Bab 264. CURIGA

30 3 1
                                    

Ratna: Kamu masih inget itu?

Aida: Ya iyalah Bu, masih ingat! Orang Aku sama Ibu kan yang bikin nagasarinya? Ayah melarang kita untuk beli, karena Ayah khawatir gulanya bukan gula asli. Ayah lebih memilih memberikan Kakek Nagasari buatan sendiri.

Sebuah kenangan keluarga. Tentu saja, Aida tidak bisa melupakan ini, walaupun Dia memendamnya dalam hati saat dirinya mendengar Reiko menceritakan tentang makanan kesukaannya itu.

Ratna: Ya Nagasari itu memang suka dibikin sama Kakekmu. Dan Kakekmu itu bukan orang yang suka jajan. Jadi semua makanan yang Dia pengen makan, ya Dia harus buat sendiri. Dia tak suka buang-buang uang. Kamu tahu kan, gimana Kakekmu mendidik Ayahmu juga?

Aida: Oh, jadi itu memang resep dari Kakek ya bu?

Ratna: Waktu Ibu menikah dengan Ayahmu dulu, Nenek buyut juga membuatkan Nagasari. Dan Kakekmu selalu bilang, kalau itu adalah makanan favoritnya juga. Ayahmu cerita itu ke Ibu.

Aida: Ya ampun, Aku kok jadi kangen sama Kakek ya bu?

Ada senyum yang tersimpul di bibir Aida, meskipun Dia tidak tahu apa yang harus Saya sampaikan pada Ibunya, tentang semua rasa di dalam hatinya yang memang harus ditahan olehnya.

Ratna: Kalau kangen cepetan ambil wudhu! Doakan Kakekmu! Karena sebaik-baiknya hadiah bagi orang yang sudah meninggal adalah doa dari anak cucunya. Dari keluarga dan keturunannya.

Aida: Iya Bu.

Ratna: Sudah ya, Ibu tutup dulu teleponnya, Aida. Siapkan makanan untuk suamimu, mungkin sebentar lagi Dia pulang! Assalamualaikum.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh!"

Ratna memang memiliki kebiasaan untuk tidak menunggu Aida menjawab salamnya, Dia sudah menutup teleponnya lebih dulu.

Seakan ada beban tersendiri kalau Dia tidak menutupnya buru-buru, bisa-bisa anaknya membuat dirinya tidak akan pernah bisa menutup telepon itu dan Ratna akan semakin terbuai untuk terus mengobrol dengan Aida.

Sama seperti Aida sendiri yang sudah menutup telepon lalu menghempaskan napas pelan sambil tersenyum simpul melihat sesuatu yang sudah dihabiskannya.

Rencananya, Aku mau jadikan biskuit ini cemilan nanti malam kalau Aku bangun. Tapi sudah kosong bungkusnya.

Aida seharusnya tidak kelaparan dan Dia memang sudah makan banyak. Tapi entahlah.

Dia tadi keenakan ngobrol dengan Ratna sambil nyemil. Aida lupa kalau tak boleh menghabiskan cadangan makanannya sekali habis.

"Tapi ya sudahlah! Dan mungkin, Aku memang harus berterima kasih pada Kakek karena sebenarnya bukan Aku yang sudah membantu Lingga, Arum dan Tari bisa bersekolah. Tapi kebaikan Kakek pada Neneknya lah yang membuka jalannya."

Tak sulit untuk Aida mengambil kesimpulan seperti ini dan bahkan Dia kini tersenyum masam sambil menaruh handphone dan bungkus kosong cemilannya di nakas.

Tangannya memang mengambil air dan menuangkan ke gelas.

"Itulah kenapa Romo Adiwijaya sangat menjaga keluarga kami. Mungkinkah, karena rasa bersalahnya terhadap sesuatu yang sudah diambilnya antara Kakekku dan Neneknya?"

Tapi, hati Aida bisa mengambil kesimpulan seperti ini, sambil dirinya menenggak air yang bisa menghilangkan dahaganya itu.

Sudah dibilang kan kalau Aida adalah tipikal pemikir. Apalagi...Dia dan Kakeknya cukup dekat dan cukup tahu bagaimana kebiasaan Pria itu.

Sesuatu yang diceritakan oleh Reiko memang mengganggunya. Dan inilah kesimpulan yang dibuat olehnya sebelum mulutnya menguap.

"Ngantuk! Tidur dulu sajalah! Tak perlu pikirkan yang lainnya."

Bidadari (Bab 201 - Bab 400)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang