"Sssst! Biar aku lanjutkan bicara, Ai!"
Aida galau dan bingung, tapi saat ini Reiko malah tersenyum lebar saat jari telunjuknya ada di bibir wanita itu.
Tadi Aida baru membuka mulutnya dan ingin bicara, tapi Reiko sudah menaruh jari telunjuknya mengisyaratkan kalau Aida tak boleh mengatakan apa pun.
"Ya, sebagai laki-laki memang aku menginginkan itu. Tak ada yang salah dengan yang itu. Tapi entah kenapa aku tidak menginginkannya darimu. Dan malah membuat diriku khawatir berlebihan takut akan kehilanganmu kalau memasang itu."
Reiko lalu mengamati wajah Aida serius.
"Aku hanya ingin tinggal lebih lama denganmu dan hidup lebih lama denganmu!"
Lagi suara itu pelan dan seperti gemericik air yang menenangkan saat masuk ke dalam gendang telinga Aida.
"Kamu benar Ai, buatan manusia itu tidak ada yang sesempurna buatan Tuhan. Walaupun itu mempercantik penampilanmu, tapi aku lebih memilih dirimu yang sekarang."
Reiko memberikan satu buah kecupan lagi yang membuat Aida semakin terhipnotis dan tak bisa bergerak di saat tangan pria itu juga bergerak memegang sisi samping penutup segitiga di bagian bawahnya dan dia perlahan-lahan berlutut sambil terus bicara.
"Demi Tuhan aku tidak menginginkan apa pun lagi perubahan di tubuhmu. Aku merasa bahagia dan merasa cukup dengan keberadaanmu di sisiku, Ai. Dan berjanjilah padaku kamu akan terus bersama denganku. Jangan pernah mencari pria lain kalau aku tidak mengizinkanmu bersama dengannya. Dan sepertinya aku tidak akan mengizinkanmu dengan siapapun selama aku masih bisa bernafas di dunia ini. Kamu milikku, jagalah dirimu untukku selamanya."
Dan saat kata-kata itu sudah selesai diucapkan posisi Reiko sudah berlutut di hadapan Aida yang sudah tidak lagi memakai satu lembar kain pun di tubuhnya dan membuat dirinya bingung sendiri harus seperti apa. Tapi Reiko tak bisa melakukan apa pun masih membeku.
Dan saat itulah ....
"You're not perfect but perfect for me!"
Kata-kata itu terucap sebelum Reiko mendekatkan bibirnya pada sesuatu yang tepat ada di hadapannya.
"Hkkkkk, Mas Reiko jangan, geli ...."
Ingin menjerit rasanya Aida ketika bibir Reiko tepat mengecup bagian intinya.
Rasa geli yang tidak biasa. Rasa yang membuat panas dingin dirinya sendiri dan kebingungan harus bagaimana. Kakinya pun seakan tak bisa lagi menahan bobot tubuhnya sendiri.
"Hyaaaaaaak!"
Aida tak bisa menahan suaranya dan dia ingin sekali mendorong kepala suaminya menjauhi intinya.
Tapi Aida seperti tak punya tenaga lebih. Seperti tenaganya tergerus dengan semua rasa geli itu sehingga yang bisa dilakukannya sekarang hanya menaruh kedua tangannya di bahu Reiko karena dia sudah tak lagi bisa menahan bobot tubuhnya sambil berteriak dengan rasa yang membuat Aida makin gila sendiri.
"Mas Reiko, aaaaaakh!"
Mau bicara saja sudah sulit sekali. Bisa memanggil nama Reiko juga itu sudah bagus.
Kedua kakinya bahkan bergetar tak lagi bisa diajak kompromi dan Aida hampir saja jatuh kala Reiko tangannya tidak sigap memegang dua pangkal kaki Aida, tentu saja dengan mengeluarkan kain segitiga dari mata kaki Aida.
Reiko memindahkan Aida langsung ke bahunya sendiri tanpa melepaskan bibirnya dari bagian yang sedang disesapnya.
"Aaaaakh, ampun Mas, Aaaaakh, aku gak tahan!"
Entah sudah sebanyak apa cairan yang keluar dari bagian inti itu. Tapi yang pasti pria itu masih tidak mau melepaskannya dan masih menyukai bermain-main di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 201 - Bab 400)
Romance(Baca dulu Bab 1-200) "Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria...