"Iyalah, gue tau lo emang sangat sayang sama nyokap lo, tapikan urusan nasab ...."
Dreet dreet dreet
"Angkat tuh telepon, gak usah ngomentarin gue dulu, Syad!"
Handphone Irsyad bergetar, karena itulah dia segera mungkin hendak mengikuti saran dari sahabatnya.
"Bentar, ya!" Irsyad agak menjauh.
Irsyad : Assalamualaikum Mbak! Kenapa Mbak?
Komariah : Waalaikumsalam. Irsyad ayah dan ibu sudah sampai Jakarta. Kamu nanti mampir ke rumah Mbak, nggak?
Irsyad : Oh, iya Mbak. Tapi aku nanti datangnya palingan agak malam ya, Mbak. Soalnya aku masih ngurusin urusan di kampus nih. Terus habis itu, aku mau ngurusin masalah bimbel dulu baru aku kesana.
Komariah : Ya udah. Ditunggu ya. Kasihan ibu sama ayah sudah jauh-jauh kesini, kalau kamu nggak mampir kan pasti sedih.
Irsyad : Iya mbak.
Komariah : Ya sudah kalau begitu, Mbak tutup dulu teleponnya. Assalamu'alaikum.
"Irsyad nanti datang?"
"Datang Abi. Palingan agak terlambat nanti malam. Dia lagi ada urusan dulu di kampusnya, kan hari ini masih ada yang ikut ujian."
"Ya udah sayang, temenin ayah sama ibu dulu gih. Abi mau mandi dulu nih. Sekalian Abi mau telepon Reiko dulu sebentar. Tadi dia telepon, tapi Abi lagi nyetir jadi nggak bisa diangkat."
Komariah paham. Dia pun sudah berdiri dan keluar dari kamarnya, sedangkan suaminya merogoh saku celananya dan menghubungi seseorang.
Reiko : Sudah sampai rumah, Bang?
Ibra : Alhamdulillah nih baru nyampe rumah. Tapi bentar lagi juga berangkat lagi. Biasalah lagi musim hujan kayak gini banyak banget kerjaan dan lagi dapat sidak juga.
Kantor Ibra itu tidak terlalu jauh dari rumahnya, paling hanya seperempat jam dia bisa sampai di tempatnya bekerja. Apalagi Ibra bekerja tidak menggunakan mobil.
Dia malas macet-macetan. Pakai mobil dia membutuhkan waktu sejam lebih untuk sampai rumahnya.
Ibra : Kenapa kau menelponku? Ada masalah?
Reiko : Deg-degan, Bang!
Ibra : Loh, kenapa?
Dia bingung dengan jawaban temannya di telepon itu. Setahu Ibra, Reiko tidak punya penyakit aneh-aneh apalagi jantungan.
Apa yang membuatnya cemas?
Reiko : Aku kepikiran Aida itu lulus atau enggak, ya?
Ibra : Ya ampun! Jadi kau memikirkan itu? Kalau nggak lulus juga kan gampang sih. Duitmu itu kan tidak berseri, bisa kau menyekolahkannya, kan?
Reiko : Ya tapi tetep Bang. Bagi dia, yang paling penting itu adalah usahanya sendiri dan dia nggak bakalan mau kalau aku bantuin.
Ibra : Hehehe, sabarlah sabar. Lagian kau menjalin hubungan dengannya juga butuh waktu hampir setengah tahun kan untuk membuat hatimu akhirnya memasukkannya ke dalam daftar orang penting dalam hidupmu?
Reiko tidak menampik apa yang diutarakan oleh Ibra.
Reiko : Susah Bang, malah kepikiran. Apalagi sekarang dia udah masuk ke ruangan kayaknya, Bang. Aduh malah makin gak jelas gini.
Jawaban yang membuat Ibra berdenyut kepalanya.
Ibra : Daripada kau mikirin seperti itu, mendingan kau pikirin gimana caranya supaya kau bilang pada Brigita tentang hubunganmu dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 201 - Bab 400)
Romance(Baca dulu Bab 1-200) "Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria...