Ya Tuhan ... pasti Mas Irsyad mikir macam-macam tentang aku. Apa mungkin aku bisa menjelaskan semuanya, kalau tadi itu hanya kesalahpahaman? Tapi, aku sendiri sekarang kabur seperti ini dan belum tahu bagaimana cara menjelaskan awal dari kesalahpahaman ini. Duh, kenapa jadi pelik begini semuanya, ya?
Aida sambil berlari menyusuri koridor itu, dia sambil memikirkan masalah yang tidak sama sekali pernah dipikirkannya akan terjadi pada hari dimana dia harusnya konsentrasi untuk mengikuti tes, malah masalah perasaan ini yang mengganggunya.
Dan apa pula yang membuat pria tadi begitu emosional padanya?
Aku menyapanya baik-baik saja loh, tadi. Aku mencoba bicara dengannya sebaik mungkin dan aku sama sekali tidak ada niat untuk memusuhinya. Aku malah ingin berteman dengannya, kok. Tapi, kenapa tanggapannya seperti itu padaku?
Ini juga yang tidak dimengerti oleh Aida, kenapa sang kurir terlihat sangat sinis sekali padanya.
Apa sebetulnya masalah yang telah diperbuat olehnya? Toh dia selama ini tidak pernah memberikan bintang satu.
Tapi, haruskah Aida terus-terusan memikirkan masalah ini, sedangkan di depan matanya dia sudah melihat ruangan tempatnya akan mengikuti ujian? Dan bukankah dia memang harus berkonsentrasi dulu dengan semua urusan yang menentukan masa depannya ini?
Dan lagi-lagi, ternyata aku satu ruangan dengannya. Lalu, kenapa dia harus duduk di kursi yang itu? Di sampingku? Heish, dia pikir karena dia pakai masker aku tak mengenalinya?
Aida sebetulnya ingin sekali konfrontasi pada orang itu. Apa alasan dirinya bisa secuek tadi bicara, membuat Aida jadi tidak punya muka di sana. Dianggap sebagai wanita simpanan majikannya.
Tapi, mungkin ada yang tidak beres juga dengan diriku? Mungkin saja dia melihat aku jalan sama Mas Reiko dan dia berpikir kalau aku ini simpanannya? Mungkin saja kan, karena dia kurir dan dia bisa saja datang ke apartemen itu saat aku nggak sadar dan dia juga ngenalin aku kali, ya? Terus dia liat Mas Dimas waktu tabrakan. Dia ingat nama Mas Dimas juga.
Tapi, Aida masih sempat memikirkan ini saat soal-soal dibagikan. Maklum saja, dia adalah tipikal pemikir.
Jelas ini membuat pikirannya menjadi kacau balau.
Dirinya yang harusnya fokus pada soal, tapi sekarang jadi tak jelas kemana arah pikirannya.
Aduh duuuh, kenapa juga tadi aku nggak nyadar kalau itu suaranya Mas Irsyad. Seharusnya aku cepat-cepat pergi dari sana dan aku nggak perlu menyapa dia. Sekarang aku harus gimana ini? Aku harus bicara sama Mas Irsyad dan mengatakan kalau semua itu salah paham.
Pikiran Aida jadi bercabang-cabang.
Satu sisi dia ingin bicara dengan Irsyad, di sisi lain dia ingin bicara dengan kurir yang ada di sampingnya dan dia juga masih kepikiran seseorang yang lain yang membuat kepalanya cenat-cenut.
Mas Reiko, dia juga sudah berjuang banyak sampai aku bisa ke tahapan ini. Dia minta tolong sama temannya untuk memasukkan aku, padahal sudah tidak bisa lagi diterima di sini untuk tes. Aduh, dia juga sudah tidak bekerja dan berusaha untuk membantuku tiap hari. Mengumpulkan soal yang bisa digunakan sama aku buat latihan. Masa iya aku harus mikirin masalah kayak gini dan ngelupain tugasku yang sebenarnya yaitu belajar?
Aida tetaplah Aida. Walaupun dirinya sedang dipusingkan oleh pemikiran yang sesulit ini dalam benaknya, tapi dia masih bisa untuk profesional dan mengerti apa tugas dan kewajibannya.
Cobalah fokus dulu Aida. Kalau nanti kamu sudah selesai, baru kamu pikirkan mana yang mau kamu lakukan lebih dulu.
Memang apalagi yang bisa dia lakukan kecuali fokus pada soal-soal yang ada di hadapannya? Aida juga harus konsentrasi penuh dan berhati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 201 - Bab 400)
Romantik(Baca dulu Bab 1-200) "Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria...