Bab 234. DOKTER JUNA

36 3 2
                                    

"Ini dokter Juna yang tempo hari Aku ceritakan padamu dan Dia adalah dokter muda berbakat di London. Dalam usianya semuda ini, Juna sudah menjadi dokter spesialis bedah terkenal."

"Wow! Luar biasa ya, ngomong-ngomong kenapa kita ngomongnya di depan pagar begini? Ayo masuk!"

Farhan mempersilakan dan keduanya pun mengikuti saat dirinya menutup pagar, bertepatan dengan sebuah mobil yang baru saja keluar dari rumah keluarga Adiwijaya.

Tentu saja kedua tamu ini tidak dilihat oleh mobil itu.

"Pasti kalian berdua sangat sibuk sekali, bukan?"

"Aku sih tidak, karena Aku hanya detektif swasta yang sibuk ini adalah sahabatku ini. Tadi saja kami terlambat karena harus menunggu urusannya dulu selesai di laboratorium."

"Eh, apa maksudmu?" Farhan sempat bingung sebelum masuk ke dalam rumah, Dia menatap seseorang yang di sampingnya.

"Dokter Juna punya laboratorium di Indonesia kah, selain menjadi dokter bedah di London?"

[Albert apa-apaan Kau ini? Kenapa juga harus membahas masalah laboratorium sih!]

[Heeeh, maaf lah Juna, Aku tadi keceplosan!]

[Kalian berhati-hatilah kalau tidak mau kena marah oleh Rafael!]

[Ehm, Iya Alan kami mengerti! Maaf tadi aku keceplosan!]

Tentu saja obrolan ini tidak terdengar oleh Farhan. Keduanya menggunakan jaket yang memungkinkan mereka berkomunikasi antara satu dengan yang lain dengan membaca pikiran manusia dan mentranslatenya pada rekannya yang menggunakan jaket yang sama dan sudah disinkronkan sebelumnya.

Termasuk dengan seseorang yang memonitor mereka. Alan, memang mendengarkan juga apa yang mereka bicarakan dan bisa tahu apa yang mereka pikirkan.

"Ada sesuatu di laboratorium yang harus Aku cek, tapi memang kami tidak punya laboratorium di Indonesia. Lewat video call. Dan Aku bekerja di sana hanya membantu temanku meneliti saja, bukan laboratorium milikku," untung saja dokter. Juna adalah orang yang pandai berkelit.

Alibinya cukup meyakinkan dan memang komunikasi melalui video call dan zoom meeting itu adalah sesuatu yang wajar di zaman ini.

"Ah iya benar. Aku jadi kaget sendiri dan bingung tadi."

Tak salah juga jika Farhan berpikir begini, karena waktu terbang pesawat itu memang sudah ditentukan dan tidak mungkin kan mereka bisa naik pesawat terlambat. Apalagi terlambat karena urusan lab.

Sekarang semua sudah clear dan Farhan tidak memperpanjangnya lagi.

"Permisi semuanya, ini ada teman Saya, Dektektif Albert Lynn dan Dokter Juna yang baru datang dari London. Seharusnya mereka datang tadi beriringan dengan keluarga Saya, tapi ada beberapa hal yang membuat mereka terlambat."

Farhan sedikit tidak enak menyapa golongan tua yang sedang mengobrol itu.

"Romo, lihat bagaimana menantuku! Dari London jauh-jauh datang hanya untuk menghadiri pernikahan menantuku, loh! Jadi Romo tahu kan betapa hebatnya menantuku? Detektif sama dokter loh temennya!"

[Apa mereka pikir kita tidak bisa bahasa Indonesia kah makanya Dia bicara begitu, Juna?]

[Ya, Kau memang tidak bisa bahasa Indonesia Albert. Tapi kan Aku bisa dan Kau mencoba mencuri informasi apa yang mereka katakan dari otakku, kan?]

"Tapi mereka tidak semuanya berasal dari London, ini ada dokter Juna yang lahir dan besar di Indonesia."

"Waluyo malu kau dengan tamu menantumu. Lihat itu, Dia bisa bahasa Indonesia kamu ngomong sembarangan saja!"

Bidadari (Bab 201 - Bab 400)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang