Bab 373. TERPAKSA SETUJU

35 3 1
                                    

"Mas Reiko kenapa malah ngeliatin aku kayak gitu?"

Mendengar permintaan Aida barusan, jelas saja membuat Reiko antara percaya dan tak percaya.

Selama ini dia selalu menawarkan Aida, tapi wanita itu selalu saja menolaknya.

Tapi sekarang dia menginginkan itu.

Ini yang membuat Reiko melonggarkan dekapannya dan matanya memandang tegas pada Aida tanpa bicara.

"Ehm, udah nggak usah bahas itu dulu. Yuk ke dalam, aku bantu kamu keringin badan sama rambutnya dulu, ya."

"Tapi aku beneran serius Mas."

Namun Aida mengingatkan sesuatu lagi yang membuat suaminya yang sudah mengambil handuk kembali menatapnya.

"Aku setuju. Itu di mana ngelakuinnya? Dan apa bisa dilakukan sebelum aku masuk kuliah? Supaya nanti kalau pas aku kuliah ndak terganggu."

Aida saat ini menyodorkan dirinya untuk melakukan itu.

Bukankah seharusnya ini membuat Reiko merasa senang?

"Sudah jangan banyak bicara dulu. Pakai handukmu dulu dan ayo aku bantu keringkan rambutnya."

Malah ini yang diucapkan oleh Reiko di saat dia mengangkat tubuh Aida dan mendudukkannya di satu kursi sebelum mengambil hair dryer.

"Tapi aku beneran mau itu, Mas. Aku udah mengubah pikiranku. Jangan sampai nanti aku berubah pikiran lagi, Mas Reiko jadi susah ngebujukin aku."

Aida masih mencoba membahas ini, tapi pria itu malah menyalakan hair dryer seakan tak mau mendengar ucapan wanitanya dan berusaha untuk mengeringkan rambut Aida yang ada di bawah handuk.

Reiko memang tidak meng-hairdryer langsung terkena rambutnya.

Dia tak mau rambut Aida rusak.

"Mas ...."

"Ssst, jangan banyak bicara dulu, biar aku antar kamu ke tempat tidur dan kamu tidur dulu. Udah mau pagi ini."

"Ya, tapi aku ndak bisa tidur Mas. Aku belum sholat Subuh dan ini masih ada waktu dikit buat sholat. Aku mau solat sunnah dulu aja. Mas Reiko mau sholat bareng ndak nanti Subuh?"

Yah, itu sudah mau jam empat pagi dan sudah mau masuk waktu Subuh.

Kalau sudah seperti ini, bisa apa Reiko? Dia sendiri yang sudah berjanji, kan?

Makanya pria itu terpaksa harus mengangguk mau tak mau.

Tak sulit untuk menemukan sajadah di hotel itu.

Meski mereka tidak membawa sajadah, tapi di Burj Khalifah memang sudah disiapkan perangkat untuk sholat.

"Ssssh."

"Kalau kamu sakit kamu mungkin nggak usah sholat dulu, Ai?"

"Ya, kan aku sholatnya juga ini barusan sambil duduk Mas. Dan Ndak apa-apa kok. Soalnya emang sakit banget. Aku ndak bisa kalau sambil diri."

Agak lebay mungkin. Tapi memang Aida terasa sakit sekali. Dia juga tak tahu kenapa bisa seperti itu setiap kali mau melangkah rasa nyerinya itu membuatnya lebih memilih untuk sholat sambil duduk saja.

Reiko juga tidak bisa melarang Aida.

Karena memang sudah kebiasaannya untuk sholat, jadi dia hanya bisa menyaksikan setiap gerakan Aida yang kadang-kadang terlihat meringis.

Tadi dia melakukan sunnah dulu dan belum masuk waktunya Subuh.

Setelah masuk waktu Subuh pun Aida melakukan sunnahnya dulu dua rakaat barulah dia menunggu Reiko.

Bidadari (Bab 201 - Bab 400)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang