"Suka-suka aku. Sekarang yang butuh aku atau kau? Terserah kau saja sih."
Ibra tak peduli tapi senyumnya sudah terurai sambil bicara begitu.
"Heish, Abang nih, sengaja bukan memanfaatkan kondisiku yang terdesak?"
"Memangnya kau tidak pernah seperti itu? Hahaha." Ibra tak mau peduli dengan protesnya Reiko.
"Jangan lupa, sebelum jam lima besok."
Dan itu reminder dari Ibra sebelum tangannya membuka pintu rumahnya.
"Assalamualaikum."
Sesaat Ibra memberikan salam istrinya pun sudah menjawab dan ada satu suara wanita lagi yang terdengar memberikan jawaban yang sama.
"Abiiiiii."
Tiga anak Ibra yang SD sudah pulang.
Mereka baru sampai rumah sekitar lima menitan Ibra meninggalkan rumah untuk ke masjid. Dan saat mendengar suara Ibra mereka sudah berlarian mendekat pada ayahnya.
"Abi tadi aku bisa loh ikut latihan pramukanya. Nih aku bikin tali ini."
"Abi lihat. Aku juga udah ada dapet lambang ini nih dari kakak pembina."
"Aku tadi latihan bikin tandu pakai tongkat pramukaku."
Anak-anak itu berceloteh berebut minta perhatian Ibra.
"Alhamdulillah Abi senang dengarnya. Abi tahu anak-anak Abi semuanya hebat-hebat dan pintar-pintar. Pada kuat. Keren semuanya pasti jadi yang terbaik insya Allah ya." Jelas saja yang terurai dari bibir Ibra membuat senang anak-anaknya.
"Tapi Abi punya pertanyaan yang paling penting nih."
"Bunga, Puspa dan Husein udah pada sholat Dzuhur belum, nih?"
"Udah ... Abi."
Serentak anak-anaknya menjawab seperti ini dan tentu saja Ibra langsung melafadzkan hamdalah.
Melihat temannya dikerubuni anak kecil, Reiko hanya senyum-senyum saja sendiri, bahkan kepalanya jadi pening sendiri.
Bee dan aku sudah berencana untuk punya anak tidak lebih dari satu. Pasti kebayang ribetnya mengurus anak-anak ini. Dalam hati Reiko sebenarnya sudah tak tahan untuk mengirim pesan pada Ibra dan menggodanya
Habislah hidupmu dengan mereka. Kapan kau bisa punya waktu tenang berdua dengan istrimu? bisik hati Reiko
Ketika ....
"Udah kenalan belum sama temen-temen Abi?"
"Udah Abi tadi kenalan sama Tante Aida. Tantenya baik dan tante suka ama kita katanya kita lucu, imut dan pinter."
Reiko masih berpikir dalam hatinya, dan telinganya justru mendengar laporan ini dari anak-anak Ibra.
Matanya pun mengarah pada Aida yang saat itu juga bicara.
"Iya, seru banget sama kalian bertiga. Di sini enak banget, rame suara anak-anak. Jadi ngegemesin."
"Kamu harus punya banyak anak makanya biar rame."
"Iya, bismillah semoga dipermudah ya Mbak Komariah. Rencananya memang begitu. Aku sangat suka anak kecil dan aku pengen punya anak yang banyak nanti."
Salahkah seorang wanita yang diajak bicara oleh istri dari Ibra ini menjawab seperti ini?
Toh, aku buat anaknya tidak sama dia. Nanti aku akan bersama dengan laki-laki lain dan aku yang punya anak dari laki-laki itu.
Inilah yang tersirat di dalam hati Aida.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 201 - Bab 400)
Romance(Baca dulu Bab 1-200) "Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria...