dan bisa juga kamu sholat di salah satu masjid terbesar di sini dan kamu bisa lihat banyak banget arsitektur di sini yang bagus-bagus. Mungkin kamu juga bisa nyobain perosotan di sliding glasses dari ketinggiannya gitu. Kalau mau sky diving juga ada kok. Apa pun di sini ada."

Bidadari (Bab 201 - Bab 400)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang