"Reiko, kau dengar tidak sih Papa bilang apa?"
"Oh, ya dengarlah Papa."
Secepat mungkin Reiko menjawabnya refleks. Dan berusaha menutupi kegugupannya. Hati Reiko ciut ketika mendengar papanya meninggikan suara kepadanya.
"Katakan kalau begitu apa yang tadi sudah Papa sampaikan!"
Dan benar sudah dugaan Reiko, kalau papanya tidak bisa percaya begitu saja dan memintanya menjelaskan.
"Papa tadi membicarakan penjualan perusahaan kita dan tadi Papa lagi bahas kenaikan penjualan di Timur Tengah dan ini bisa menutupi penurunan penjualan di negara kita sendiri."
"Hmm. Memang itu yang kita bahas dari tadi garis besarnya. Tapi yang mau Papa tanya, apa saja saran yang tadi Papa berikan?"
Kalau disuruh menggambarkan secara umum, tentu saja benar apa yang dikatakan Reiko dan pembahasan apa yang memang mereka bahasa ini.
Tapi Endra Adiwijaya tidak terlalu bodoh untuk mempercayai anaknya begitu saja, sedangkan dia tak yakin kalau Reiko memang ada di sana dan mendengarkannya.
"Untuk saran itu ... maaf Papa. Aku lost. Tapi aku sudah merekam semua pembicaraan kita."
Reiko menunjukkan handphonenya yang memang merekam pembicaraan. Dia memang selalu seperti ini dan biasanya dia gunakan itu untuk bahan referensi saat mengulang mengkaji pekerjaannya di rumah.
"Apa sebenarnya yang menjadi masalah denganmu, sih? Aku melihatmu tidak fokus di rapat dan aku juga melihatmu tidak fokus saat aku bicara. Ini bukan hanya sekali. Sudah seminggu terakhir seperti ini dan semakin parah dari hari ke hari."
Jelas saja Endra marah, karena memang ini bukan hanya saat itu. Sudah sering dia menegur Reiko juga. Dan dia juga sudah memberitahukan anaknya untuk fokus dan sering bertanya apa permasalahannya.
Tapi Reiko memang tidak menjelaskan lebih.
Dia hanya menyatakan kalau dirinya tidak apa-apa dan tidak punya masalah apa pun.
"Papa tidak perlu cemas."
"Bagaimana aku tidak cemas, kalau aku melihatmu seperti ini?"
Endra kembali mengembalikan itu kepada Reiko.
Jelas saja ini membuat Reiko pening juga.
"Maaf Papa."
Apalagi memang yang bisa dia katakan kecuali kata maaf itu.
"Kau ada masalah dengan Brigita?"
Reiko menggelengkan kepalanya.
"Aku hanya ada masalah sedikit sama pekerjaanku yang lain. Maaf aku tidak bisa cerita."
"Sulit bukan bekerja dengan dua bidang yang berbeda?"
Sebenarnya tidak sulit. Ini semua mudah untukku karena aku bisa berkonsentrasi tapi sesuatu dalam benakku ini memang tidak bisa aku jelaskan kenapa.
Sebetulnya Reiko ingin menjawab seperti ini dalam hatinya tapi dia tetap mengangguk dan tidak menyalahkan Endra akibat dugaannya itu.
"Sudah kubilang padamu. Kau tidak percaya padaku. Kerja dua bidang itu sulit!"
"Maaf Papa. Tapi aku sudah melangkah ke sini dan aku harus menyelesaikannya."
"Selesaikan dan jangan ambil job baru lagi apa pun itu jobnya."
Reiko tak bisa melakukan apapun kecuali mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan papanya.
"Dengarkan lagi rekaman yang sudah kau rekam. Dan coba pertimbangkan apa yang sudah aku sarankan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 201 - Bab 400)
Romance(Baca dulu Bab 1-200) "Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria...